Senin, 03 April 2017

TIGA KUTUB IDEOLOGI YANG MENYATUKAN INDONESIA MERDEKA

DIBAWAH BENDERA REVOLUSI JILID 1
Nasionalisme - Islamisme - Marxisme Menurut Soekarno
Karya Tulis : Ir. Soekarno



Nasionalisme – Islamisme – Marxisme (DBR jilid 1)

          Sebagai Arya Bumi Putera yang terlahir dalam zaman perjuangan, maka Indonesia Muda inilah melihat cahaya di hari pertama dalam zaman rakyat-rakyat Asia lagi berada dalam keadaan tak baik dengan nasibnya, tak baik dengan nasib ekonominya, tak baik dalam situasi nasib politiknya, dan tak baik dengan segala nasib yang lain-lainnya.
Dimana zaman “senang dengan apa adanya , sudah berlalu. .
Zaman baru adalah zaman muda, dimana “Dunia sudah datang sebagai sang fajar yang menarangi dunia”.
Teori zaman dahulu yang mengatakan “Siapa jang ada dibawah, harus terima senang, jang dianggap tjukup harga, duduk didalam perbendaharaan riwajat jang barang kemasannya berguna untuk memelihara siapa jang lagi berdiri dalam hidup”.  Kini sudah tak mendapat lagi pengakuan lagi oleh rakyat-rakyat Asia itu, bahwa rakyat yang mempertuankannya adalah sebagai “Voogd” yang kelak kemudian hari akan “Ont”voogden" mereka. Semakin lama semakin tipislah kepercayaan bahwa rakyat yang mempertuankannya itu ada sebagai “Saudara Tua” yang dengan kemauan sendiri akan melepaskan mereka bilamana mereka sudah menjadi dewasa atau Akil Balig.
Sebab tipisnya kepercayaan itu adalah berlandaskan pengetahuan, dan berlandaskan keyakinan, bahwa yang menyebabkan kolonialisasi (Penjajahan berkelompok/sistem) itu bukanlah keinginan pada kemasyuran, bukan juga keinginan ingin melihat dunia bangsa asing, bukan keinginan merdeka, dan bukan pula oleh negeri rakyat yang menjalankan kolonial itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk. Sebagai yang telah diajarkan oleh Gustav Klemm kolonialisasi terjadi karena faktor soal kerezekian yang teristimewah (mendapat wilayah strategis dan menguntungkan). Begitulah Dietrich Schafer berkata kekurangan material kerezekian/mata pencarian itulah yang menjadi sebab rakyat-rakyat Eropa mencari kerezekian di negara lain dengan Kolonialisme”, itu pula yang menjadi penyebab rakyat Eropa tadi menjajah negeri-negeri, dimana mereka bisa mendapatkan rezeki (Keuntungan pencarian) itu tadi. Itulah yang membuat “Ontvoogding”-nya negara-negara yang menjajah negeri-negeri terjajah itu tadi sebagai suatu barang yang sukar dipertanyakan.orang-orang tak akan segampang itu melepas bakul nasinya jika melepas bakulnya dapat mendatangkan kematiannya (Kelaparan).
Begitulah bertahun-tahun, berwindhu-windhu, rakyat-rakyat Eropa menjajah negara-negara di Asia. Berwindhu-windhu harta dan kerezekian negara Asia dikeruk untuk dimasukkan ke Negara Eropa. Teristimewah Eropa-Baratlah yang bukan main menambah kekayaannya lewat hasil menjajah. Begitu tragisnya riwayat-riwayat negara yang terjajah !!
Dan kesadaran akan tragedi penjajahan inilah yang menyadarkan rakyat-rakyat yang terjajah itu tadi. Sebab, walaupun lahirnya termiskinkan dan tunduk akan penjajahan, maka Spirit Of Asia masih kekal !! ruh Asia masih hidup sebagai api yang tidak pernah padam !! kesadaran akan nasib tragis inipula yang sekarang menjadi nyawa pergerakan rakyat di Indonesia, walaupun dalam maksudnya sama, ada mempunyai tiga kutub Ideologi : NASIONALISTIS, ISLAMISTIS dan MARXISTIS adanya.
            Mempelajari, mencari hubungan dari ketiga kutub ideologi itu membuktikan, bahwa tiga haluan itu berada didalam negeri yang terjajah. Tak berguna berseteru dan berselisih satu sama lain. Membuktikannya pula hanya dengan bekerja sama menjadi satu gelombang yang maha besar  dan maha kuat, satu ombak topan yang tak dapat ditahan terjangannya, itulah kewajiban kita semua harus memikulnya. Berhasil atau tidaknya kita semua yang akan menjalankan kewajiban ikut mempersatukan gelombang ideologi itu tadi. Sebab kita yakin, dengan persatuanlah yang kelak kemudian hari akan membawa kita kearah cita-cita kita bersama menuju Indonesia Merdeka !!!
            Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, entah bagaimana pula bentuk dari persatuan itu. Akan tetapi tetaplah, bahwa kapal yang membawa kita menuju Indonesia merdeka, ialah kapal hasil persatuan bangsa Indonesia. Mahatma, sebagai juru kemudi yang akan membuat dan mengemudikan kapal persatuan itu kini barangkali belum ada, akan tetapi yakinlah kita pula, bahwa kelak kemudian hari akan datang saatnya  sang Mahatma itu berdiri tegak ditengah hadapan kita. Itulah sebabnya kita dengan besar hati mempelajari dan ikut meratakan jalan menuju persatuan itu. Itulah maksud dari tulisan pendek ini.
            Nasionalisme – Islamisme – Marxisme inilah azas-azas yang dipeluk oleh pergerakan-pergerakan rakyat diseluruh belahan dunia Asia yang terjajah. Inilah faham-faham yang menjadi ruhnya pergerakan-pergerakan di Asia dan ruhnya pula bagi pergerakan-pergerakan rakyat di Indonesia sekarang ini.
            Partai Budi Utomo, “Marhum National Indische Partij” yang kini masih hidup seperti Partai Sarikat Islam, Perserikatan Minahasa, Partai Komunis Indonesia, Dan masih banyak lagi. Itu masing-masing tiap partai mempunyai Ruh Nasionalisme, Ruh Islamisme, dan Ruh Marxisme. Dapatkah ruh-ruh ini dapat bekerja sama di dalam politik negara yang sedang terjajah menjadi ruh maha besar dengan persatuan ? persatuan pula-lah yang akan membawa kita menuju lapangan yang lebih besar ?
