DIBAWAH BENDERA REVOLUSI JILID 1
Nasionalisme - Islamisme - Marxisme Menurut Soekarno
Karya Tulis : Ir. Soekarno
Nasionalisme –
Islamisme – Marxisme (DBR jilid 1)
Sebagai Arya Bumi Putera yang terlahir
dalam zaman perjuangan, maka Indonesia Muda
inilah melihat cahaya di hari pertama dalam zaman rakyat-rakyat Asia lagi
berada dalam keadaan tak baik dengan nasibnya, tak baik dengan nasib
ekonominya, tak baik dalam situasi nasib politiknya, dan tak baik dengan segala
nasib yang lain-lainnya.
Dimana zaman “senang
dengan apa adanya” , sudah berlalu. .
Zaman baru adalah zaman
muda, dimana “Dunia sudah datang sebagai sang fajar yang menarangi dunia”.
Teori zaman dahulu yang
mengatakan “Siapa
jang ada dibawah, harus terima senang, jang dianggap tjukup harga, duduk
didalam perbendaharaan riwajat jang barang kemasannya berguna untuk memelihara
siapa jang lagi berdiri dalam hidup”. Kini sudah tak mendapat lagi pengakuan lagi
oleh rakyat-rakyat Asia itu, bahwa rakyat yang mempertuankannya adalah sebagai “Voogd” yang kelak kemudian hari akan “Ont”voogden" mereka. Semakin lama
semakin tipislah kepercayaan bahwa rakyat yang mempertuankannya itu ada sebagai
“Saudara Tua” yang dengan kemauan
sendiri akan melepaskan mereka bilamana mereka sudah menjadi dewasa atau Akil
Balig.
Sebab
tipisnya kepercayaan itu adalah berlandaskan pengetahuan, dan berlandaskan
keyakinan, bahwa yang menyebabkan kolonialisasi (Penjajahan berkelompok/sistem)
itu bukanlah keinginan pada kemasyuran, bukan juga keinginan ingin melihat
dunia bangsa asing, bukan keinginan merdeka, dan bukan pula oleh negeri rakyat
yang menjalankan kolonial itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk.
Sebagai yang telah diajarkan oleh Gustav Klemm “kolonialisasi terjadi karena
faktor soal kerezekian yang teristimewah (mendapat wilayah strategis dan menguntungkan)”. Begitulah Dietrich Schafer
berkata “kekurangan material kerezekian/mata pencarian itulah yang menjadi
sebab rakyat-rakyat Eropa mencari kerezekian di negara lain dengan
Kolonialisme”, itu pula yang menjadi penyebab rakyat Eropa tadi
menjajah negeri-negeri, dimana mereka bisa mendapatkan rezeki (Keuntungan
pencarian) itu tadi. Itulah yang membuat “Ontvoogding”-nya
negara-negara yang menjajah negeri-negeri terjajah itu tadi sebagai suatu
barang yang sukar dipertanyakan.orang-orang tak akan segampang itu melepas
bakul nasinya jika melepas bakulnya dapat mendatangkan kematiannya (Kelaparan).
Begitulah
bertahun-tahun, berwindhu-windhu, rakyat-rakyat Eropa menjajah negara-negara di
Asia. Berwindhu-windhu harta dan kerezekian negara Asia dikeruk untuk
dimasukkan ke Negara Eropa. Teristimewah Eropa-Baratlah yang bukan main
menambah kekayaannya lewat hasil menjajah. Begitu tragisnya riwayat-riwayat
negara yang terjajah !!
Dan kesadaran akan
tragedi penjajahan inilah yang menyadarkan rakyat-rakyat yang terjajah itu
tadi. Sebab, walaupun lahirnya termiskinkan dan tunduk akan penjajahan, maka Spirit Of Asia masih kekal !! ruh Asia
masih hidup sebagai api yang tidak pernah padam !! kesadaran akan nasib tragis
inipula yang sekarang menjadi nyawa pergerakan rakyat di Indonesia, walaupun
dalam maksudnya sama, ada mempunyai tiga kutub Ideologi : NASIONALISTIS, ISLAMISTIS dan MARXISTIS adanya.
Mempelajari, mencari hubungan dari ketiga kutub ideologi itu
membuktikan, bahwa tiga haluan itu berada didalam negeri yang terjajah. Tak
berguna berseteru dan berselisih satu sama lain. Membuktikannya pula hanya
dengan bekerja sama menjadi satu gelombang yang maha besar dan maha kuat, satu ombak topan yang tak
dapat ditahan terjangannya, itulah kewajiban kita semua harus memikulnya. Berhasil atau tidaknya kita semua yang akan menjalankan kewajiban ikut
mempersatukan gelombang ideologi itu tadi. Sebab kita yakin, dengan
persatuanlah yang kelak kemudian hari akan membawa kita kearah cita-cita kita
bersama menuju Indonesia Merdeka !!!
Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, entah
bagaimana pula bentuk dari persatuan itu. Akan tetapi tetaplah, bahwa kapal
yang membawa kita menuju Indonesia merdeka, ialah kapal hasil persatuan bangsa
Indonesia. Mahatma, sebagai juru kemudi yang akan membuat dan mengemudikan
kapal persatuan itu kini barangkali belum ada, akan tetapi yakinlah kita pula,
bahwa kelak kemudian hari akan datang saatnya
sang Mahatma itu berdiri tegak ditengah hadapan kita. Itulah sebabnya
kita dengan besar hati mempelajari dan ikut meratakan jalan menuju persatuan
itu. Itulah maksud dari tulisan pendek ini.
Nasionalisme –
Islamisme – Marxisme inilah azas-azas yang dipeluk oleh
pergerakan-pergerakan rakyat diseluruh belahan dunia Asia yang terjajah. Inilah
faham-faham yang menjadi ruhnya pergerakan-pergerakan di Asia dan ruhnya pula
bagi pergerakan-pergerakan rakyat di Indonesia sekarang ini.
Partai Budi Utomo, “Marhum
National Indische Partij” yang kini masih hidup seperti Partai Sarikat
Islam, Perserikatan Minahasa, Partai Komunis Indonesia, Dan masih banyak lagi.
Itu masing-masing tiap partai mempunyai Ruh Nasionalisme, Ruh Islamisme, dan
Ruh Marxisme. Dapatkah ruh-ruh ini dapat bekerja sama di dalam politik negara
yang sedang terjajah menjadi ruh maha besar dengan persatuan ? persatuan
pula-lah yang akan membawa kita menuju lapangan yang lebih besar ?
