1.1.Pendahuluan
Tari
piring atau yang biasa urang Awak sebut “Tari
Piriang” merupakan salah satu tarian
tradisional khas Indonesia yang terbilang sangat unik karena saat pentas
menarikannya para penarinya sambil membawa-membawa dua buah piring di kedua
tangan para penari. Namun sayangnya, walau tari piring sudah sangat membumi
sampai ke taraf Internasional, kita banyak tidak mengetahui sejarah asal-usul
tari piring. Hal seperti ini yang sangat di sayangkan, terutama karena tari
piring ini merupakan seni Tradisional dari Minangkabau yang wajib dipertahankan
oleh setiap generasi bangsa Indonesia.
Pada mulanya, Tari Piring ini
merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat Minangkabau yang mayoritas masih
mempercayai kepercayaan terhadap Dewa-Dewa, mereka percaya bahwa dewa sudah
memberikan kepada rakyat hasil panen yang sangat melimpah, serta melindungi
dari Balak mara bahaya. Sebab itu
gadis-gadis penari akan memberikan hasil panen mereka kepada dewa yang ditaruh
diatas piring.
Para gadis-gadis penari memakai
pakaian adat yang cantik serta berprilaku lemah lembut guna menghadap dewa.
Sesaji tersebut dibawa kehadapan dewa sambil menari dengan meliuk-liukkan tubuh
mereka dan piring yang ada ditangan untuk menunjukan kemampuan mereka. Inilah
awal mula terciptanya tari piring yang disinyalir telah dilakukan sejak 800
tahun yang silam.
Tarian ini bahkan terus mengalami
perkembangan sesuai perkembangan zaman pemerintah sriwijaya, yang membuatnya
sangat dikenal di seluruh wilayah Sumatera Barat. Setelah kerajaan Sriwijaya
ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit pada abad ke-16 maka beberapa penari pun
ikut pindah ke melayu sebagai pengungsi dari daerah Sriwijaya. Mereka tiba di
Malaysia serta Brunei Darusalam yang memiliki latar budaya berbeda dengan
budaya Minangkabau. Karena itulah tarian piring yang berada di daerah tersebut
kemudian berubah karena mereka harus mengikuti adat dari Melayu sehingga
terjadi sejarah asal-usul tari piring di daerah Melayu.
Minangkabau sendiri terjadi
perubahan yang sangat drastis pada tari piring khas daerahnya. Terlebih setelah
agama Islam masuk atas usungan dari kerajaan majapahit membuat persembahan pada
dewa tidak lagi dibutuhkan. Selanjutnya tari piring justru menjadi tarian
sesembah untuk para Raja-raja maupun pejabat teras kerajaan sebagai hiburan
pada acara besar dan khusus di kerajaan. Namun tarian ini sangat populer di
kalangan rakyat Minang, maka rakyat pun melakukan tarian yang sama pada acara-acara
di pesta rakyat. Dengan perkembangannya sebagai tarian persembahan untuk
menghibur raja dan para tamu raja, maka tari ini juga digunakan sebagai
persembahan dalam acara pernikahan dimana sepasang mempelai dianggap sebagai
Raja dan Ratu sehari.
Di Malaysia sendiri, tari
piring dipersembahkan ketika majelis
perkawinan terutama bagi keluarga yang berada, Bangsawan, dan Hartawan di
sebuah kampung. Tarian ini biasa dilihat dikawasan Seremban, Kuala Pilah, dan
Rembau oleh kumpulan tertentu. Ada yang dipersembahkan dengan pakaian lengkap
dan pakaian tari tidak lengkap. Sedikit bayaran akan dikenakan jika menjemput
perkumpulan tarian ini mempersembahkan tari piring berdurasi selama 10-20 menit
diperuntukan untuk mempersembahkan tarian ini.
Tari piring dan pencak silat dipersembahkan
dihadapan mempelai diluar rumah. Majelis perkawinan atau sesuatu menyangkut
acara besar, majelis akan lebih meriah jika diadakan acara tari piring. Namun begitu
segelintir masyarakat tidak dapat menerima kehadiran kumpulan tarian, karena
dianggap ada percampuran laki-laki dan perempuan. Bagi mengatasi masalah
tersebut, kumpulan tari hanya di peruntukan hanya untuk para gadis-gadis saja. Kira-kira
8 abad yang silam, tari piring telah ada di wilayah kehuluan Melayu. Tari piring
identik dengan Sumatera Barat. Sehingga masa kerajaan Sri Vilaya, eksistensinya
masih ada bahkan menjadi tradisi. Pada saat masa-masa kejayaan kerajaan
majapahitlah, tepatnya pada abad ke-16, kerajaan Sri Vijaya dipaksa runtuh.
