Minggu, 30 Agustus 2015

SEJARAH TARI PIRING DAN SEJARAH PERKEMBANGAN TARI TRADISIONAL KHAS MINANGKABAU





1.1.Pendahuluan
            Tari piring atau yang biasa urang Awak sebut “Tari Piriang” merupakan  salah satu tarian tradisional khas Indonesia yang terbilang sangat unik karena saat pentas menarikannya para penarinya sambil membawa-membawa dua buah piring di kedua tangan para penari. Namun sayangnya, walau tari piring sudah sangat membumi sampai ke taraf Internasional, kita banyak tidak mengetahui sejarah asal-usul tari piring. Hal seperti ini yang sangat di sayangkan, terutama karena tari piring ini merupakan seni Tradisional dari Minangkabau yang wajib dipertahankan oleh setiap generasi bangsa Indonesia.
            Pada mulanya, Tari Piring ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat Minangkabau yang mayoritas masih mempercayai kepercayaan terhadap Dewa-Dewa, mereka percaya bahwa dewa sudah memberikan kepada rakyat hasil panen yang sangat melimpah, serta melindungi dari Balak mara bahaya. Sebab itu gadis-gadis penari akan memberikan hasil panen mereka kepada dewa yang ditaruh diatas piring.
            Para gadis-gadis penari memakai pakaian adat yang cantik serta berprilaku lemah lembut guna menghadap dewa. Sesaji tersebut dibawa kehadapan dewa sambil menari dengan meliuk-liukkan tubuh mereka dan piring yang ada ditangan untuk menunjukan kemampuan mereka. Inilah awal mula terciptanya tari piring yang disinyalir telah dilakukan sejak 800 tahun yang silam.
            Tarian ini bahkan terus mengalami perkembangan sesuai perkembangan zaman pemerintah sriwijaya, yang membuatnya sangat dikenal di seluruh wilayah Sumatera Barat. Setelah kerajaan Sriwijaya ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit pada abad ke-16 maka beberapa penari pun ikut pindah ke melayu sebagai pengungsi dari daerah Sriwijaya. Mereka tiba di Malaysia serta Brunei Darusalam yang memiliki latar budaya berbeda dengan budaya Minangkabau. Karena itulah tarian piring yang berada di daerah tersebut kemudian berubah karena mereka harus mengikuti adat dari Melayu sehingga terjadi sejarah asal-usul tari piring di daerah Melayu.
            Minangkabau sendiri terjadi perubahan yang sangat drastis pada tari piring khas daerahnya. Terlebih setelah agama Islam masuk atas usungan dari kerajaan majapahit membuat persembahan pada dewa tidak lagi dibutuhkan. Selanjutnya tari piring justru menjadi tarian sesembah untuk para Raja-raja maupun pejabat teras kerajaan sebagai hiburan pada acara besar dan khusus di kerajaan. Namun tarian ini sangat populer di kalangan rakyat Minang, maka rakyat pun melakukan tarian yang sama pada acara-acara di pesta rakyat. Dengan perkembangannya sebagai tarian persembahan untuk menghibur raja dan para tamu raja, maka tari ini juga digunakan sebagai persembahan dalam acara pernikahan dimana sepasang mempelai dianggap sebagai Raja dan Ratu sehari.
            Di Malaysia sendiri, tari piring  dipersembahkan ketika majelis perkawinan terutama bagi keluarga yang berada, Bangsawan, dan Hartawan di sebuah kampung. Tarian ini biasa dilihat dikawasan Seremban, Kuala Pilah, dan Rembau oleh kumpulan tertentu. Ada yang dipersembahkan dengan pakaian lengkap dan pakaian tari tidak lengkap. Sedikit bayaran akan dikenakan jika menjemput perkumpulan tarian ini mempersembahkan tari piring berdurasi selama 10-20 menit diperuntukan untuk mempersembahkan tarian ini.