Dapatkah didalam tanah
yang terjajah pergerakan Nasionalisme itu dirapatkan dengan pergerakan
Islamisme yang pada hakekatnya tiada bangsa dengan pergerakan Marxisme yang
bersifat Perjuangan International (Lingkup Luas) ?
Dapatkah Islamisme itu
ialah sebuah Agama didalam dunia politik negeri terjajah bekerja sama dengan
Nasionalisme yang mementingkan bangsa, dan dengan Matrealismenya Marxisme yang
membedah kesenjangan sosial-ekonomi bangsa ?
Akan ada hasilkah usaha
kita merapatkan Budi Utomo yang begitu sabar-halus (gematigd), dengan Partai
Komunis Indonesia yang begitu kerasnya sepak terjang dalam sosialisme dan
radikal militan terjangannya ? Budi Utomo yang begitu evolusioner, dan Partai
Komunis Indonesia, yang walau terlihat kecil dari musuh-musuhnya begitu didesak
dan dirintangi oleh banyak rupanya musuh itu akan mengingatkan kita pada peringatan
Al-Carthill bahwa “yang
mendatangkan pemberontakan–pemberontakan itu biasannya bagian-bagian yang
terkecil dan menjadi bagian terkecil sekali ?”
Nasionalisme !!! Kebangsaan !!!
Dalam
tahun 1862 Ernest Renan telah membuka pendapatnya tentang faham “Bangsa” itu menurut pujangga ini ada
suatu nyawa, atas akal yang terjadi dari dua faktor : Pertama-tama, rakyat itu
dahulunya harus bersama-sama menjalani karena satu riwayat. Kedua, rakyat itu
sekarang harus mempunyai kemauan, keinginan, hidup yang menjadi satu-kesatuan.
Bukan karena jenis Ras, bukan dari bahasa daerah masing-masing, bukan dari
faktor Agama, bukan persamaan kebutuhan, bukan pula karena pembatas negeri yang
menjadikannya sebuah Bangsa.
Dari
tempo belakangan ini, selain penulis-penulis lain seperti Karl Kautsky, Karl
Radek, dan juga Otto Bauer lah yang telah mempelajari soal “Kebangsaan” itu
tadi. Bangsa adalah suatu kesatuan perangai yang terjadi dari proses persatuan
hal ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu sendiri. Nasionalisme adalah suatu iktikad suatu kesadaran rakyat, bahwa rakyat
itu adalah satu golongan satu bangsa. Bagaimana juga bunyi dari
keterangan-keterangan yang telah diajarkan oleh ahli-ahli ilmu pengetahuan yang
disebutkan diatas tadi, maka tetaplah bahwa rasa Nasionalistis itu menimbulkan
suatu rasa kepercayaan akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali
untuk mempertahankan di dalam sebuah
perjuangan menempuh keadaan-keadaan yang mau mengalahkan kita.
Rasa
percaya diri inilah akan memberikan keteguhan hati pada kaum Budi Utomo dalam
usahanya menjadi Jawa besar. Rasa percaya diri inilah yang menimbulkan
ketetapan hati pada kaum Revolusioner-Nasionalis dalam perjuangannya menjadi
Hindia besar atau Indonesia merdeka.
Apakah
itu rasa Nasionalisme ? yang pada kepercayaan akan diri sendiri begitu gampang
menjadi kesekumpulan bangsa dan begitu gampang mendapat tingkatannya yang kedua,
ialah kesekumpulan ras, walau faham sebuah ras itu setinggi-tingginya langit berbeda
dengan faham bangsa. Oleh sebab itu ras adalah sebuah faham biologis, sedangkan
Nasionalis itu adalah faham sosiologis (ilmu pergaulan hidup). Apakah
Nasionalisme itu dalam politik kolonial bisa menyatukan diri dengan Marxisme
yang International-Interrasialisme itu ?
Dengan
ketetapan hati kita menjawab : Bisa !!!
Sebab
walaupun Nasionalisme itu dalam hakikatnya mengecualikan segala pihak yang ikut
mempunyai “Keinginan hidup menjadi satu” dengan rakyat itu tadi. Walau
Nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tak merasa “satu
golongan - satu bangsa” dengan rakyat, maka tak boleh lupa bahwa
manusia-manusia menjalankan pergerakan Islamisme dan pergerakan Marxisme di
Indonesia dengan manusia yang menjalankan Nasionalisme itu semuanya mempunyai
“keinginan hidup menjadi satu”. Bahwa mereka yang saling berdampingan dengan
kaum Nasionalis itu merasa menjadi “Satu golongan-satu bangsa”. Bahwa dari
setiap pergerakan kita ini, baik Nasionalis, Islamis, dan Marxis beratus-ratus
tahun lamanya berkesamaan nasib dengan persatuan ichwal persamaan nasib yang
belum merasakan kemerdekaan. Kita tidak boleh lalai dengan mengistimewahkan
salah satunya, karena persatuanlah yang menimbulkan rasa “satu segolongan”.
Betul rasa golongan ini masih membuka
kesempatan untuk perselisihan satu sama lain. Sampai saat inipun belum pernah
ada persahabatan yang kokoh diantara pihak-pihak pergerakan di Indonesia yang
berbeda-beda. Akan tetapi bukan pula maksud jikalau kita sekarang berselisih,
tidak sukarlah mendatangkan permasalahan perselisihan itu sekarang.
Maksud
tulisan ini adalah untuk membuktikan, bahwa persahabatan bisa tercapai.
Hendaklah kaum
Nasionalis yang mengecualikan dan mengucilkan segala pergerakan yang tak
terbatas pada Nasionalisme, dan mengambil tauladan akan sabda Karamchand Gandhi
“Buatlah
rasa cinta tanah air itu kedalam cinta segala manusia, seperti seorang patriot
yang membela sesama manusianya dengan cara kemanusiannya tanpa mengecualikan
siapa saja”. Inilah rahasia sang Gandhi mempunyai
cukup kekuatan untuk mempersatukan pihak Islam, dengan pihak Hindu, pihak
Parsi, pihak Jain, pihak Sigh yang jumlahnya lebih dari tiga ratus juta. Lebih
dari enam kali lipat jumlah bumi putera Indonesia, hampir seperlima jumlah
manusia yang ada dimuka bumi.