Namun demikian, tari piring lantas
tidak ikut lenyap. Bahkan, tari piring terus mengalami perkembangan ke
wilayah-wilayah Melayu lain, seiring hengkangnya pengagum setia Sri Vijaya. Bergantinya
pelaku peradaban memaksa adanya perubahan konsep, orientasi, dan nilai pada
tari piring.
2.1.Sejarah Tari piring
Pada
mulanya, Tari Piring ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat Minangkabau
yang mayoritas masih mempercayai kepercayaan terhadap Dewa-Dewa, mereka percaya
bahwa dewa sudah memberikan kepada rakyat hasil panen yang sangat melimpah,
serta melindungi dari Balak mara bahaya.
Sebab itu gadis-gadis penari akan memberikan hasil panen mereka kepada dewa
yang ditaruh diatas piring.
Para gadis-gadis penari memakai
pakaian adat yang cantik serta berprilaku lemah lembut guna menghadap dewa.
Sesaji tersebut dibawa kehadapan dewa sambil menari dengan meliuk-liukkan tubuh
mereka dan piring yang ada ditangan untuk menunjukan kemampuan mereka. Inilah
awal mula terciptanya tari piring yang disinyalir telah dilakukan sejak 800
tahun yang silam.
Tarian ini bahkan terus mengalami
perkembangan sesuai perkembangan zaman pemerintah sriwijaya, yang membuatnya
sangat dikenal di seluruh wilayah Sumatera Barat. Setelah kerajaan Sriwijaya
ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit pada abad ke-16 maka beberapa penari pun
ikut pindah ke melayu sebagai pengungsi dari daerah Sriwijaya. Mereka tiba di
Malaysia serta Brunei Darusalam yang memiliki latar budaya berbeda dengan
budaya Minangkabau. Karena itulah tarian piring yang berada di daerah tersebut
kemudian berubah karena mereka harus mengikuti adat dari Melayu sehingga
terjadi sejarah asal-usul tari piring di daerah Melayu.
Minangkabau sendiri terjadi
perubahan yang sangat drastis pada tari piring khas daerahnya. Terlebih setelah
agama Islam masuk atas usungan dari kerajaan majapahit membuat persembahan pada
dewa tidak lagi dibutuhkan. Selanjutnya tari piring justru menjadi tarian
sesembah untuk para Raja-raja maupun pejabat teras kerajaan sebagai hiburan
pada acara besar dan khusus di kerajaan. Namun tarian ini sangat populer di
kalangan rakyat Minang, maka rakyat pun melakukan tarian yang sama pada acara-acara
di pesta rakyat. Dengan perkembangannya sebagai tarian persembahan untuk
menghibur raja dan para tamu raja, maka tari ini juga digunakan sebagai
persembahan dalam acara pernikahan dimana sepasang mempelai dianggap sebagai
Raja dan Ratu sehari.
Di Malaysia sendiri, tari
piring dipersembahkan ketika majelis
perkawinan terutama bagi keluarga yang berada, Bangsawan, dan Hartawan di
sebuah kampung. Tarian ini biasa dilihat dikawasan Seremban, Kuala Pilah, dan
Rembau oleh kumpulan tertentu. Ada yang dipersembahkan dengan pakaian lengkap
dan pakaian tari tidak lengkap. Sedikit bayaran akan dikenakan jika menjemput
perkumpulan tarian ini mempersembahkan tari piring berdurasi selama 10-20 menit
diperuntukan untuk mempersembahkan tarian ini.