Dapatkah didalam tanah yang terjajah pergerakan Nasionalisme itu dirapatkan dengan pergerakan Islamisme yang pada hakekatnya tiada bangsa dengan pergerakan Marxisme yang bersifat Perjuangan International (Lingkup Luas) ?
Dapatkah Islamisme itu ialah sebuah Agama didalam dunia politik negeri terjajah bekerja sama dengan Nasionalisme yang mementingkan bangsa, dan dengan Matrealismenya Marxisme yang membedah kesenjangan sosial-ekonomi bangsa ?
Akan ada hasilkah usaha kita merapatkan Budi Utomo yang begitu sabar-halus (gematigd), dengan Partai Komunis Indonesia yang begitu kerasnya sepak terjang dalam sosialisme dan radikal militan terjangannya ? Budi Utomo yang begitu evolusioner, dan Partai Komunis Indonesia, yang walau terlihat kecil dari musuh-musuhnya begitu didesak dan dirintangi oleh banyak rupanya musuh itu akan mengingatkan kita pada peringatan Al-Carthill bahwa “yang mendatangkan pemberontakan–pemberontakan itu biasannya bagian-bagian yang terkecil dan menjadi bagian terkecil sekali ?
Nasionalisme !!!  Kebangsaan !!!
Dalam tahun 1862 Ernest Renan telah membuka pendapatnya tentang faham “Bangsa” itu menurut pujangga ini ada suatu nyawa, atas akal yang terjadi dari dua faktor : Pertama-tama, rakyat itu dahulunya harus bersama-sama menjalani karena satu riwayat. Kedua, rakyat itu sekarang harus mempunyai kemauan, keinginan, hidup yang menjadi satu-kesatuan. Bukan karena jenis Ras, bukan dari bahasa daerah masing-masing, bukan dari faktor Agama, bukan persamaan kebutuhan, bukan pula karena pembatas negeri yang menjadikannya sebuah Bangsa.
Dari tempo belakangan ini, selain penulis-penulis lain seperti Karl Kautsky, Karl Radek, dan juga Otto Bauer lah yang telah mempelajari soal “Kebangsaan” itu tadi. Bangsa adalah suatu kesatuan perangai yang terjadi dari proses persatuan hal ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu sendiri. Nasionalisme adalah suatu  iktikad suatu kesadaran rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan satu bangsa. Bagaimana juga bunyi dari keterangan-keterangan yang telah diajarkan oleh ahli-ahli ilmu pengetahuan yang disebutkan diatas tadi, maka tetaplah bahwa rasa Nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa kepercayaan akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan  di dalam sebuah perjuangan menempuh keadaan-keadaan yang mau mengalahkan kita.
Rasa percaya diri inilah akan memberikan keteguhan hati pada kaum Budi Utomo dalam usahanya menjadi Jawa besar. Rasa percaya diri inilah yang menimbulkan ketetapan hati pada kaum Revolusioner-Nasionalis dalam perjuangannya menjadi Hindia besar atau Indonesia merdeka.
Apakah itu rasa Nasionalisme ? yang pada kepercayaan akan diri sendiri begitu gampang menjadi kesekumpulan bangsa dan begitu gampang mendapat tingkatannya yang kedua, ialah kesekumpulan ras, walau faham sebuah ras itu setinggi-tingginya langit berbeda dengan faham bangsa. Oleh sebab itu ras adalah sebuah faham biologis, sedangkan Nasionalis itu adalah faham sosiologis (ilmu pergaulan hidup). Apakah Nasionalisme itu dalam politik kolonial bisa menyatukan diri dengan Marxisme yang International-Interrasialisme itu ?

Dengan ketetapan hati kita menjawab : Bisa !!!
Sebab walaupun Nasionalisme itu dalam hakikatnya mengecualikan segala pihak yang ikut mempunyai “Keinginan hidup menjadi satu” dengan rakyat itu tadi. Walau Nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tak merasa “satu golongan - satu bangsa” dengan rakyat, maka tak boleh lupa bahwa manusia-manusia menjalankan pergerakan Islamisme dan pergerakan Marxisme di Indonesia dengan manusia yang menjalankan Nasionalisme itu semuanya mempunyai “keinginan hidup menjadi satu”. Bahwa mereka yang saling berdampingan dengan kaum Nasionalis itu merasa  menjadi  Satu golongan-satu bangsa”. Bahwa dari setiap pergerakan kita ini, baik Nasionalis, Islamis, dan Marxis beratus-ratus tahun lamanya berkesamaan nasib dengan persatuan ichwal persamaan nasib yang belum merasakan kemerdekaan. Kita tidak boleh lalai dengan mengistimewahkan salah satunya, karena persatuanlah yang menimbulkan rasa “satu segolongan”. Betul rasa  golongan ini masih membuka kesempatan untuk perselisihan satu sama lain. Sampai saat inipun belum pernah ada persahabatan yang kokoh diantara pihak-pihak pergerakan di Indonesia yang berbeda-beda. Akan tetapi bukan pula maksud jikalau kita sekarang berselisih, tidak sukarlah mendatangkan permasalahan perselisihan itu sekarang.
Maksud tulisan ini adalah untuk membuktikan, bahwa persahabatan bisa tercapai.
Hendaklah kaum Nasionalis yang mengecualikan dan mengucilkan segala pergerakan yang tak terbatas pada Nasionalisme, dan mengambil tauladan akan sabda Karamchand Gandhi Buatlah rasa cinta tanah air itu kedalam cinta segala manusia, seperti seorang patriot yang membela sesama manusianya dengan cara kemanusiannya tanpa mengecualikan siapa saja”. Inilah rahasia sang Gandhi mempunyai cukup kekuatan untuk mempersatukan pihak Islam, dengan pihak Hindu, pihak Parsi, pihak Jain, pihak Sigh yang jumlahnya lebih dari tiga ratus juta. Lebih dari enam kali lipat jumlah bumi putera Indonesia, hampir seperlima jumlah manusia yang ada dimuka bumi.