Tidak ada pengahalang Nasionalis ini dalam gerakannya bekerja
sama dengan kaum Islamis, dan Marxis. Lihatlah kekalnya penghubung antara
Nasionalis Gandhi dengan PAN-Islamis Maulana Muhammad Ali, dengan PAN-Islamis
syarikat Ali yang waktu gerakannya Non-Coorporation India sedang membasis
hampir tiada pemisahnya satu sama dengan yang lainnya. Lihatlah pergerakannya
Partai Nasionalis Koumintang di Tiongkok. Dengan ridho hati menerima
paham-paham Marxis yang tidak setuju dengan kemiliteran, tak setuju dengan
bentuk Imprealisme (penjajahan), dan tak pernah setuju pada sistem permodalan
(Investasi).
Bukan kita mengaharap Nasionalis itu berubah haluan
menjadi berpaham Islamis atau Marxis, bukan juga bermaksud kita menyuruh Marxis
dan Islamis berbalik menjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita lah menjadi
kerukunan, dan persatuan antara ketiga golongan itu
(Nasionalis-Islamis-Marxis). Asal memiliki rasa kemauan untuk mempersatukan dan
kepercayaan ketulusan hati satu sama lain, tersadar akan pepatah “Kerukunan
akan menjadikan sentosa” (itulah sebaik-baiknya jembatan menuju
persatuan). Cukup kuatnya untuk melangkahi segala perbedaan dan kesenjangan
antara dari segala pihak-pihak dalam pergerakan ini.
Kita ulangi kembali : Tidak ada halangannya Nasionalis
itu dalam pergerakannya untuk bekerja sama dengan Islamis dan Marxis.
Nasionalis yang sejatinya berdiri dari rasa cinta akan tanah air yang
berlandaskan pada pengetahuan atas susunan ekonomi dunia dan sejarahnya, bukan
semata-mata timbul atas karena suatu keadaan semata. Nasionalis bukan Chauvinis
(Nasional Karena sesama suku/Sempit), Nasionalis haruslah menolak segala faham
pengecualian yang berarti sempit seperti Budi Utomo yang Nasional ke-Jawaan
saja. Nasionalis yang sejati adalah Nasionalismenya itu bukan semata-mata
meniru atau mengcopy dari Nasionalisme Barat. Akan tetapi timbul dari rasa
cinta akan manusia dan memanusiakan-manusia.
Nasionalis yang sanggup menerima rasa Nasionalismenya itu sebagai wahyu
dan melaksanakan rasa itu sebagai pengabdian yang akan menghindarkan bangsa dari
segala paham yang berpaham sempit dan terkecil. Baginya rasa cinta kebangsaan
itu adalah bermakna lebar dan luas sekali, dengan memberi tempat dan kesempatan
pada lain-lain sesuatu, sebagai bukti lebar dan sangat luasnya udara yang
memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu dihidupinya untuk kehidupan.
Wahai bangsaku, apa penyebab rasa kecintaan suatu bangsa
dari banyak Nasionalis Indonesia lalu menjadi kebencian ? jikalau dihadapkan
kepada orang-orang Indonesia yang berkeyakinan paham Islamisme ? apakah
penyebab dari rasa kecintaan itu lalu berbalik menjadi permusuhan, bila
dihadapkan pada orang-orang Indonesia yang bergerak berkayinan paham Marxis ?
Tiadakah tempat didalam
sanubari dihatinya untuk menjadi Nasionalis sejati seperti Gopala Khrisna
Gokhate, dan Mahatma Gandhi, atau Chita Ranjam Das ??
Janganlah hendaknya kaum
kita sampai hati memeluk Jargon-Nasionalismenya, seperti Jargon-Nasionalismenya
Arya Sumaj di India sebagai pemisah dan pemecah persatuan Hindu-Muslim. Pada
akhirnya Nasionalismenya binasah oleh karena rasa Nasionalisnya hanya sebagai
apa yang ada difikirannya saja bukan berfikir keluasan. Andaikan saja
Nasionalismenya berlandaskan dari azas-azas yang suci. Sama seperti
Nasionalisme-Ketimuran yang sejatinya hanya dipeluk oleh Nasionalis Timur saja,
dan Nasionalis Eropa yang sejati hanya dipeluk oleh orang-orang Nasionalis
Eropa saja. Nasionalis yang masih bersifat saling serang-menyerang, Nasionalis
yang hanya mengejar kepentingan pribadi, sama seperti Nasionalis pedagang yang
hanya mengejar untung dan rugi. Nasionalisme yang seperti itu maka akan
cepatlah terbinasahkan.
Adakah keberatan kaum Nasionalis yang sejati untuk
bekerja sama dengan kaum Islamisme, oleh karena kaum Islamisme itu melebihi
kebangsaan dan melebihi batas-batas negeri yang berfaedah Super-Nasional dan
Super-Teritorial (Khilafah) ?
Adakah
Internationalis-Islamisme menjadi penghalang untuk merubah gerakannya menjadi
Nasionalisme untuk Kebangsaan ?
Banyak Nasionalis-Nasionalis diantara kita yang sama,
lupa bahwa pergerakan Nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini, diseluruh
Asia, ada kesamaan asal ? Sebagaimana yang telah diutarakan diawal tulisan ini
keduanya berasal dari Nafsu ingin melawan “BARAT”
atau lebih tegasnya melawan penjajahan KAPITALISME dan IMPREALISME BARAT ? Sehingga sebenarnya bukan lawan, melainkan
menjadi Persekawanan. Betapa luhurnya sikap Nasionalisme Prof. T. L. Vanoani,
seorang yang bukan Islam menulis “Jikalau Islam Menderita Sakit, Maka
Ruh Kemerdekaan Timur Akan Menjadi Sakit Juga, Sebab Semakin Negara-Negara
Muslim Kehilangan Kemerdekaannya, Maka Semakin Semena-Mena pula Imprealisme
Eropa-Barat Menginjak-Injak Harga Diri Asia.
Tetapi
Saya Percaya Pada Asia-Sediakala Bahwa Ruhnya Akan Menang, Islam Adalah
International, Dan Kalau Islam Merdeka, Maka Nasionalisme
Kita Itu Diperkuat oleh Segenap Kekuatan Ihktikad International”.