3.1.Urutan Gerakan Tari Piring yang
Menjadi Asal-Usul Sejarah
Tari
piring akan dimulai setelah pemusik memukul “Gong” sebagai tanda bermulainya acara. Kemudian para penari akan
masuk ke dalam arena pentas dengan memberi sembah pada raja atau pengantin sebanyak
tiga kali sebagai tanda pengehormatan mereka. Selanjutnya tarian dimulai dengan
meliuk-liukan piring kekanan dan kekiri sesuai dengan hentakan musik dalam
gerakan dinamis yang cepat, namun piring tetap tidak boleh lepas dari genggaman
tangan. Bila piring sampai terlepas maka penarinya akan menerima rasa malu yang
luar biasa terutama dari masyarakat adat minang sendiri.
Gerakan tari ada yang mengambil
sikap gerakan silat tradisional Minangkabau, terutama untuk tarian yang ditarikan
oleh laki-laki. Piring yang dibawa juga saling ditumbukkan satu sama lain agar
muncul suara dentingan yang indah, namun terkadang penari juga mengenakan
cincin pada kedua jari tengahnya untuk menghasilkan bunyi-bunyi dentingan.
Sudah terdapat susunan piring yang
tersusun dilantai dengan khusus yang mengarah menuju kehadapan pengantin,
kemudian penari akan bergerak mundur dengan langkah tetap menginjak susunan
piring tadi, Namun tidak boleh sekali-kali menunjukan punggungnya pada
pengantin. Setelah penari berhasil kembali keposisi awalnya dengan mengikuti
susunan piring maka mereka kembali melakukan sembah penutupan pada pengantin
sebanyak tiga kali.
Pada tari piring yang lebih extream,
biasanya piring dilemparkan kelantai untuk dipecahkan kelantai dan tarian
dilanjutkan dengan penari menari diatas piring yang pecah. Ajaibnya para penari
tersebut terus menari terus tanpa merasakan kesakitan ataupun terluka akibat
pecahan piring yang mereka injak tadi. Tarian ini diiringi oleh alat musik
Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari
tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerakan tari yang
cepat, dan di selingi dentingan dua cincin di jari-jemari para penari terhadap
piring yang dibawakannya. Hal kemudian menjadi salah satu keunikan yang membuat
sejarah asal usul tari piring semakin terkenal didunia.
4.1. Fungsi Tari Piring
Awal
mulanya fungsi dari tari piring di daerah Minangkabau sendiri, belum seperti
fungsi pada sekarang ini. Dimana awal-mulanya kegunaan tari piring ini dipakai
oleh Minangkabau ketika saat pada musim panen tiba, yang dimana tari piring ini
dimanfaatkan oleh masyarakat Minangkabau ketika itu mempunyai tujuan untuk
memberi perkataan rasa syukur pada dewa-dewi padi, dimana telah memberikan
hasil panen yang berlimpah-ruah pada masyarakat Minangkabau. Selain itu pada
zaman tersebut, tari piring ini digerakkan atau dipentaskan oleh beberapa
pemuda-pemudi Minangkabau.
Bersamaan dengan masuknya serta
terbentuknya kerajaan-kerajaan yang berjalan pada daerah Minangkabau, selain
itu juga fungsi serta tujuan dari tari piring juga beralih fungsi. Dimana saat
kerajaan di Minangkabau (kerajaan Pagaruyung) tari piring ini dipakai oleh
orang-orang Minangkabau sebagai alat untuk pemberian rasa kehormatan pada
beberapa anggota kerajaan, terlebih pada raja yang memimpin ketika itu. Namun,
tari piring pada zaman ini dapat dapat dimanfaatkan ketika tamu-tamu agung
kerajaan datang.
Setelah majunya dan telah menyatunya
segala masyarakat-masyarakat yang ada di negara ini serta terlebih daerah
Minangkabau atau di zaman modern ini, tari piring ini masih dipakai oleh
masyarakat Minangkabau, tetapi tujuan dari manfaat tari piring ini dapat juga
beralih meskipun fungsinya tetap sama seperti di zaman dulu.
Dimana sekarang ini orang-orang
Minangkabau mempergunakan atau mempestakan tari piring ketika ada sesuatu acara
pesta pernikahan yang berlangsung di daerah Minangkabau dan diluar daerah
Minangkabau (penduduk atau masyarakat keturunan Minangkabau). Dimana pada
sekarang ini kegunaan tari piring ini tetap sama dengan manfaat tari piring
pada awal-mulanya. Bedanya di zaman dahulu tari piring berperan hanya untuk
memberi rasa syukur dan pujian kepada raja, tetapi sekarang ini yang dikira
raja dalam manfaat tari piring ini yaitu ke dua mempelainya yang tengah
menikah. Terkecuali dipentaskan ketika satu acara pernikahan, tari piring pada
sekarang ini juga dipentaskan ketika ada satu tamu agung yang datang kedaerah
Sumatera Barat.
