Rabu, 28 Januari 2015

Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan




A. Latar Belakang
Liberalisasi (kapitalisasi) pendidikan tinggi merupakan penerapan sistem kapitalisme pendidikan tinggi, dengan modus utamanya integrasi pendidikan tinggi dengan pasar global. Liberalisasi pendidikan tinggi berawal dari apa yang dilakukan oleh aktor-aktornya, yaitu Multi National Corporation (MNC) yang dibantu oleh Bank Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat oleh WTO untuk terjun dalam arus globalisasi berdasarkan paham neoliberalisme.
Sebagai salah satu varian kapitalisme, neoliberalisme merupakan bentuk modern liberalisme klasik dengan 3 (tiga) ide utamanya; yaitu pasar bebas, peran negara yang terbatas, dan individualisme (yakni kebebasan dan tanggung jawab individu). Implikasi dari perpaduan ide pasar bebas dengan marjinalisasi peran negara dan pengutamaan tanggung jawab individu, adalah dijauhkannya peran dan tanggung jawab negara dalam kegiatan ekonomi, termasuk pembiayaan pendidikan. Pelepasan tanggung jawab negara dalam pendidikan dilegalkan dengan istilah lain yang menipu: "pembebasan pendidikan dari intervensi negara".
B. Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan 
Liberalisasi pendidikan tinggi yang sedang terjadi melalui jalur pasar bebas memang harus dihadapi dengan sangat hati-hati oleh negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Implikasi jangka panjang dari globalisasi pendidikan tinggi tersebut belum sepenuhnya dapat diperkirakan, dan karena itu kebijakan-kebijakan antisipatif perlu dirancang secermat mungkin agar globalisasi tersebut tidak sampai menghancurkan sektor pendidikan tinggi seperti yang terjadi dengan globalisasi sektor pertanian. Agar dampak seperti itu tidak terjadi, negara berkembang perlu merumuskan strategi yang paling tepat sebagai berikut:
Strategi pertama, meskipun konstelasi kekuasaan global yang ada saat ini tidak memungkinkan perguruan tinggi Indonesia, seperti halnya dengan banyak universitas di negara-negara lain, untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang kuat untuk menggoyahkan arsitektur kekuasaan global di bawah monopoli GATT/WTO, namun dalam perspektif jangka panjang melalui pengembangan forum dan jaringan kerjasama regional dan internasional memiliki ruang yang cukup lebar untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang berarti. Reaksi masyarakat pendidikan tinggi terhadap masuknya pendidikan dalam GATS cukup luas. Assosiasiasi Perguruan Tinggi Amerika dan Kanada, Asosiasi Rektor Uni Eropa, Persatuan Naib Kanselor India, Majelis Rektor dan Perguruan Tinggi Indonesia secara terbuka telah menyampaikan himbauan kepada pemerintah masing-masing untuk meninjau pemberlakuan pendidikan tinggi sebagai komoditi yang diatur melalui GATS. Forum Rektor Indonesia yang mewakili 2300 perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat telah menginisiasi kerjasama antar universitas (di tingkat nasional, regional dan internasional) untuk mendesak Pemerintah Indonesia agar mempertimbangkan kembali rencana WTO untuk memasukkan “pengetahuan” sebagai salah satu kategori “komoditi” ke dalam General Agreement on Trade in Services (GATS) yang akan ditandatangani pada bulan Mei tahun 2005. Bila langkah tersebut dilaksanakan dalam sinergi yang kokoh dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh berbagai konsorsium universitas-universitas di Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, India, dan Jaringan Universitas ASEAN, keberhasilan kebijakan yang dimaksud dapat diharapkan akan dapat mengikuti keberhasilan Forum Sosial Dunia dalam bidang pertanian.