Bukan itu saja, banyak Nasionalis-Nasionalis kita yang lupa, bahwa orang Islam dimanapun
keberadaannya diseluruh Darul Islam, menurut Agamanya wajib bekerja untuk
keselamatan orang-orang di Negara yang ditempatinya. Nasionalis itu juga lupa,
bahwa orang Islam yang bersungguh-sungguh menjalankan ke-Islamannya, baik orang
Arab, maupun orang India, baik orang Mesir maupun orang manapun juga, jikalau
berdiam di Indonesia wajib pula bekerja untuk keselamatan Indonesia itu. Dimana
orang-orang Islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya negeri tempat
kelahirannya, didalam negeri yang baru itulah masih menjadi satu bagian dari
pada rakyat Islam daripada persatuan Islam. Dimana-mana orang Islam bertempat,
disitulah dia harus mencintai dan berjuang untuk keperluan negeri itu dan
rakyatnya.
Inilah Nasionalisme Islam !!!
Jika sempit dalam
berpandangan dan sempit dalam pikiran Nasionalis yang memusuhi Islamisme ini,
maka Sempit pula pandangan, dan sempit pikiran ia, karena ia memusuhi Azas,
walaupun International dan Interrasial mewajibkan pada segenap pemeluknya yang
ada di Indonesia, Bangsa apapun mereka, wajib mencintai tanah air dan berjuang
bersama-sama untuk keperluan Indonesia dan rakyat Indonesia. Adakah keberatan untuk
kaum Nasionalis sejati, untuk bekerja sama dengan kaum Marxis, oleh dikarenakan
Marxisme itu sendiri International juga ?
Nasionalis yang segan berdekatan dan bekerja sama dengan
kaum Marxis, kaum Nasionalis semacam itulah menunjukan ketidak-mampuan atas
perkembangan pengetahuan tentang putaran roda politik dunia dan sejarahnya. Ia
lupa, bahwa asal pergerakan Marxis di Indonesia dan Asia juga merupakan tempat
berasal pergerakan mereka. Mereka juga lupa bahwa pergerakan mereka acap kali
sama dengan dengan arah tujuan pergerakan bangsanya yang Marxis itu tadi. Sama
artinya dengan menolak kawan yang sejalan dan menambah daftar musuh karena lupa
dan tidak mengerti akan artinya sikap dari saudara-saudara di lain Negaranya di
Asia. Seumpamanya Almarhum Dr. Sun Yat Sen., Seorang panglima Nasionalis besar
dengan kesenangannya bekerja sama dengan kaum Marxis walaupun beliau
berkayikanan, bahwa peraturan Marxis pada saat itu belum bisa Legal di Negara
Tiongkok. Oleh karena itu Negeri Tiongkok tidak memberi syarat yang cukup masak
untuk mengadakan peraturan melegalkan Marxis itu. Perluka kita membuktikan
lebih lanjut, bahwa Nasionalisme itu baik sebagai Azas yang timbul dari rasa
ingin hidup menjadi satu-kesatuan. Sebagai bentuk rasa kesadaran rakyat, bahwa
rakyat itu berada dalam satu golongan, satu bangsa. Walaupun satu perangai yang
terjadi dari proses persatuan, hal dasar yang telah dijalani oleh rakyat,
perlukah kita membuktikannya lebih lanjut bahwa Nasionalisme itu saja yang memeluknya memiliki kemauan untuk berkawan
dengan Islamisme dan Marxisme ??? perlukah kita lebih lanjut contoh sikap para
pejuang-pejuang Nasionalis di Negara lain, yang bergandengan tangan bersama
kaum Islamisme dan Marxime ???
Kita rasa tidak !!! sebab rasa kepercayaan pada tulisan
ini, walaupun pendek dan jauh kurang sempurna, sangat sudah cukup jelas untuk
Nasionalis-Nasionalis kita untuk bersatu.
Kita percaya, bahwa semua Nasionalis-Nasionalis muda berdiri disamping kita,
kita juga percaya bahwa, masih banyak Nasionalis-Nasionalis kolot (Tua) yang
mau bersatu. Kebimbangan mereka dengan persatuan ini yang membuat hatinya
kecilnya untuk mengegerakan persatuan. Pada mereka itulah terutama tulisan ini
kita gunakan untuk menggerakan mereka.
Kita tidak merencanakan tulisan ini untuk Nasionalis-Nasionalis
yang tidak ingin bersatu. Nasionalis yang seperti itu kita serahkan pada
pengadilan sejarah, dan Mahkamah Sejarah Indonesia !!!!
Islamisme
ke-islaman sebagai fajar sehabis malam
gelap gulita yang akan menutup abad-abad kegelapan, maka didalam abad
ke-sembilan belas berkilau-kilauanlah dunia didalam ke-Islaman dua pejuangnya
yang namanya tidak akan hilang didalam tulisan buku-buku sejarah Islam seperti
Syekh Muhammad Abduh, Rektor Sekolah Tinggi Al-Azhar, dan Seyid Djamaluddin
El-Afghni, dua orang panglima PAN-Islamisme yang telah membangunka dan
menjunjung tinggi rakyat Islam diseluruh Benua Asia dari kegelapan dan
kemunduran. Walaupun dalam sikapnya berbeda pandangan satu sama lain, Seyid
Djamaluddin El-Afghni lebih radikal daripada Syekh Muhammad Abduh. Mereka
berdualah yang membangunkan kenyataan-kenyataan islam tentang politik, terutama
Seyid-Djamaluddin sebagai orang pertama yang membangunkan rasa perlawanan
dihati sanubari rakyat-rakyat muslim terhadap pada bahaya Imprealisme Barat. Mereka
berdua pula yang pertama mengkhotbahkan suatu barisan rakyat islam yang kokoh,
guna melawan bahaya laten Imprealisme Barat.
Sampai pada wafatnya di tahun 1896, Seyid Djamaluddin
El-Afghni harimau PAN-Islamisme yang gagah berani itu berjuang dengan tiada
hentinya, dalam menanam benih ke-Islaman dimana-mana, menanamkan rasa
perlawanan terhadap penjajahan Barat, menanam keyakinan bahwa untuk melawan itu
kaum Islam harus mengambil tekniknya “Kemajuan bangsa Barat dan mempelajari
rahasia-rahasia kekuasaan Barat”. Benih-benih itupun tertanam seperti ombak
yang semakin lama semakin hebat, seperti gelombang yang makin tinggi dan besar.
Maka diseluruh dunia Muslim tentara-tentara PAN-Islamisme bersama-sama
membangun dan bergerak dari Turkey dan Mesir, sampai ke Marroco, Kongo, Persia,
dan Afghanistan, hingga membanjiri India sampai ke-Indonesia, gelombang
PAN-Islamisme membasis dimana-mana.