            Tidak ada pengahalang Nasionalis ini dalam gerakannya bekerja sama dengan kaum Islamis, dan Marxis. Lihatlah kekalnya penghubung antara Nasionalis Gandhi dengan PAN-Islamis Maulana Muhammad Ali, dengan PAN-Islamis syarikat Ali yang waktu gerakannya Non-Coorporation India sedang membasis hampir tiada pemisahnya satu sama dengan yang lainnya. Lihatlah pergerakannya Partai Nasionalis Koumintang di Tiongkok. Dengan ridho hati menerima paham-paham Marxis yang tidak setuju dengan kemiliteran, tak setuju dengan bentuk Imprealisme (penjajahan), dan tak pernah setuju pada sistem permodalan (Investasi).
            Bukan kita mengaharap Nasionalis itu berubah haluan menjadi berpaham Islamis atau Marxis, bukan juga bermaksud kita menyuruh Marxis dan Islamis berbalik menjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita lah menjadi kerukunan, dan persatuan antara ketiga golongan itu (Nasionalis-Islamis-Marxis). Asal memiliki rasa kemauan untuk mempersatukan dan kepercayaan ketulusan hati satu sama lain, tersadar akan pepatah “Kerukunan akan menjadikan sentosa” (itulah sebaik-baiknya jembatan menuju persatuan). Cukup kuatnya untuk melangkahi segala perbedaan dan kesenjangan antara dari segala pihak-pihak dalam pergerakan ini.
            Kita ulangi kembali : Tidak ada halangannya Nasionalis itu dalam pergerakannya untuk bekerja sama dengan Islamis dan Marxis. Nasionalis yang sejatinya berdiri dari rasa cinta akan tanah air yang berlandaskan pada pengetahuan atas susunan ekonomi dunia dan sejarahnya, bukan semata-mata timbul atas karena suatu keadaan semata. Nasionalis bukan Chauvinis (Nasional Karena sesama suku/Sempit), Nasionalis haruslah menolak segala faham pengecualian yang berarti sempit seperti Budi Utomo yang Nasional ke-Jawaan saja. Nasionalis yang sejati adalah Nasionalismenya itu bukan semata-mata meniru atau mengcopy dari Nasionalisme Barat. Akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan memanusiakan-manusia.  Nasionalis yang sanggup menerima rasa Nasionalismenya itu sebagai wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai pengabdian yang akan menghindarkan bangsa dari segala paham yang berpaham sempit dan terkecil. Baginya rasa cinta kebangsaan itu adalah bermakna lebar dan luas sekali, dengan memberi tempat dan kesempatan pada lain-lain sesuatu, sebagai bukti lebar dan sangat luasnya udara yang memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu dihidupinya untuk kehidupan.
            Wahai bangsaku, apa penyebab rasa kecintaan suatu bangsa dari banyak Nasionalis Indonesia lalu menjadi kebencian ? jikalau dihadapkan kepada orang-orang Indonesia yang berkeyakinan paham Islamisme ? apakah penyebab dari rasa kecintaan itu lalu berbalik menjadi permusuhan, bila dihadapkan pada orang-orang Indonesia yang bergerak berkayinan paham Marxis  ?
Tiadakah tempat didalam sanubari dihatinya untuk menjadi Nasionalis sejati seperti Gopala Khrisna Gokhate, dan Mahatma Gandhi, atau Chita Ranjam Das ??
Janganlah hendaknya kaum kita sampai hati memeluk Jargon-Nasionalismenya, seperti Jargon-Nasionalismenya Arya Sumaj di India sebagai pemisah dan pemecah persatuan Hindu-Muslim. Pada akhirnya Nasionalismenya binasah oleh karena rasa Nasionalisnya hanya sebagai apa yang ada difikirannya saja bukan berfikir keluasan. Andaikan saja Nasionalismenya berlandaskan dari azas-azas yang suci. Sama seperti Nasionalisme-Ketimuran yang sejatinya hanya dipeluk oleh Nasionalis Timur saja, dan Nasionalis Eropa yang sejati hanya dipeluk oleh orang-orang Nasionalis Eropa saja. Nasionalis yang masih bersifat saling serang-menyerang, Nasionalis yang hanya mengejar kepentingan pribadi, sama seperti Nasionalis pedagang yang hanya mengejar untung dan rugi.  Nasionalisme yang seperti itu maka akan cepatlah terbinasahkan.
            Adakah keberatan kaum Nasionalis yang sejati untuk bekerja sama dengan kaum Islamisme, oleh karena kaum Islamisme itu melebihi kebangsaan dan melebihi batas-batas negeri yang berfaedah Super-Nasional dan Super-Teritorial (Khilafah) ?
Adakah Internationalis-Islamisme menjadi penghalang untuk merubah gerakannya menjadi Nasionalisme untuk Kebangsaan ?
            Banyak Nasionalis-Nasionalis diantara kita yang sama, lupa bahwa pergerakan Nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini, diseluruh Asia, ada kesamaan asal ? Sebagaimana yang telah diutarakan diawal tulisan ini keduanya berasal dari Nafsu ingin melawan “BARAT” atau lebih  tegasnya melawan penjajahan KAPITALISME dan IMPREALISME BARAT ? Sehingga sebenarnya bukan lawan, melainkan menjadi Persekawanan. Betapa luhurnya sikap Nasionalisme Prof. T. L. Vanoani, seorang yang bukan Islam menulis “Jikalau Islam Menderita Sakit, Maka Ruh Kemerdekaan Timur Akan Menjadi Sakit Juga, Sebab Semakin Negara-Negara Muslim Kehilangan Kemerdekaannya, Maka Semakin Semena-Mena pula Imprealisme Eropa-Barat Menginjak-Injak Harga Diri Asia. Tetapi Saya Percaya Pada Asia-Sediakala Bahwa Ruhnya Akan Menang, Islam Adalah International, Dan Kalau Islam Merdeka, Maka Nasionalisme Kita Itu Diperkuat oleh Segenap Kekuatan Ihktikad International”.