Strategi kedua, dalam menyikapi globalisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi, masyarakat pendidikan tinggi Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat, harus mengambil sikap terbuka dan positif. Di seluruh dunia memang sedang terjadi perkembangan, walau pun dengan kecepatan yang berbeda-beda antar negara, menuju deregulasi pendidikan tinggi. Masyarakat sudah mulai harus diajak ke pemikiran yang lebih terbuka bahwa fungsi layanan pendidikan tinggi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. UU Sisdiknas sudah menganut paradigma seperti itu. Dengan demikian lembaga-lembaga swasta pun perlu diberi kesempatan yang besar dalam penyediaan layanan tersebut. Kesempatan yang sama perlu dibuka untuk lembaga pendidikan komersial dari luar negeri, tetapi dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan nasional. Liberalisasi pendidikan tinggi harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia melalui langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Liberalisasi dilaksanakan secara gradual (progressive liberalization) jangka pendek, menengah dan panjang.
  2. Sesuai tujuan kebijakan nasional
  3. Memperhatikan tingkat perkembangan setiap negara
  4. Fleksibilitas bagi negara berkembang.
Strategi ketiga yang perlu ditempuh oleh Indonesia dalam menghadapi globalisasi pendidikan tinggi adalah melalui pendekatan jaminan mutu dan akreditasi sesuai standar internasional. UGM merupakan salah satu PTN yang secara serius mengembangkan program jaminan mutu dan menerapkan siklus penuh jaminan mutu.
Kegiatan tersebut perlu dilanjutkan dengan program akreditasi internasional terhadap program studi dan unit penyelenggara kegiatan pendidikan tinggi. Melalui program tersebut diharapkan pengakuan internasional terhadap perguruan tinggi Indonesia akan semakin meningkat.
Strategi keempat yang perlu ditempuh oleh Indonesia adalah meningkatkan sistem akreditasi nasional menjadi sistem akreditasi regional dengan memanfaatkan jaringan perguruan tinggi regional, Asean University Network (AUN) dan Association of Southeast Asian Institute of Higher Learning (ASAIHL) untuk mengembangkan sistem akreditasi regional. Southeast Asia Ministry of Education Organization (SEAMEO) sebagai organisasi para menteri pendidikan adalah badan regional yang paling tepat untuk berfungsi sebagai kekuatan moral dan mempunyai legitimasi untuk mendorong program akreditasi regional tersebut. Apabila program akreditasi regional dapat berjalan dengan baik, mungkin tidak terlalu sukar transisi ke program akreditasi internasional yang akan lebih memperbesar akses ke masyarakat internasional.
Liberalisasi pendidikan tinggi ini harus dicermati dan dikritisi oleh semua pihak, khususnya mereka yang berwenang dan berkecimpung di dunia pendidikan tinggi. Ada setidaknya 2 (dua) alasan. Pertama, karena liberalisasi pendidikan merupakan suatu proses konspiratif (kongkalikong) yang jahat. Kedua, karena liberalisasi pendidikan menimbulkan dampak-dampak destruktif yang berbahaya.
C. Penutup
Globalisasi dan liberalisasi merupakan sesuatu yang akan terjadi dan mempengaruhi segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Pendidikan sebagai upaya sadar sekaligus manusiawi, mau tidak mau harus menerima perubahan akibat globalisasi, karena merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan.
Liberalisasi pendidikan tinggi tidak akan terjadi kalau tidak ada aktivitas aktor-aktor utama dan aktor pembantu yang saling bekerjasama dalam proyek globalisasi berdasarkan neoliberalisme sejak tahun 1980-an. Agar pendidikan sebagai wahana untuk pembentukan jati diri bangsa tidak luntur karena globalisasi, maka diperlukan adanya filter agar budaya yang masuk lewat globalisasi tidak merusak pendidikan itu sendiri, sehingga walaupun ada globalisasi warga negara tetap memperoleh pengetahuan yang mencerahkan kehidupannya. Liberalisasi pendidikan tinggi perlu strategi perlawanan dengan langkah politik dan langkah ideologi.