Begitulah rakyat Indonesia saat ini, yang tersadar akan
tragis nasibnya sendiri sebagai sama-sama berdiri dibawah bendera hijau, muka
kearah Qiblat, mulut melantunkan ayat suci “La Haula Wala Kawuta Illa Billah
dan Fisabilillahi”. Mula-mula masih perlahan-lahan dan belum bisa
terang-terangan di jalan yang dilalui, maka nanti akan semakin nyata menuju
arah-arah yang cita-citakan, dan semaki banyak pula hubungannya dengan
gerakan-gerakan Islam di Negara-Negara lainnya. Semakin teranglah sepak
terjangnya dibumi Internasional. Semakin mendalamlah pendiriannya atas
hukum-hukum agama. Karena tidak heranlah kita bila seorang profesor Amerika
Ralston Hayden menulis “Pergerakan Sarekat Islam ini Akan
Berpengaruh Besar Atas Situasi Politik Dikemudian hari”, bukan hanya di
Indonesia saja, tetapi juga diseluruh dunia Timur. Ralston Hayden dengan ini menyatakan keyakinan atas sikap
International atas pergerakan Sarekat Islam itu sendiri. Dia juga menunjukan
pula suatu pandangan yang jernih atas kejadian di masa depan yang belum terjadi
pada saat dia menulis. Bukankah tujuannya telah terjadi ?? pergerakan Islam di
Indonesia ikut menjadi cabang Mu’tamar-ul ‘Alamil Islam di Mekkah ? gerakan
Islam Indonesia telah menceburkan diri dalam laut perjuangan Islam Asia !!!
Makin mendalamnya pendirian atas keagamaan, pergerakan
Sarekat Islam inilah yang menyebabkan keseganan kaum Marxis untuk merapatkan
diri dengan pergerakan Islam, semakin lama kemukanya sifat Internasional itulah
oleh kaum Nasionalis “KOLOT” dipandang tersesat. Hampir semua kaum Nasionalis
Muda ataupun kolot, baik Evolutioner atau Revolutioner, memiliki keyakinan yang
sama bahwa agama itu “Tidak Boleh Dibawa-bawa Kedalam Ranah
Politik”. Sebaliknya bagi kaum Islamis “Fanatik” sama halnya dalam
menghina politik Kebangsaan kaum Nasionalis, menghina politik kerezekian Kaum
Marxis. Kaum islamis fanatik memandang politik Kebangsaan itu berarti sempit,
dan mengatakan politik kerezekian itu sebagai kasar. Maka semakin sempurnalah
perselisihan dari ketiganya.
Para Nasionalis dan Para Marxis tadi menuduh pada gerakan
Islam itu sebagai penyebab rusaknya keadaan negara-negara Islam karena Politik
Islam, dan semakin membuat rendah derajat semuanya dibawah kendali politik
pemerintahan Negara-Negara Barat yang Beradi Kuasa. Karena mereka gagal paham
!! bukan Islamnya, melainkan pemeluknyalah yang salah memahami hukum perjuangan
Islam. Sebab bila dipandang dari pendirian Nasional, dan pendirian Sosialistis,
maka tinggilah derajat dunia Islam pada mulanya dan tidak ada bandingannya.
Rusaknya kebesaran Nasional, rusaknya Sosialisme Islam, bukanlah disebabkan
oleh agama Islam itu sendiri, melainkan rusaknya Islam dikarenakan telah
rusaknya moral dan budi pekerti orang-orang yang menjalankannya. Sesudah Amir
Muawiah mengutamakan Azas Kedinastian-Duniawi untuk aturan ke-Khalifaan,
sesudah Khalifa-Khalifa itu menjadi Raja, maka padamlah tabiat Islam yang
sebenarnya. Amir Muawiyah lah yang harus bertanggung jawab atas rusaknya
nilai-nilai Islamisme yang sebenarnya bersifat Sosialisme dengan
sebenar-benarnya. Begitulah Umar Said Tjokroaminoto berkata. Dipandang dari
pendirian Nasional, tidakkah Islam telah melahirkan contoh-contoh kebesaran
yang mencengangkan bagi siapa saja yang mempelajari sejarahnya, dan menjengkali
bagi mereka yang mempelajari sejarah kulturnya. ??
Islam telah rusak. .
karena yang menjalankannya telah rusak moral budi-pekertinya.
Negara-Negara Barat telah banyak merampas Negara Islam, karena pada saat
perampasan itu kaum Islamnya kurang tebal Tauhidnya. Karena itu menurut Wet
Evolusi DSB “Susunan Pergaulan Hidup Bersama Sesudah Bersatu”. Satu keharusan
sejarah negeri-negeri Barat Itu menjalankan perampasan itu tadi. Tebalnya
tauhid itulah yang memberi keteguhan pada bangsa Riff menentang Imprealisme
Bangsa Spanyol dan Perancis yang bermeriam lengkap.
Islam sejati bukanlah yang anti-Nasionalisme, dan buka
Islamis sejati yang anti-Sosialisme. Selama kaum islamis memusuhi paham-paham
Nasionalisme yang luas budi dan Marxisme secara benar, selama itupula Islamis
tidak berdiri diatas jembatan Sirothol Mustaqim. Selama itutidaklah ia bisa
mengangkat Islam dari kenistaan dan kerusakan tadi. Kita tidak sama sekali
mengatakan yang Islam itu setuju pada Matrealisme atau Perbendaan, juga tidak
melupakan yang Islam itu melebihi bangsa, super-Nasional. Kita hanya mengatakan
bahwa, islam sejati mengandung sifat-sifat yang Sosialis dan menerapkan
kewajiban-kewajibannya yang menjadi sebuah kewajiban Nasionalis pula.
Bukankah seperti yang sudah kita jelaskan, Islam sejati
mewajibkan pemeluknya mencintai tanah air dan berjuang untuk negeri yang ia
diami sekarang. Mencintai dan berjuang untuk rakyat, selama rakyat dan negaranya itu termasuk Darul Islam ? dan bukan sayid Djamaluddin saja yang
menjadi penanam benih rasa Nasionalisme dan cinta tanah air. Arab Pasha,
Mustafa Kamil, Muhammad Farid Bey, Ali Pasha, Ahmed Bey Agayef, Muhammad Ali
dan Shaukat Ali semuanya adalah tokoh Islam yang mengajarkan cinta tanah air,
semua propagandanya untuk Nasionalisme untuk Negara mereka sendiri. Hendaknya
tokoh-tokoh Islam tadi menjadi teladan bagi Islamis-Islamis kita yang Fanatik
dan sempit dalam memandang, juga yang tak suka mengetahui akan kewajibannya
merapatkan diri dengan gerakan bangsanya yang Nasionalisme. Hendaklah
Islamis-Islamis tadi mengingat, bahwa pergerakan anti-Kafir itu, bukanlah untuk
ditunjukan kepada golongan-golongan yang berbeda paham dari Islamisme di
Indonesia, tetapi anti-Kafir tersebut teruntukan untuk mereka dari bangsa lain
yang melakukan Imprealisme. Islamisme sejati bukanlah yang demikian menjadi
Islamis kolot yang tak mengerti perkembangan zaman, sehingga terus saling
memusuhi yang berbeda dengan golongannya.