5.1.Filsafah Tari Piring
Tari
piring sendiri mempunyai peranan yang besar didalam adat istiadat perkawinan
masyarakat Minangkabau. Pada dasarnya, persembahan sebuah tari piring di
majelis-majelis perkawinan adalah bertujuan untuk sebagai hiburan semata-mata. Namun
persembahan tersebut boleh berperanan lebih dari itu. Persembahan tari piring
didalam sebuah majelis perkawinan boleh dirasai peranannya oleh empat pihak
yaitu, kepada pasangan pengantin kepada tuan rumah kepada orang ramai kepada
penari.
Pasangan pengantin adalah orang yang
dirayakan didalam majelis-majelis perkawinan, mereka digelarkan “Rajo Sahari”. Oleh
karena itu, persembahan tari piring dihadapan mereka adalah pelengkap kepada
hari bersejarah tersebut. Dalam masa yang sama, pasangan pengantin akan
merasakan kehadiran penari seperti “raja sehari” yang sedang dinanti-nantikan
oleh orang ramai dengan simbolik ‘selamat datang’ melalui tari piring. Dalam masa
yang sama juga akan dirasakan oleh kedua orang tua keluarga pengantin, mereka
merasakan bahwa majelis persandingan tersebut belum tamat dan tidak lengkap
jika disertai dengan tari piring.
Dikalangan orang ramai yang
menghadiri acara perkawinan itu pula, selain sebagai suatu hiburan, mereka
boleh memberi semangat kepada para penari piring agar membuat persembahan
menjadi lebih meriah. Malah, terkadang orang ramai yang menonton akan turut
serta menyertai persembahan tersebut, semata-mata untuk memeriahkan suasana dan
menunjukan kebolehan mereka, Keadaan ini agak berbeda pula kepada para penari
piring itu sendiri. Setengah dari para penari yang masih bujang, menunjukan
kehebatan merekaa menari untuk bertujuan memikat gadis-gadis pengiring dari
pihak yang bertandang atau gadis-gadis sekampung yang sedang menonton acara
persembahan mereka.
Suatu perkara menarik bgi penari
piring pentas untuk menunjukan kebolehan dan kecakapan penarinya memijak-mijak
kaca di atas pentas sebagai mengakhiri persembahan tari piring. Didalam persembahan
ini kaca yang telah dipecah-pecahkan berukuran antara tiga hingga delapan
sentimeter (3-8 Cm) yang ditumpukan diatas pentas yang kemudian dipijak-pijak
serta di kais-kais dengan kaki para penari. Simbolik kepada acara ini ialah
para pembawa hidangan sedang melalui atau memijak kaca piring yang pecah semasa
mereka membawa sajian lauk-pauk untuk diberikan kepada dewa.
6.1.Kesimpulan
Bahwa
didalam tari piring mempunyai nilai-nilai trasedental, yang dimana nilai-nilai
trasedental ini ada dalam tata langkah pelaksanaan tari piring. Dimana piring-piring
yang dipegang oleh beberapa penari ini disusun keatas, dimana memperlihatkan,
bahwa piring diatas mempunyai tujuan untuk kearah tuhan (trasendental) serta
tampak dalam manfaat serta maksud tari piring adalah untuk mengucapkan rasa
syukur serta rasa terima kasih kepada sang pencipta yang telah memberikan
nikmat nya kepada masyarakat Minangkabau.
Walaupun tari piring terus mengalami
perubahan dan perkembangan dari zaman dahulu, zaman raja melayu, hingga zaman
modern ini. Tari piring tetap lah bagian terpenting didalam acara
persembahan-persembahan di Minangkabau dan diluar Minangkabau sendiri, sebagai
dasar Simbolik penghormatan kepada tuan yang mempunyai acara besar (Baralek
Gadang).
7.1.Daftar Pustaka
http://www.portalsejarah.com/sejarah-asal-usul-tari-piring-serta-perkembangannya.html