            Bukan itu saja, banyak Nasionalis-Nasionalis kita  yang lupa, bahwa orang Islam dimanapun keberadaannya diseluruh Darul Islam, menurut Agamanya wajib bekerja untuk keselamatan orang-orang di Negara yang ditempatinya. Nasionalis itu juga lupa, bahwa orang Islam yang bersungguh-sungguh menjalankan ke-Islamannya, baik orang Arab, maupun orang India, baik orang Mesir maupun orang manapun juga, jikalau berdiam di Indonesia wajib pula bekerja untuk keselamatan Indonesia itu. Dimana orang-orang Islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya negeri tempat kelahirannya, didalam negeri yang baru itulah masih menjadi satu bagian dari pada rakyat Islam daripada persatuan Islam. Dimana-mana orang Islam bertempat, disitulah dia harus mencintai dan berjuang untuk keperluan negeri itu dan rakyatnya.


            Inilah Nasionalisme Islam !!!
Jika sempit dalam berpandangan dan sempit dalam pikiran Nasionalis yang memusuhi Islamisme ini, maka Sempit pula pandangan, dan sempit pikiran ia, karena ia memusuhi Azas, walaupun International dan Interrasial mewajibkan pada segenap pemeluknya yang ada di Indonesia, Bangsa apapun mereka, wajib mencintai tanah air dan berjuang bersama-sama untuk keperluan Indonesia dan rakyat Indonesia. Adakah keberatan untuk kaum Nasionalis sejati, untuk bekerja sama dengan kaum Marxis, oleh dikarenakan Marxisme itu sendiri International juga ?
            Nasionalis yang segan berdekatan dan bekerja sama dengan kaum Marxis, kaum Nasionalis semacam itulah menunjukan ketidak-mampuan atas perkembangan pengetahuan tentang putaran roda politik dunia dan sejarahnya. Ia lupa, bahwa asal pergerakan Marxis di Indonesia dan Asia juga merupakan tempat berasal pergerakan mereka. Mereka juga lupa bahwa pergerakan mereka acap kali sama dengan dengan arah tujuan pergerakan bangsanya yang Marxis itu tadi. Sama artinya dengan menolak kawan yang sejalan dan menambah daftar musuh karena lupa dan tidak mengerti akan artinya sikap dari saudara-saudara di lain Negaranya di Asia. Seumpamanya Almarhum Dr. Sun Yat Sen., Seorang panglima Nasionalis besar dengan kesenangannya bekerja sama dengan kaum Marxis walaupun beliau berkayikanan, bahwa peraturan Marxis pada saat itu belum bisa Legal di Negara Tiongkok. Oleh karena itu Negeri Tiongkok tidak memberi syarat yang cukup masak untuk mengadakan peraturan melegalkan Marxis itu. Perluka kita membuktikan lebih lanjut, bahwa Nasionalisme itu baik sebagai Azas yang timbul dari rasa ingin hidup menjadi satu-kesatuan. Sebagai bentuk rasa kesadaran rakyat, bahwa rakyat itu berada dalam satu golongan, satu bangsa. Walaupun satu perangai yang terjadi dari proses persatuan, hal dasar yang telah dijalani oleh rakyat, perlukah kita membuktikannya lebih lanjut bahwa Nasionalisme itu saja yang  memeluknya memiliki kemauan untuk berkawan dengan Islamisme dan Marxisme ??? perlukah kita lebih lanjut contoh sikap para pejuang-pejuang Nasionalis di Negara lain, yang bergandengan tangan bersama kaum Islamisme dan Marxime ???
            Kita rasa tidak !!! sebab rasa kepercayaan pada tulisan ini, walaupun pendek dan jauh kurang sempurna, sangat sudah cukup jelas untuk Nasionalis-Nasionalis kita untuk bersatu. Kita percaya, bahwa semua Nasionalis-Nasionalis muda berdiri disamping kita, kita juga percaya bahwa, masih banyak Nasionalis-Nasionalis kolot (Tua) yang mau bersatu. Kebimbangan mereka dengan persatuan ini yang membuat hatinya kecilnya untuk mengegerakan persatuan. Pada mereka itulah terutama tulisan ini kita gunakan untuk menggerakan mereka.
            Kita tidak merencanakan tulisan ini untuk Nasionalis-Nasionalis yang tidak ingin bersatu. Nasionalis yang seperti itu kita serahkan pada pengadilan sejarah, dan Mahkamah Sejarah Indonesia !!!!
Islamisme ke-islaman  sebagai fajar sehabis malam gelap gulita yang akan menutup abad-abad kegelapan, maka didalam abad ke-sembilan belas berkilau-kilauanlah dunia didalam ke-Islaman dua pejuangnya yang namanya tidak akan hilang didalam tulisan buku-buku sejarah Islam seperti Syekh Muhammad Abduh, Rektor Sekolah Tinggi Al-Azhar, dan Seyid Djamaluddin El-Afghni, dua orang panglima PAN-Islamisme yang telah membangunka dan menjunjung tinggi rakyat Islam diseluruh Benua Asia dari kegelapan dan kemunduran. Walaupun dalam sikapnya berbeda pandangan satu sama lain, Seyid Djamaluddin El-Afghni lebih radikal daripada Syekh Muhammad Abduh. Mereka berdualah yang membangunkan kenyataan-kenyataan islam tentang politik, terutama Seyid-Djamaluddin sebagai orang pertama yang membangunkan rasa perlawanan dihati sanubari rakyat-rakyat muslim terhadap pada bahaya Imprealisme Barat. Mereka berdua pula yang pertama mengkhotbahkan suatu barisan rakyat islam yang kokoh, guna melawan bahaya laten Imprealisme Barat.

            Sampai pada wafatnya di tahun 1896, Seyid Djamaluddin El-Afghni harimau PAN-Islamisme yang gagah berani itu berjuang dengan tiada hentinya, dalam menanam benih ke-Islaman dimana-mana, menanamkan rasa perlawanan terhadap penjajahan Barat, menanam keyakinan bahwa untuk melawan itu kaum Islam harus mengambil tekniknya “Kemajuan bangsa Barat dan mempelajari rahasia-rahasia kekuasaan Barat”. Benih-benih itupun tertanam seperti ombak yang semakin lama semakin hebat, seperti gelombang yang makin tinggi dan besar. Maka diseluruh dunia Muslim tentara-tentara PAN-Islamisme bersama-sama membangun dan bergerak dari Turkey dan Mesir, sampai ke Marroco, Kongo, Persia, dan Afghanistan, hingga membanjiri India sampai ke-Indonesia, gelombang PAN-Islamisme membasis dimana-mana.