Demikian
pula kita yakin bahwa golongan kaum Islamis ini dapat bersatu dengan kaum
Marxis, walaupun hakikatnya dua pihak ini berbeda azas yang lebar sekali.
Sangat pedihlah hati kita mengingat akan gelap gulitanya kondisi di Indonesia
saat ini, tatkala juga beberapa tahun lalu kita menjadi saksi atas permusuhan
dan pecahnya persaudaraan sebangsa antara kaum Marxis dan kaum Islamis, juga
kita menjadi saksi telah terbelah menjadi dua tentara-tentara pergerakan
Indonesia yang saling membunuh satu sama lainnya ?? dan sejarah kesaksian
inilah yang membuat isi-isi sejarah kita menjadi SURAM !!! pertempuran dua
saudara inilah yang membuang sia-sia kekuatan pergerakan kita, yang suatu
kemustahilan saat akan menjadi semakin lama semakin kuat tadi.
Alangkah begitu kuatnya pergerakan
bangsa kita sekarang andaikan saja perang saudara itu antara Muslim dan Marxis
itu tidak pernah terjadi. Niscaya kita tidak akan merusakan cita-cita kita
bersama itu tadi. Pergerakan bangsa kita semakin maju dan kuat, walaupun
sebesar apapun rintangan yang akan kita hadapi bersama. Kita berkeyakinan tidak
ada halangan yang penting bagi persahabatan Muslim-Marxis itu tadi. Diatas juga
sudah diterangkan, bahwa Islamisme yang sejati adalah mengandung sifat-sifat
yang Sosialis, walaupun kita mengetahui bahwa Sosialisme Islam itu tidak
bersamaan dengan Azas Marxisme. Oleh dikarenakan Sosialis Islamisme itu berazas
SPIRITUALISME dan Sosialismenya
Marxisme itu berazas MATREALISME
(menilai dari perbendaan). Walaupun begitu, maka keperluan kita cukup untuk
membuktikan bahwa Islam sejati itu Sosialisme adanya.
Kaum
Islam juga tidak boleh lupa, bahwa Materalisme tentang sejarah menurut
perbendaan (Matrealisme-Diallektika-History) inilah yang seringkali menjadi
penunjuk jalan bagi mereka tentang kesenjangan ekonomi dan politik dunia yang
sulit ditafsirkan. Mereka juga tidak boleh lupa terhadap metode
Historis-Matrealisme (Ilmu sejarah yang dikaitkan dengan benda yang dihasilkan)
dapat menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimuka bumi ini dengan
cara menajamkan kejadian-kejadian yang akan datang (Hipotesa masa depan),
adalah sangat berguna bagi mereka.
Kaum
Islamis juga tidak boleh lupa, bahwa Kapitalisme (Musuh sejati Marxisme), ialah
musuh Islamisme juga. Sebab sepanjang sepemahaman Marxisme, dalam hakikatnya
tidak lain dari praktek “RIBA” menurut
pandangan Islamnya. Dimana dalam teori Kapitalisme ialah memakan hasil
pekerjaan orang lain, dan tidak memberikan imbalan yang setimpal atas jasa
selama ia bekerja untuk menguntungkan Kapitalisme. Teory tersebut dimukakan
oleh Prof. Dr. Karl Heinrich Marx (dikenal: Karl Marx) dan Prof. Dr Friederich
Engels (dikenal : Engels) untuk menerangkan asal-muasalnya praktek KAPITALISME
terjadi. Paham inilah yang menjadi nyawa segala peraturan yang bersifat KAPITALISTIS. Dengan memerangi inilah,
kaum Marxisme memerangi Kapitalisme sampai ke akar-akarnya.
Untuk Islamis sejati, tak semestinya memusuhi
cara paham kaum Marxis yang memberi perlawanan terhadap peraturan praktek RIBA
itu tadi. Karena Islam sejati pun turut memerangi peraturan praktek seperti
itu, tak lupa melarang keras akan perbuatan memakan RIBA dan memungut bunga.
Islamis mengerti bahwa RIBA ini pada hakikatnya pertentangan perlawanan dari
perjuangan kaum Marxis itu sendiri.
“Janganlah
Memakan Riba Berlipat-Ganda dan Perhatikanlan Kewajibanmu Terhadap Allah,
Moga-moga Kamu Beruntung : Al-Quran, surah Al-Imron ayat 128”.
Pandangan Islamis yang luas ialah yang mengerti akan
kebutuhan-kebutuhan perlawanan kita, pastilah setuju dengan persahabatan dengan
kaum Marxis. Oleh sebab itu ia menyadarkan bahwa memakan RIBA dan pemungutan
bunga menurut ajaran agama Islam adalah yang terlarang dan Sebuah perbuatan
yang Haram. Dia menyadarkan bahwa inilah cara Islam memerangi praktek
KAPITALISME sampai pada akar dan benihnya, oleh karena seperti yang sudah
diterangkan dimuka, RIBA ini sama dengan dasar nyawanya praktek-praktek
Kapitalisme itu tadi. Ia juga menyadarkan bahwa sebagai Marxisme Islam pula “yang mempercayai Allah dengan pengakuannya atas Kerajaan Tuhan, adalah suatu protes atas kejahatannya
Kapitalisme”.
Islamis yang Fanatik dan memerangi kelompok Marxis adalah
Islamis yang tidak kenal dengan larangan-larangan dalam ajaran agamanya.
Islamis yang demikian tak mengetahui sebagai Marxisme Islamisme yang sejati
melarang penumpukan uang secara praktek Kapitalis, melarang
penimbunan-penimbunan harta benda untuk kepentingan perut pribadi atau
keluarganya sendiri ialah yang tak ingat akan ajaran kandungan ayat Al-Quran.