            Tari piring dan pencak silat dipersembahkan dihadapan mempelai diluar rumah. Majelis perkawinan atau sesuatu menyangkut acara besar, majelis akan lebih meriah jika diadakan acara tari piring. Namun begitu segelintir masyarakat tidak dapat menerima kehadiran kumpulan tarian, karena dianggap ada percampuran laki-laki dan perempuan. Bagi mengatasi masalah tersebut, kumpulan tari hanya di peruntukan hanya untuk para gadis-gadis saja. Kira-kira 8 abad yang silam, tari piring telah ada di wilayah kehuluan Melayu. Tari piring identik dengan Sumatera Barat. Sehingga masa kerajaan Sri Vilaya, eksistensinya masih ada bahkan menjadi tradisi. Pada saat masa-masa kejayaan kerajaan majapahitlah, tepatnya pada abad ke-16, kerajaan Sri Vijaya dipaksa runtuh.
            Namun demikian, tari piring lantas tidak ikut lenyap. Bahkan, tari piring terus mengalami perkembangan ke wilayah-wilayah Melayu lain, seiring hengkangnya pengagum setia Sri Vijaya. Bergantinya pelaku peradaban memaksa adanya perubahan konsep, orientasi, dan nilai pada tari piring.
2.1.Sejarah Tari piring
            Pada mulanya, Tari Piring ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat Minangkabau yang mayoritas masih mempercayai kepercayaan terhadap Dewa-Dewa, mereka percaya bahwa dewa sudah memberikan kepada rakyat hasil panen yang sangat melimpah, serta melindungi dari Balak mara bahaya. Sebab itu gadis-gadis penari akan memberikan hasil panen mereka kepada dewa yang ditaruh diatas piring.
            Para gadis-gadis penari memakai pakaian adat yang cantik serta berprilaku lemah lembut guna menghadap dewa. Sesaji tersebut dibawa kehadapan dewa sambil menari dengan meliuk-liukkan tubuh mereka dan piring yang ada ditangan untuk menunjukan kemampuan mereka. Inilah awal mula terciptanya tari piring yang disinyalir telah dilakukan sejak 800 tahun yang silam.
            Tarian ini bahkan terus mengalami perkembangan sesuai perkembangan zaman pemerintah sriwijaya, yang membuatnya sangat dikenal di seluruh wilayah Sumatera Barat. Setelah kerajaan Sriwijaya ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit pada abad ke-16 maka beberapa penari pun ikut pindah ke melayu sebagai pengungsi dari daerah Sriwijaya. Mereka tiba di Malaysia serta Brunei Darusalam yang memiliki latar budaya berbeda dengan budaya Minangkabau. Karena itulah tarian piring yang berada di daerah tersebut kemudian berubah karena mereka harus mengikuti adat dari Melayu sehingga terjadi sejarah asal-usul tari piring di daerah Melayu.
            Minangkabau sendiri terjadi perubahan yang sangat drastis pada tari piring khas daerahnya. Terlebih setelah agama Islam masuk atas usungan dari kerajaan majapahit membuat persembahan pada dewa tidak lagi dibutuhkan. Selanjutnya tari piring justru menjadi tarian sesembah untuk para Raja-raja maupun pejabat teras kerajaan sebagai hiburan pada acara besar dan khusus di kerajaan. Namun tarian ini sangat populer di kalangan rakyat Minang, maka rakyat pun melakukan tarian yang sama pada acara-acara di pesta rakyat. Dengan perkembangannya sebagai tarian persembahan untuk menghibur raja dan para tamu raja, maka tari ini juga digunakan sebagai persembahan dalam acara pernikahan dimana sepasang mempelai dianggap sebagai Raja dan Ratu sehari.
            Di Malaysia sendiri, tari piring  dipersembahkan ketika majelis perkawinan terutama bagi keluarga yang berada, Bangsawan, dan Hartawan di sebuah kampung. Tarian ini biasa dilihat dikawasan Seremban, Kuala Pilah, dan Rembau oleh kumpulan tertentu. Ada yang dipersembahkan dengan pakaian lengkap dan pakaian tari tidak lengkap. Sedikit bayaran akan dikenakan jika menjemput perkumpulan tarian ini mempersembahkan tari piring berdurasi selama 10-20 menit diperuntukan untuk mempersembahkan tarian ini.