            Begitulah rakyat Indonesia saat ini, yang tersadar akan tragis nasibnya sendiri sebagai sama-sama berdiri dibawah bendera hijau, muka kearah Qiblat, mulut melantunkan ayat suci “La Haula Wala Kawuta Illa Billah dan Fisabilillahi”. Mula-mula masih perlahan-lahan dan belum bisa terang-terangan di jalan yang dilalui, maka nanti akan semakin nyata menuju arah-arah yang cita-citakan, dan semaki banyak pula hubungannya dengan gerakan-gerakan Islam di Negara-Negara lainnya. Semakin teranglah sepak terjangnya dibumi Internasional. Semakin mendalamlah pendiriannya atas hukum-hukum agama. Karena tidak heranlah kita bila seorang profesor Amerika Ralston Hayden menulis “Pergerakan Sarekat Islam ini Akan Berpengaruh Besar Atas Situasi Politik Dikemudian hari”, bukan hanya di Indonesia saja, tetapi juga diseluruh dunia Timur. Ralston Hayden  dengan ini menyatakan keyakinan atas sikap International atas pergerakan Sarekat Islam itu sendiri. Dia juga menunjukan pula suatu pandangan yang jernih atas kejadian di masa depan yang belum terjadi pada saat dia menulis. Bukankah tujuannya telah terjadi ?? pergerakan Islam di Indonesia ikut menjadi cabang Mu’tamar-ul ‘Alamil Islam di Mekkah ? gerakan Islam Indonesia telah menceburkan diri dalam laut perjuangan Islam Asia !!!
            Makin mendalamnya pendirian atas keagamaan, pergerakan Sarekat Islam inilah yang menyebabkan keseganan kaum Marxis untuk merapatkan diri dengan pergerakan Islam, semakin lama kemukanya sifat Internasional itulah oleh kaum Nasionalis “KOLOT” dipandang tersesat. Hampir semua kaum Nasionalis Muda ataupun kolot, baik Evolutioner atau Revolutioner, memiliki keyakinan yang sama bahwa agama itu “Tidak Boleh Dibawa-bawa Kedalam Ranah Politik”. Sebaliknya bagi kaum Islamis “Fanatik” sama halnya dalam menghina politik Kebangsaan kaum Nasionalis, menghina politik kerezekian Kaum Marxis. Kaum islamis fanatik memandang politik Kebangsaan itu berarti sempit, dan mengatakan politik kerezekian itu sebagai kasar. Maka semakin sempurnalah perselisihan dari ketiganya.
            Para Nasionalis dan Para Marxis tadi menuduh pada gerakan Islam itu sebagai penyebab rusaknya keadaan negara-negara Islam karena Politik Islam, dan semakin membuat rendah derajat semuanya dibawah kendali politik pemerintahan Negara-Negara Barat yang Beradi Kuasa. Karena mereka gagal paham !! bukan Islamnya, melainkan pemeluknyalah yang salah memahami hukum perjuangan Islam. Sebab bila dipandang dari pendirian Nasional, dan pendirian Sosialistis, maka tinggilah derajat dunia Islam pada mulanya dan tidak ada bandingannya. Rusaknya kebesaran Nasional, rusaknya Sosialisme Islam, bukanlah disebabkan oleh agama Islam itu sendiri, melainkan rusaknya Islam dikarenakan telah rusaknya moral dan budi pekerti orang-orang yang menjalankannya. Sesudah Amir Muawiah mengutamakan Azas Kedinastian-Duniawi untuk aturan ke-Khalifaan, sesudah Khalifa-Khalifa itu menjadi Raja, maka padamlah tabiat Islam yang sebenarnya. Amir Muawiyah lah yang harus bertanggung jawab atas rusaknya nilai-nilai Islamisme yang sebenarnya bersifat Sosialisme dengan sebenar-benarnya. Begitulah Umar Said Tjokroaminoto berkata. Dipandang dari pendirian Nasional, tidakkah Islam telah melahirkan contoh-contoh kebesaran yang mencengangkan bagi siapa saja yang mempelajari sejarahnya, dan menjengkali bagi mereka yang mempelajari sejarah kulturnya. ??
            Islam telah rusak. .  karena yang menjalankannya telah rusak moral budi-pekertinya. Negara-Negara Barat telah banyak merampas Negara Islam, karena pada saat perampasan itu kaum Islamnya kurang tebal Tauhidnya. Karena itu menurut Wet Evolusi DSB “Susunan Pergaulan Hidup Bersama Sesudah Bersatu”. Satu keharusan sejarah negeri-negeri Barat Itu menjalankan perampasan itu tadi. Tebalnya tauhid itulah yang memberi keteguhan pada bangsa Riff menentang Imprealisme Bangsa Spanyol dan Perancis yang bermeriam lengkap.
            Islam sejati bukanlah yang anti-Nasionalisme, dan buka Islamis sejati yang anti-Sosialisme. Selama kaum islamis memusuhi paham-paham Nasionalisme yang luas budi dan Marxisme secara benar, selama itupula Islamis tidak berdiri diatas jembatan Sirothol Mustaqim. Selama itutidaklah ia bisa mengangkat Islam dari kenistaan dan kerusakan tadi. Kita tidak sama sekali mengatakan yang Islam itu setuju pada Matrealisme atau Perbendaan, juga tidak melupakan yang Islam itu melebihi bangsa, super-Nasional. Kita hanya mengatakan bahwa, islam sejati mengandung sifat-sifat yang Sosialis dan menerapkan kewajiban-kewajibannya yang menjadi sebuah kewajiban Nasionalis pula.
            Bukankah seperti yang sudah kita jelaskan, Islam sejati mewajibkan pemeluknya mencintai tanah air dan berjuang untuk negeri yang ia diami sekarang. Mencintai dan berjuang untuk rakyat, selama rakyat dan negaranya itu termasuk Darul Islam ? dan bukan sayid Djamaluddin saja yang menjadi penanam benih rasa Nasionalisme dan cinta tanah air. Arab Pasha, Mustafa Kamil, Muhammad Farid Bey, Ali Pasha, Ahmed Bey Agayef, Muhammad Ali dan Shaukat Ali semuanya adalah tokoh Islam yang mengajarkan cinta tanah air, semua propagandanya untuk Nasionalisme untuk Negara mereka sendiri. Hendaknya tokoh-tokoh Islam tadi menjadi teladan bagi Islamis-Islamis kita yang Fanatik dan sempit dalam memandang, juga yang tak suka mengetahui akan kewajibannya merapatkan diri dengan gerakan bangsanya yang Nasionalisme. Hendaklah Islamis-Islamis tadi mengingat, bahwa pergerakan anti-Kafir itu, bukanlah untuk ditunjukan kepada golongan-golongan yang berbeda paham dari Islamisme di Indonesia, tetapi anti-Kafir tersebut teruntukan untuk mereka dari bangsa lain yang melakukan Imprealisme. Islamisme sejati bukanlah yang demikian menjadi Islamis kolot yang tak mengerti perkembangan zaman, sehingga terus saling memusuhi yang berbeda dengan golongannya.
Demikian pula kita yakin bahwa golongan kaum Islamis ini dapat bersatu dengan kaum Marxis, walaupun hakikatnya dua pihak ini berbeda azas yang lebar sekali. Sangat pedihlah hati kita mengingat akan gelap gulitanya kondisi di Indonesia saat ini, tatkala juga beberapa tahun lalu kita menjadi saksi atas permusuhan dan pecahnya persaudaraan sebangsa antara kaum Marxis dan kaum Islamis, juga kita menjadi saksi telah terbelah menjadi dua tentara-tentara pergerakan Indonesia yang saling membunuh satu sama lainnya ?? dan sejarah kesaksian inilah yang membuat isi-isi sejarah kita menjadi SURAM !!! pertempuran dua saudara inilah yang membuang sia-sia kekuatan pergerakan kita, yang suatu kemustahilan saat akan menjadi semakin lama semakin kuat tadi.
            Alangkah begitu kuatnya pergerakan bangsa kita sekarang andaikan saja perang saudara itu antara Muslim dan Marxis itu tidak pernah terjadi. Niscaya kita tidak akan merusakan cita-cita kita bersama itu tadi. Pergerakan bangsa kita semakin maju dan kuat, walaupun sebesar apapun rintangan yang akan kita hadapi bersama. Kita berkeyakinan tidak ada halangan yang penting bagi persahabatan Muslim-Marxis itu tadi. Diatas juga sudah diterangkan, bahwa Islamisme yang sejati adalah mengandung sifat-sifat yang Sosialis, walaupun kita mengetahui bahwa Sosialisme Islam itu tidak bersamaan dengan Azas Marxisme. Oleh dikarenakan Sosialis Islamisme itu berazas SPIRITUALISME dan Sosialismenya Marxisme itu berazas MATREALISME (menilai dari perbendaan). Walaupun begitu, maka keperluan kita cukup untuk membuktikan bahwa Islam sejati itu Sosialisme adanya.
Kaum Islam juga tidak boleh lupa, bahwa Materalisme tentang sejarah menurut perbendaan (Matrealisme-Diallektika-History) inilah yang seringkali menjadi penunjuk jalan bagi mereka tentang kesenjangan ekonomi dan politik dunia yang sulit ditafsirkan. Mereka juga tidak boleh lupa terhadap metode Historis-Matrealisme (Ilmu sejarah yang dikaitkan dengan benda yang dihasilkan) dapat menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimuka bumi ini dengan cara menajamkan kejadian-kejadian yang akan datang (Hipotesa masa depan), adalah sangat berguna bagi mereka.
Kaum Islamis juga tidak boleh lupa, bahwa Kapitalisme (Musuh sejati Marxisme), ialah musuh Islamisme juga. Sebab sepanjang sepemahaman Marxisme, dalam hakikatnya tidak lain dari praktek “RIBA” menurut pandangan Islamnya. Dimana dalam teori Kapitalisme ialah memakan hasil pekerjaan orang lain, dan tidak memberikan imbalan yang setimpal atas jasa selama ia bekerja untuk menguntungkan Kapitalisme. Teory tersebut dimukakan oleh Prof. Dr. Karl Heinrich Marx (dikenal: Karl Marx) dan Prof. Dr Friederich Engels (dikenal : Engels) untuk menerangkan asal-muasalnya praktek KAPITALISME terjadi. Paham inilah yang menjadi nyawa segala peraturan yang bersifat KAPITALISTIS. Dengan memerangi inilah, kaum Marxisme memerangi Kapitalisme sampai ke akar-akarnya.


 Untuk Islamis sejati, tak semestinya memusuhi cara paham kaum Marxis yang memberi perlawanan terhadap peraturan praktek RIBA itu tadi. Karena Islam sejati pun turut memerangi peraturan praktek seperti itu, tak lupa melarang keras akan perbuatan memakan RIBA dan memungut bunga. Islamis mengerti bahwa RIBA ini pada hakikatnya pertentangan perlawanan dari perjuangan kaum Marxis itu sendiri.
Janganlah Memakan Riba Berlipat-Ganda dan Perhatikanlan Kewajibanmu Terhadap Allah, Moga-moga Kamu Beruntung : Al-Quran, surah Al-Imron ayat 128”.
            Pandangan Islamis yang luas ialah yang mengerti akan kebutuhan-kebutuhan perlawanan kita, pastilah setuju dengan persahabatan dengan kaum Marxis. Oleh sebab itu ia menyadarkan bahwa memakan RIBA dan pemungutan bunga menurut ajaran agama Islam adalah yang terlarang dan Sebuah perbuatan yang Haram. Dia menyadarkan bahwa inilah cara Islam memerangi praktek KAPITALISME sampai pada akar dan benihnya, oleh karena seperti yang sudah diterangkan dimuka, RIBA ini sama dengan dasar nyawanya praktek-praktek Kapitalisme itu tadi. Ia juga menyadarkan bahwa sebagai Marxisme Islam pula yang mempercayai Allah dengan pengakuannya atas Kerajaan Tuhan, adalah suatu protes atas kejahatannya Kapitalisme.

            Islamis yang Fanatik dan memerangi kelompok Marxis adalah Islamis yang tidak kenal dengan larangan-larangan dalam ajaran agamanya. Islamis yang demikian tak mengetahui sebagai Marxisme Islamisme yang sejati melarang penumpukan uang secara praktek Kapitalis, melarang penimbunan-penimbunan harta benda untuk kepentingan perut pribadi atau keluarganya sendiri ialah yang tak ingat akan ajaran kandungan ayat Al-Quran.
Tetapi Barang Siapa Yang Menumpuk-Numpuk Emas dan Perak dan Membelanjakannya Tidak Menurut Ajaran Allah, Maka Dia lah yang Akan Mendapatkan Celaka (Azabnya)”.  Ia mengetahui, bahwa sebagai Marxisme yang dimusuhi agama Islam dengan jalan yang memerangi praktek Kapitalisme dengan terang-terangan.
            Masih banyak lagi kewajiban-kewajiban dan ketentuan-ketentuan ajaran Islam yang bersamaan dengan tujuan-tujuan dari gerakan Marxisme itu tadi. Sebab bukankah hakikatnya zakat dalam agama Islam itu suatu kewajiban si-Kaya yang membagikan rezekinya kepada si-Miskin ??? pembagian kerezekian juga dikehendaki oleh Marxisme, tentu saja dengan cara Marxisme itu sendiri ?? bukankah ada kecocokan tafsir-tafsir  Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan” dengan Marxisme yang dimusuhi oleh banyak kaum islamis itu tadi ??
Bukankah Islam sejati ialah yang membawa “Perikemanusiaan atas Kemerdekaan persamaan Nasib dan Persaudaraan” ??
Bukankah Nabi didalam ajaran Islam sendiri telah mengajarkan persamaan itu dengan sabda : “Hai Aku Ini Hanyalah Manusia Sama Seperti Kamu, Sedari Aku Terlahir, Bahwa Tuhanmu Ialah Tuhan Yang Satu” yang terkutip didalam surah Al-Hujarat Ayat 13 yang berbunyi HAI MANUSIA, SUNGGUHLAH KAMI TELAH MENJADIKANMU DARI SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN , DAN KAMI JADIKAN DARI PADAMU BERSUKU-SUKU, DAN CABANG-CABANG KELUARGA SUPAYA KAMU SALING KENAL SATU SAMA LAIN ??? bukankah persaudaraan ini tidak tinggal sebagai persaudaraan sebatas teori saja. Dan ataukah bagi mereka yang bukan Islam diakui menjadi sebaliknya ??
            Hendaknya kaum Islam yang tidak mau merapatkan diri dengan kaum Marxis , harus ingat bahwa dalam pergerakannya mereka mempunyai cita-cita dan tujuan yang sama berbunyi “KEMERDEKAAN, PERSAMAAN, DAN PERSAUDARAAN
            Sangat disayangkan bila pergerakan Islam di Indonesia kita ini saling bermusuhan dengan pergerakan Marxis. Belum pernah ada di Indonesia ini pergerakan bersama-sama untuk saling membela rakyat. Di Indonesia sendiri pun belum pernah ada kerjasama antar pergerakan Islam dan pergerakan Marxis yang saling bergandengan dalam satu pergerakan rakyat yang begitu menggetarkan sampai ketulang sum-sum rakyat sebagai pergerakan yang menggerakan rakyat, menyadarkan rakyat yang tertidur dari tidur panjang selama penjajahan Kapitalisme Eropa di tanah Indonesia ini, bersatu menjadi satu pergerakan bagaikan terjangan banjir bah yang siap melantakkan kolonial-kolonialisme bangsa Eropa tadi !!!
            Berbahagialah kaum Islamis yang telah tersadar untuk mau bersatu, dan bahagialah mereka yang berjuang untuk menjalankan perintah-perintah agamanya untuk membela rakyat yang tertindas dan terjajah !!!
Bagi kaum Islamis yang belum tersadar dan masih Fanatik yang tidak menginginkan persatuan, maka merekalah yang akan bertanggung jawab terhadap sikapnya dihadapan Tuhannya !!!
            Marxisme !!!
            Mendengar perkataan ini, bagaikan suatu tampakan bayang-bayang penglihatan tergambar jelas berbondong-bondongnya kaum yang Mudlarat dari segala bangsa  dan Negera, dengan muka pucat, badan kurus, pakaian terkoyak-koyak, nampak jelas diangan-angan mereka akan munculnya suatu pembela kaum mudlarat dan seorang pahlawan bagi kaum mudlarat tadi. Seorang intelektualis dengan kemantapan hatinya dan kesadarannya akan mengingat mereka para pahlawan-pahlawan seperti didalam cerita dongeng kuno Negeri Germany yang sangat sakti dengan tiada tandingannya. Menjadi sebuah manusia yang hebat dengan kesungguhan hatinya menjadi pemimpin (Maha guru) pergerakan kaum buruh seperti Prof. Dr. Karl Heinrich Marx (Karl Marx).
 
            Seperti perjuangannya saat muda sampai wafatnya beliau, beliau tiada henti-hentinya membela dan memberi pencerahan kepada si-Miskin. Bagaimana mereka sampai bisa termiskinkan hingga menjadi sebuah kesengsaraan bagi mereka, dan juga bagaimana itu bisa mendapatkan Hak mereka (kemenangan kaum buruh). Tanpa lelah demi mencapai ia terus berusaha dan berjuang untuk pembelaan kaum mudlarat yang termiskinkan tadi. Begitulah perjuangannya di tahun 1883 sampai mengehembuskan nafas terakhirnya, seolah-olah sampai sekarang pun kita seperti masih mendengarkan suara teriakannya bagaikan suara gemuruh seperti didalam karya tulisannya pada tahun 1847 saat itu.
Kaum Buruh Seluruh Dunia Bersatulah menjadi Satu !!” sesungguhnya sejarah dunia belumlah mendengarkan pendapat dari seorang manusia, yang begitu cepatnya masuk dalam keyakinan dalam pergaulan hidup, seperti pendapat seorang dari tokoh seorang pahlawan kaum Buruh ini. Dari puluhan menjadi ratusan, dari ratusan menjadi ribuan, dari ribuan sampai jutaan pengikutnya yang selalu bertambah. Sebab walaupun teori-teorinya sangat tidak mungkin dan berat dilaksanakan bagi kaum Intelektualis dan para ahli sains, tetapi sangat mudah untuk dipahami oleh kaum-kaum tertindas dan terjajah seperti kaum melarat yang fikirannya selalu bergundah dan pasrah.