“Tetapi
Barang Siapa Yang Menumpuk-Numpuk Emas dan Perak dan Membelanjakannya Tidak
Menurut Ajaran Allah, Maka Dia lah yang Akan Mendapatkan Celaka (Azabnya)”.
Ia mengetahui, bahwa
sebagai Marxisme yang dimusuhi agama Islam dengan jalan yang memerangi praktek
Kapitalisme dengan terang-terangan.
Masih banyak lagi kewajiban-kewajiban dan
ketentuan-ketentuan ajaran Islam yang bersamaan dengan tujuan-tujuan dari
gerakan Marxisme itu tadi. Sebab bukankah hakikatnya zakat dalam agama Islam
itu suatu kewajiban si-Kaya yang membagikan rezekinya kepada si-Miskin ???
pembagian kerezekian juga dikehendaki oleh Marxisme, tentu saja dengan cara
Marxisme itu sendiri ?? bukankah ada kecocokan tafsir-tafsir “Kemerdekaan,
Persamaan dan Persaudaraan” dengan Marxisme yang dimusuhi oleh banyak kaum
islamis itu tadi ??
Bukankah Islam sejati
ialah yang membawa “Perikemanusiaan atas
Kemerdekaan persamaan Nasib dan Persaudaraan” ??
Bukankah Nabi didalam
ajaran Islam sendiri telah mengajarkan persamaan itu dengan sabda : “Hai Aku Ini Hanyalah Manusia Sama Seperti
Kamu, Sedari Aku Terlahir, Bahwa Tuhanmu Ialah Tuhan Yang Satu” yang
terkutip didalam surah Al-Hujarat Ayat 13 yang berbunyi “HAI MANUSIA, SUNGGUHLAH KAMI
TELAH MENJADIKANMU DARI SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN , DAN KAMI
JADIKAN DARI PADAMU BERSUKU-SUKU, DAN CABANG-CABANG KELUARGA SUPAYA KAMU SALING
KENAL SATU SAMA LAIN ???” bukankah persaudaraan ini tidak tinggal
sebagai persaudaraan sebatas teori saja. Dan ataukah bagi mereka yang bukan
Islam diakui menjadi sebaliknya ??
Hendaknya kaum Islam yang tidak mau merapatkan diri
dengan kaum Marxis , harus ingat bahwa dalam pergerakannya mereka mempunyai
cita-cita dan tujuan yang sama berbunyi “KEMERDEKAAN, PERSAMAAN, DAN PERSAUDARAAN”
Sangat disayangkan
bila pergerakan Islam di Indonesia kita ini saling bermusuhan dengan pergerakan
Marxis. Belum pernah ada di Indonesia ini pergerakan bersama-sama untuk saling
membela rakyat. Di Indonesia sendiri pun belum pernah ada kerjasama antar
pergerakan Islam dan pergerakan Marxis yang saling bergandengan dalam satu
pergerakan rakyat yang begitu menggetarkan sampai ketulang sum-sum rakyat
sebagai pergerakan yang menggerakan rakyat, menyadarkan rakyat yang tertidur
dari tidur panjang selama penjajahan Kapitalisme Eropa di tanah Indonesia ini,
bersatu menjadi satu pergerakan bagaikan terjangan banjir bah yang siap
melantakkan kolonial-kolonialisme bangsa Eropa tadi !!!
Berbahagialah kaum Islamis yang telah tersadar untuk mau
bersatu, dan bahagialah mereka yang berjuang untuk menjalankan
perintah-perintah agamanya untuk membela rakyat yang tertindas dan terjajah !!!
Bagi kaum Islamis yang
belum tersadar dan masih Fanatik yang tidak menginginkan persatuan, maka
merekalah yang akan bertanggung jawab terhadap sikapnya dihadapan Tuhannya !!!
Marxisme !!!
Mendengar perkataan ini, bagaikan suatu tampakan bayang-bayang
penglihatan tergambar jelas berbondong-bondongnya kaum yang Mudlarat dari
segala bangsa dan Negera, dengan muka
pucat, badan kurus, pakaian terkoyak-koyak, nampak jelas diangan-angan mereka
akan munculnya suatu pembela kaum mudlarat dan seorang pahlawan bagi kaum
mudlarat tadi. Seorang intelektualis dengan kemantapan hatinya dan kesadarannya
akan mengingat mereka para pahlawan-pahlawan seperti didalam cerita dongeng
kuno Negeri Germany yang sangat sakti dengan tiada tandingannya. Menjadi sebuah
manusia yang hebat dengan kesungguhan hatinya menjadi pemimpin (Maha guru)
pergerakan kaum buruh seperti Prof. Dr. Karl Heinrich Marx (Karl Marx).
Seperti perjuangannya saat muda sampai wafatnya beliau,
beliau tiada henti-hentinya membela dan memberi pencerahan kepada si-Miskin. Bagaimana
mereka sampai bisa termiskinkan hingga menjadi sebuah kesengsaraan bagi mereka,
dan juga bagaimana itu bisa mendapatkan Hak mereka (kemenangan kaum buruh). Tanpa
lelah demi mencapai ia terus berusaha dan berjuang untuk pembelaan kaum
mudlarat yang termiskinkan tadi. Begitulah perjuangannya di tahun 1883 sampai mengehembuskan
nafas terakhirnya, seolah-olah sampai sekarang pun kita seperti masih
mendengarkan suara teriakannya bagaikan suara gemuruh seperti didalam karya
tulisannya pada tahun 1847 saat itu.
“Kaum
Buruh Seluruh Dunia Bersatulah menjadi Satu !!” sesungguhnya sejarah
dunia belumlah mendengarkan pendapat dari seorang manusia, yang begitu cepatnya
masuk dalam keyakinan dalam pergaulan hidup, seperti pendapat seorang dari tokoh
seorang pahlawan kaum Buruh ini. Dari puluhan menjadi ratusan, dari ratusan
menjadi ribuan, dari ribuan sampai jutaan pengikutnya yang selalu bertambah. Sebab
walaupun teori-teorinya sangat tidak mungkin dan berat dilaksanakan bagi kaum
Intelektualis dan para ahli sains, tetapi sangat mudah untuk dipahami oleh
kaum-kaum tertindas dan terjajah seperti kaum melarat yang fikirannya selalu
bergundah dan pasrah.