3.1.Urutan Gerakan Tari Piring yang Menjadi Asal-Usul Sejarah
            Tari piring akan dimulai setelah pemusik memukul “Gong” sebagai tanda bermulainya acara. Kemudian para penari akan masuk ke dalam arena pentas dengan memberi sembah pada raja atau pengantin sebanyak tiga kali sebagai tanda pengehormatan mereka. Selanjutnya tarian dimulai dengan meliuk-liukan piring kekanan dan kekiri sesuai dengan hentakan musik dalam gerakan dinamis yang cepat, namun piring tetap tidak boleh lepas dari genggaman tangan. Bila piring sampai terlepas maka penarinya akan menerima rasa malu yang luar biasa terutama dari masyarakat adat minang sendiri.
            Gerakan tari ada yang mengambil sikap gerakan silat tradisional Minangkabau, terutama untuk tarian yang ditarikan oleh laki-laki. Piring yang dibawa juga saling ditumbukkan satu sama lain agar muncul suara dentingan yang indah, namun terkadang penari juga mengenakan cincin pada kedua jari tengahnya untuk menghasilkan bunyi-bunyi dentingan.
            Sudah terdapat susunan piring yang tersusun dilantai dengan khusus yang mengarah menuju kehadapan pengantin, kemudian penari akan bergerak mundur dengan langkah tetap menginjak susunan piring tadi, Namun tidak boleh sekali-kali menunjukan punggungnya pada pengantin. Setelah penari berhasil kembali keposisi awalnya dengan mengikuti susunan piring maka mereka kembali melakukan sembah penutupan pada pengantin sebanyak tiga kali.
            Pada tari piring yang lebih extream, biasanya piring dilemparkan kelantai untuk dipecahkan kelantai dan tarian dilanjutkan dengan penari menari diatas piring yang pecah. Ajaibnya para penari tersebut terus menari terus tanpa merasakan kesakitan ataupun terluka akibat pecahan piring yang mereka injak tadi. Tarian ini diiringi oleh alat musik Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerakan tari yang cepat, dan di selingi dentingan dua cincin di jari-jemari para penari terhadap piring yang dibawakannya. Hal kemudian menjadi salah satu keunikan yang membuat sejarah asal usul tari piring semakin terkenal didunia.
4.1. Fungsi Tari Piring
            Awal mulanya fungsi dari tari piring di daerah Minangkabau sendiri, belum seperti fungsi pada sekarang ini. Dimana awal-mulanya kegunaan tari piring ini dipakai oleh Minangkabau ketika saat pada musim panen tiba, yang dimana tari piring ini dimanfaatkan oleh masyarakat Minangkabau ketika itu mempunyai tujuan untuk memberi perkataan rasa syukur pada dewa-dewi padi, dimana telah memberikan hasil panen yang berlimpah-ruah pada masyarakat Minangkabau. Selain itu pada zaman tersebut, tari piring ini digerakkan atau dipentaskan oleh beberapa pemuda-pemudi Minangkabau.
            Bersamaan dengan masuknya serta terbentuknya kerajaan-kerajaan yang berjalan pada daerah Minangkabau, selain itu juga fungsi serta tujuan dari tari piring juga beralih fungsi. Dimana saat kerajaan di Minangkabau (kerajaan Pagaruyung) tari piring ini dipakai oleh orang-orang Minangkabau sebagai alat untuk pemberian rasa kehormatan pada beberapa anggota kerajaan, terlebih pada raja yang memimpin ketika itu. Namun, tari piring pada zaman ini dapat dapat dimanfaatkan ketika tamu-tamu agung kerajaan datang.
            Setelah majunya dan telah menyatunya segala masyarakat-masyarakat yang ada di negara ini serta terlebih daerah Minangkabau atau di zaman modern ini, tari piring ini masih dipakai oleh masyarakat Minangkabau, tetapi tujuan dari manfaat tari piring ini dapat juga beralih meskipun fungsinya tetap sama seperti di zaman dulu.
            Dimana sekarang ini orang-orang Minangkabau mempergunakan atau mempestakan tari piring ketika ada sesuatu acara pesta pernikahan yang berlangsung di daerah Minangkabau dan diluar daerah Minangkabau (penduduk atau masyarakat keturunan Minangkabau). Dimana pada sekarang ini kegunaan tari piring ini tetap sama dengan manfaat tari piring pada awal-mulanya. Bedanya di zaman dahulu tari piring berperan hanya untuk memberi rasa syukur dan pujian kepada raja, tetapi sekarang ini yang dikira raja dalam manfaat tari piring ini yaitu ke dua mempelainya yang tengah menikah. Terkecuali dipentaskan ketika satu acara pernikahan, tari piring pada sekarang ini juga dipentaskan ketika ada satu tamu agung yang datang kedaerah Sumatera Barat.