Berlainan arah dengan kelompok sosialis-sosialis yang lain, yang selalu mengira bahwa dalam mencapai cita-cita mereka harus selalu bersahabatan dengan buruh dan majikannya, seperti ungkapan Ferdinand Lessale “Yang Berteriak Untuk Sebuah Perdamaian, Maka Karl Marx Didalam Tulisannya Tidak Satu Kali Mempersoalkan Kasih dan Cinta, Membeberkan Pertentangan Kelas Bawah dan Mengajarkannya Untuk Terlepas Dari Kemalangannya Nasib Kaum Buruh, Dengan Perlawanannya Terhadap Kaum “Burjuasi” menjadi Sebuah Perlawan Yang Tidak Boleh Tidak yang Harus Terus Menuruti Peraturan Yang Dibuat Oleh Kapitalis.
Walaupun para pembaca bukunya sudah sedikit-sedikit mengetahui dan tersadar dengan apa yang diajarkan oleh Karl Marx, maka cukup bergunalah ilmunya itu kita pergunakan untuk “PENYADARAN” masyarakat seperti perjuangannya untuk mengingat jasa-jasanya.
Ia memberi tafsir pemikiran yang berdasarkan (Matrealisme dan Diallektika), dia juga menjelaskan “Bahwa Harga-Harga Barang Itu Ditentukan Oleh Banyaknya Tenaga Kerja Dalam Tiap Produksi Barang-Barang Itu, Sehingga Hasil Produksi tadi Dinilai dari Tiap Kalori (Tenaga) Yang Dikeluarkan Oleh Para Pekerja Itu Tadi, Dan Tiap Kalori (Tenaga) Yang Dikeluarkan Patut Dibayar Dengan Harga Setimpal, Karena dari Jasanya Mereka Dapat Meraup Keuntungan Dari Hasil Produksi”.
Dia juga menjelaskan, bahwa “Keuntungan yang didapat dari hasil produksi para buruh-buruh yang dikerjakan, sangat tidak sebanding nilai keuntungan dengan upah (Gaji) yang didapat oleh buruh yang telah membuat usahanya menjadi untung”.  Dalam pelajaran sejarah yang didasarkan oleh perbendaan, menafsirkan “Bukan Moral akal manusialah yang menentukan keadaan, tetapi keadaan sebaliknyalah yang dalam pergaulan dalam bersosial di kehidupannya yang menentukan moral akal manusianya”.  Dalam teorinya pula mengajarkan “oleh karena keuntungan dalam memberi upah kecil  semakin membuat para Kapital (Pemodal) makin lama mendapat untung yang sebesar-besarnya, dan Kapitalis-kapitalis kecil akan bersatu (Monopoli) untuk menghasilkan modal yang besar (Sentralisasi-Kapitalisme),  yang terus menjadi pesaing bagi pengusaha-pengusaha kecil (Usaha Kegiatan Masyarakat) dan akan mematikan tiap usaha-usaha kecil ini karena kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan Kapitalis yang semakin besar dan terus menggurita ditiap Teritorial untuk mengembengkan Perusahaannya.
            Dalam teorinya juga menjelaskan mengenai peraturan dalam permodalan (Investasi) ini, akan semakin membuat kaum kelas bawah termatikan dan terus menimbulkan rasa dendam yang sangat besar, karena dengan permodalan ini mata pencarian mereka akan mati, dan lahan-lahan tanah mereka akan terus tergusur karena pemekaran usaha para pemodal-pemodal besar ini mendirikan cabang perusahaannya. Meskipun musuh-musuhnya para kelompok Anarkhis, sama-sama menganut ajaran teorinya Marx yang sudah dijabarkan sedikit di atas pada tahun 1825. Dengan cara Historis-Matrealisme menjabarkan, sejarah-sejarah itu untuk menceritakan kejadian-kejadian yang sedang terjadi, sedangkan “Ilmu Ekonomi” untuk menjabarkan penyebab atas kejadian kesenjangan-kesenjangan yang terjadi didalam masyarakat.  Dalam teori-teori ini tidak memiliki arti yang sempit, tetapi teori ini bersifat untuk umum dan memiliki pengertian yang sangat dalam di tiap bagian-bagian analisa sosial-ekonomi masyarakat.
            Dengan jalan perjuangan yang jauh dari kata kesempurnaan, disini kita mencoba membuktikan bahwa, paham Nasionalis, Islamisme, dan Marxisme didalam negeri yang sedang terjajah bisa saling melengkapi satu sama lainnya. Dengan jalan yang jauh kurang kesempurnaann ini kita masih dapat meniru contoh-contoh yang teladan dari para pemimpin revolusi dunia sebelumnya.  Tetapi kita yakin, dengan terang-benderang menunjukan kemauan kita untuk bersatu. Kita juga yakin, bagi siapa yang ingin membawa kita semua menuju persatuan, maka akan siap menjadi pahlawan yang akan membawa kita ke-arah kebesaran menuju kemerdekaan bersama. Kita meyakini pula, bahwa rencana kita dalam persatuan ini bukan karena atas kemauan satu pihak golongan saja, tetapi semua golongan patut berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 
            Untuk mencapai persatuan itu, kita semua bisa berdiri bersama menjadi seorang oragnisatoris Nasionalis Mahatma Gandhi yang mampu menyatukan semua golongan. Indonesia pun akan turut bangga mempunyai tokoh-tokoh seperti Umar Said Tjokroaminoto, Tjipto Mangunkusumo, dan Semaun, dan Indonesia pun sebentar lagi memiliki Putera-Puteri yang siap mencatatkan dalam sejarah persatuan Indonesia.
            Kita bisa menerima, maka kita juga harus mampu memberi. Inilah rahasia persatuan. Persatuan tidak bisa terjadi, bila masing-masing pihak tidak dapat banyak memberi.
Kalau kita semua telah tersadar bahwa kekuatan hidup itu terletak pada mereka yang mampu menerima perbedaan, dan dalam hal memberi, kalau kita sadar bahwa perceraian itu adalah awal perbudakkan bangsa. Jika kita tersadar permusuhan itu dapat menyebabkan perpecahan suatu bangsa. Maka dari itu ruh rakyat yang mempunyai kekuatan untuk selalu menjunjung tinggi sinar mentari yang siap menerangi negeri gelap gulita menuju kearah terangnya sebuah bangsa. Jika keberhasilan kita dalam menerangi sesama, itu karena atas jasa bersatunya  Rakyat Indonesia dalam mencapai sinar sang fajar yang sudah dekat !!!