Berlainan
arah dengan kelompok sosialis-sosialis yang lain, yang selalu mengira bahwa
dalam mencapai cita-cita mereka harus selalu bersahabatan dengan buruh dan
majikannya, seperti ungkapan Ferdinand Lessale “Yang Berteriak Untuk Sebuah
Perdamaian, Maka Karl Marx Didalam Tulisannya Tidak Satu Kali Mempersoalkan
Kasih dan Cinta, Membeberkan Pertentangan Kelas Bawah dan Mengajarkannya Untuk
Terlepas Dari Kemalangannya Nasib Kaum Buruh, Dengan Perlawanannya Terhadap
Kaum “Burjuasi” menjadi Sebuah Perlawan Yang Tidak Boleh Tidak yang Harus Terus
Menuruti Peraturan Yang Dibuat Oleh Kapitalis”.
Walaupun
para pembaca bukunya sudah sedikit-sedikit mengetahui dan tersadar dengan apa
yang diajarkan oleh Karl Marx, maka cukup bergunalah ilmunya itu kita
pergunakan untuk “PENYADARAN” masyarakat
seperti perjuangannya untuk mengingat jasa-jasanya.
Ia
memberi tafsir pemikiran yang berdasarkan (Matrealisme dan Diallektika), dia
juga menjelaskan “Bahwa Harga-Harga
Barang Itu Ditentukan Oleh Banyaknya Tenaga Kerja Dalam Tiap Produksi Barang-Barang
Itu, Sehingga Hasil Produksi tadi Dinilai dari Tiap Kalori (Tenaga) Yang
Dikeluarkan Oleh Para Pekerja Itu Tadi, Dan Tiap Kalori (Tenaga) Yang
Dikeluarkan Patut Dibayar Dengan Harga Setimpal, Karena dari Jasanya Mereka
Dapat Meraup Keuntungan Dari Hasil Produksi”.
Dia
juga menjelaskan, bahwa “Keuntungan yang
didapat dari hasil produksi para buruh-buruh yang dikerjakan, sangat tidak
sebanding nilai keuntungan dengan upah (Gaji) yang didapat oleh buruh yang
telah membuat usahanya menjadi untung”.
Dalam pelajaran sejarah yang didasarkan oleh perbendaan, menafsirkan “Bukan Moral akal manusialah yang menentukan
keadaan, tetapi keadaan sebaliknyalah yang dalam pergaulan dalam bersosial di
kehidupannya yang menentukan moral akal manusianya”. Dalam teorinya pula mengajarkan “oleh karena keuntungan dalam memberi
upah kecil semakin membuat para Kapital
(Pemodal) makin lama mendapat untung yang sebesar-besarnya, dan Kapitalis-kapitalis
kecil akan bersatu (Monopoli) untuk menghasilkan modal yang besar
(Sentralisasi-Kapitalisme), yang terus
menjadi pesaing bagi pengusaha-pengusaha kecil (Usaha Kegiatan Masyarakat) dan
akan mematikan tiap usaha-usaha kecil ini karena kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan
Kapitalis yang semakin besar dan terus menggurita ditiap Teritorial untuk
mengembengkan Perusahaannya.
Dalam teorinya juga menjelaskan mengenai peraturan dalam
permodalan (Investasi) ini, akan semakin membuat kaum kelas bawah termatikan
dan terus menimbulkan rasa dendam yang sangat besar, karena dengan permodalan
ini mata pencarian mereka akan mati, dan lahan-lahan tanah mereka akan terus
tergusur karena pemekaran usaha para pemodal-pemodal besar ini mendirikan
cabang perusahaannya. Meskipun musuh-musuhnya para kelompok Anarkhis, sama-sama
menganut ajaran teorinya Marx yang sudah dijabarkan sedikit di atas pada tahun
1825. Dengan cara Historis-Matrealisme menjabarkan, sejarah-sejarah itu untuk
menceritakan kejadian-kejadian yang sedang terjadi, sedangkan “Ilmu Ekonomi”
untuk menjabarkan penyebab atas kejadian kesenjangan-kesenjangan yang terjadi
didalam masyarakat. Dalam teori-teori
ini tidak memiliki arti yang sempit, tetapi teori ini bersifat untuk umum dan
memiliki pengertian yang sangat dalam di tiap bagian-bagian analisa
sosial-ekonomi masyarakat.
Dengan jalan perjuangan yang jauh dari kata kesempurnaan,
disini kita mencoba membuktikan bahwa, paham Nasionalis, Islamisme, dan
Marxisme didalam negeri yang sedang terjajah bisa saling melengkapi satu sama
lainnya. Dengan jalan yang jauh kurang kesempurnaann ini kita masih dapat
meniru contoh-contoh yang teladan dari para pemimpin revolusi dunia sebelumnya.
Tetapi kita yakin, dengan
terang-benderang menunjukan kemauan kita untuk bersatu. Kita juga yakin, bagi
siapa yang ingin membawa kita semua menuju persatuan, maka akan siap menjadi
pahlawan yang akan membawa kita ke-arah kebesaran menuju kemerdekaan bersama. Kita
meyakini pula, bahwa rencana kita dalam persatuan ini bukan karena atas kemauan
satu pihak golongan saja, tetapi semua golongan patut berjasa dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Untuk mencapai persatuan itu, kita semua bisa berdiri
bersama menjadi seorang oragnisatoris Nasionalis Mahatma Gandhi yang mampu
menyatukan semua golongan. Indonesia pun akan turut bangga mempunyai
tokoh-tokoh seperti Umar Said Tjokroaminoto, Tjipto Mangunkusumo, dan Semaun,
dan Indonesia pun sebentar lagi memiliki Putera-Puteri yang siap mencatatkan
dalam sejarah persatuan Indonesia.
Kita bisa menerima, maka kita juga harus mampu memberi. Inilah
rahasia persatuan. Persatuan tidak bisa terjadi, bila masing-masing pihak tidak
dapat banyak memberi.
Kalau kita semua telah
tersadar bahwa kekuatan hidup itu terletak pada mereka yang mampu menerima
perbedaan, dan dalam hal memberi, kalau kita sadar bahwa perceraian itu adalah
awal perbudakkan bangsa. Jika kita tersadar permusuhan itu dapat menyebabkan
perpecahan suatu bangsa. Maka dari itu ruh rakyat yang mempunyai kekuatan untuk
selalu menjunjung tinggi sinar mentari yang siap menerangi negeri gelap
gulita menuju kearah terangnya sebuah bangsa. Jika keberhasilan kita dalam
menerangi sesama, itu karena atas jasa bersatunya Rakyat Indonesia dalam mencapai sinar sang
fajar yang sudah dekat !!!