5.1.Filsafah Tari Piring
            Tari piring sendiri mempunyai peranan yang besar didalam adat istiadat perkawinan masyarakat Minangkabau. Pada dasarnya, persembahan sebuah tari piring di majelis-majelis perkawinan adalah bertujuan untuk sebagai hiburan semata-mata. Namun persembahan tersebut boleh berperanan lebih dari itu. Persembahan tari piring didalam sebuah majelis perkawinan boleh dirasai peranannya oleh empat pihak yaitu, kepada pasangan pengantin kepada tuan rumah kepada orang ramai kepada penari.
            Pasangan pengantin adalah orang yang dirayakan didalam majelis-majelis perkawinan, mereka digelarkan “Rajo Sahari”. Oleh karena itu, persembahan tari piring dihadapan mereka adalah pelengkap kepada hari bersejarah tersebut. Dalam masa yang sama, pasangan pengantin akan merasakan kehadiran penari seperti “raja sehari” yang sedang dinanti-nantikan oleh orang ramai dengan simbolik ‘selamat datang’ melalui tari piring. Dalam masa yang sama juga akan dirasakan oleh kedua orang tua keluarga pengantin, mereka merasakan bahwa majelis persandingan tersebut belum tamat dan tidak lengkap jika disertai dengan tari piring.
            Dikalangan orang ramai yang menghadiri acara perkawinan itu pula, selain sebagai suatu hiburan, mereka boleh memberi semangat kepada para penari piring agar membuat persembahan menjadi lebih meriah. Malah, terkadang orang ramai yang menonton akan turut serta menyertai persembahan tersebut, semata-mata untuk memeriahkan suasana dan menunjukan kebolehan mereka, Keadaan ini agak berbeda pula kepada para penari piring itu sendiri. Setengah dari para penari yang masih bujang, menunjukan kehebatan merekaa menari untuk bertujuan memikat gadis-gadis pengiring dari pihak yang bertandang atau gadis-gadis sekampung yang sedang menonton acara persembahan mereka.
            Suatu perkara menarik bgi penari piring pentas untuk menunjukan kebolehan dan kecakapan penarinya memijak-mijak kaca di atas pentas sebagai mengakhiri persembahan tari piring. Didalam persembahan ini kaca yang telah dipecah-pecahkan berukuran antara tiga hingga delapan sentimeter (3-8 Cm) yang ditumpukan diatas pentas yang kemudian dipijak-pijak serta di kais-kais dengan kaki para penari. Simbolik kepada acara ini ialah para pembawa hidangan sedang melalui atau memijak kaca piring yang pecah semasa mereka membawa sajian lauk-pauk untuk diberikan kepada dewa.
6.1.Kesimpulan
            Bahwa didalam tari piring mempunyai nilai-nilai trasedental, yang dimana nilai-nilai trasedental ini ada dalam tata langkah pelaksanaan tari piring. Dimana piring-piring yang dipegang oleh beberapa penari ini disusun keatas, dimana memperlihatkan, bahwa piring diatas mempunyai tujuan untuk kearah tuhan (trasendental) serta tampak dalam manfaat serta maksud tari piring adalah untuk mengucapkan rasa syukur serta rasa terima kasih kepada sang pencipta yang telah memberikan nikmat nya kepada masyarakat Minangkabau.
            Walaupun tari piring terus mengalami perubahan dan perkembangan dari zaman dahulu, zaman raja melayu, hingga zaman modern ini. Tari piring tetap lah bagian terpenting didalam acara persembahan-persembahan di Minangkabau dan diluar Minangkabau sendiri, sebagai dasar Simbolik penghormatan kepada tuan yang mempunyai acara besar (Baralek Gadang).
7.1.Daftar Pustaka
http://www.portalsejarah.com/sejarah-asal-usul-tari-piring-serta-perkembangannya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar