Semoga Bermanfaat :)
Jangan Lupa di Share, Subcribe, dan Like Ya. .
https://youtu.be/TlSE6mRCXvQ
sharing dan berbagi pengetahuan
Kamis, 10 Mei 2018
Tekhnik Entrees Stek Sambung Tupon Kakao
Jangan Lupa Ditonton, Subcribe, dan Like
Semoga Bermanfaat :)
https://www.youtube.com/watch?v=aW-291ZvaUM
Metode Stek Entrees kakao pada Tunas Besar
Ini adalah Metode Stek Entrees kakao pada Tunas Besar
Jangan Lupa Ditonton, Subcribe, dan Like
Semoga Bermanfaat :)
https://youtu.be/8hWWj4CTu-E
Jangan Lupa Ditonton, Subcribe, dan Like
Semoga Bermanfaat :)
https://youtu.be/8hWWj4CTu-E
Senin, 03 April 2017
TIGA KUTUB IDEOLOGI YANG MENYATUKAN INDONESIA MERDEKA
DIBAWAH BENDERA REVOLUSI JILID 1
Nasionalisme - Islamisme - Marxisme Menurut Soekarno
Karya Tulis : Ir. Soekarno
Nasionalisme –
Islamisme – Marxisme (DBR jilid 1)
Sebagai Arya Bumi Putera yang terlahir
dalam zaman perjuangan, maka Indonesia Muda
inilah melihat cahaya di hari pertama dalam zaman rakyat-rakyat Asia lagi
berada dalam keadaan tak baik dengan nasibnya, tak baik dengan nasib
ekonominya, tak baik dalam situasi nasib politiknya, dan tak baik dengan segala
nasib yang lain-lainnya.
Dimana zaman “senang
dengan apa adanya” , sudah berlalu. .
Zaman baru adalah zaman
muda, dimana “Dunia sudah datang sebagai sang fajar yang menarangi dunia”.
Teori zaman dahulu yang
mengatakan “Siapa
jang ada dibawah, harus terima senang, jang dianggap tjukup harga, duduk
didalam perbendaharaan riwajat jang barang kemasannya berguna untuk memelihara
siapa jang lagi berdiri dalam hidup”. Kini sudah tak mendapat lagi pengakuan lagi
oleh rakyat-rakyat Asia itu, bahwa rakyat yang mempertuankannya adalah sebagai “Voogd” yang kelak kemudian hari akan “Ont”voogden" mereka. Semakin lama
semakin tipislah kepercayaan bahwa rakyat yang mempertuankannya itu ada sebagai
“Saudara Tua” yang dengan kemauan
sendiri akan melepaskan mereka bilamana mereka sudah menjadi dewasa atau Akil
Balig.
Sebab
tipisnya kepercayaan itu adalah berlandaskan pengetahuan, dan berlandaskan
keyakinan, bahwa yang menyebabkan kolonialisasi (Penjajahan berkelompok/sistem)
itu bukanlah keinginan pada kemasyuran, bukan juga keinginan ingin melihat
dunia bangsa asing, bukan keinginan merdeka, dan bukan pula oleh negeri rakyat
yang menjalankan kolonial itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk.
Sebagai yang telah diajarkan oleh Gustav Klemm “kolonialisasi terjadi karena
faktor soal kerezekian yang teristimewah (mendapat wilayah strategis dan menguntungkan)”. Begitulah Dietrich Schafer
berkata “kekurangan material kerezekian/mata pencarian itulah yang menjadi
sebab rakyat-rakyat Eropa mencari kerezekian di negara lain dengan
Kolonialisme”, itu pula yang menjadi penyebab rakyat Eropa tadi
menjajah negeri-negeri, dimana mereka bisa mendapatkan rezeki (Keuntungan
pencarian) itu tadi. Itulah yang membuat “Ontvoogding”-nya
negara-negara yang menjajah negeri-negeri terjajah itu tadi sebagai suatu
barang yang sukar dipertanyakan.orang-orang tak akan segampang itu melepas
bakul nasinya jika melepas bakulnya dapat mendatangkan kematiannya (Kelaparan).
Begitulah
bertahun-tahun, berwindhu-windhu, rakyat-rakyat Eropa menjajah negara-negara di
Asia. Berwindhu-windhu harta dan kerezekian negara Asia dikeruk untuk
dimasukkan ke Negara Eropa. Teristimewah Eropa-Baratlah yang bukan main
menambah kekayaannya lewat hasil menjajah. Begitu tragisnya riwayat-riwayat
negara yang terjajah !!
Dan kesadaran akan
tragedi penjajahan inilah yang menyadarkan rakyat-rakyat yang terjajah itu
tadi. Sebab, walaupun lahirnya termiskinkan dan tunduk akan penjajahan, maka Spirit Of Asia masih kekal !! ruh Asia
masih hidup sebagai api yang tidak pernah padam !! kesadaran akan nasib tragis
inipula yang sekarang menjadi nyawa pergerakan rakyat di Indonesia, walaupun
dalam maksudnya sama, ada mempunyai tiga kutub Ideologi : NASIONALISTIS, ISLAMISTIS dan MARXISTIS adanya.
Mempelajari, mencari hubungan dari ketiga kutub ideologi itu
membuktikan, bahwa tiga haluan itu berada didalam negeri yang terjajah. Tak
berguna berseteru dan berselisih satu sama lain. Membuktikannya pula hanya
dengan bekerja sama menjadi satu gelombang yang maha besar dan maha kuat, satu ombak topan yang tak
dapat ditahan terjangannya, itulah kewajiban kita semua harus memikulnya. Berhasil atau tidaknya kita semua yang akan menjalankan kewajiban ikut
mempersatukan gelombang ideologi itu tadi. Sebab kita yakin, dengan
persatuanlah yang kelak kemudian hari akan membawa kita kearah cita-cita kita
bersama menuju Indonesia Merdeka !!!
Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, entah
bagaimana pula bentuk dari persatuan itu. Akan tetapi tetaplah, bahwa kapal
yang membawa kita menuju Indonesia merdeka, ialah kapal hasil persatuan bangsa
Indonesia. Mahatma, sebagai juru kemudi yang akan membuat dan mengemudikan
kapal persatuan itu kini barangkali belum ada, akan tetapi yakinlah kita pula,
bahwa kelak kemudian hari akan datang saatnya
sang Mahatma itu berdiri tegak ditengah hadapan kita. Itulah sebabnya
kita dengan besar hati mempelajari dan ikut meratakan jalan menuju persatuan
itu. Itulah maksud dari tulisan pendek ini.
Nasionalisme –
Islamisme – Marxisme inilah azas-azas yang dipeluk oleh
pergerakan-pergerakan rakyat diseluruh belahan dunia Asia yang terjajah. Inilah
faham-faham yang menjadi ruhnya pergerakan-pergerakan di Asia dan ruhnya pula
bagi pergerakan-pergerakan rakyat di Indonesia sekarang ini.
Partai Budi Utomo, “Marhum
National Indische Partij” yang kini masih hidup seperti Partai Sarikat
Islam, Perserikatan Minahasa, Partai Komunis Indonesia, Dan masih banyak lagi.
Itu masing-masing tiap partai mempunyai Ruh Nasionalisme, Ruh Islamisme, dan
Ruh Marxisme. Dapatkah ruh-ruh ini dapat bekerja sama di dalam politik negara
yang sedang terjajah menjadi ruh maha besar dengan persatuan ? persatuan
pula-lah yang akan membawa kita menuju lapangan yang lebih besar ?
Dapatkah didalam tanah
yang terjajah pergerakan Nasionalisme itu dirapatkan dengan pergerakan
Islamisme yang pada hakekatnya tiada bangsa dengan pergerakan Marxisme yang
bersifat Perjuangan International (Lingkup Luas) ?
Dapatkah Islamisme itu
ialah sebuah Agama didalam dunia politik negeri terjajah bekerja sama dengan
Nasionalisme yang mementingkan bangsa, dan dengan Matrealismenya Marxisme yang
membedah kesenjangan sosial-ekonomi bangsa ?
Akan ada hasilkah usaha
kita merapatkan Budi Utomo yang begitu sabar-halus (gematigd), dengan Partai
Komunis Indonesia yang begitu kerasnya sepak terjang dalam sosialisme dan
radikal militan terjangannya ? Budi Utomo yang begitu evolusioner, dan Partai
Komunis Indonesia, yang walau terlihat kecil dari musuh-musuhnya begitu didesak
dan dirintangi oleh banyak rupanya musuh itu akan mengingatkan kita pada peringatan
Al-Carthill bahwa “yang
mendatangkan pemberontakan–pemberontakan itu biasannya bagian-bagian yang
terkecil dan menjadi bagian terkecil sekali ?”
Nasionalisme !!! Kebangsaan !!!
Dalam
tahun 1862 Ernest Renan telah membuka pendapatnya tentang faham “Bangsa” itu menurut pujangga ini ada
suatu nyawa, atas akal yang terjadi dari dua faktor : Pertama-tama, rakyat itu
dahulunya harus bersama-sama menjalani karena satu riwayat. Kedua, rakyat itu
sekarang harus mempunyai kemauan, keinginan, hidup yang menjadi satu-kesatuan.
Bukan karena jenis Ras, bukan dari bahasa daerah masing-masing, bukan dari
faktor Agama, bukan persamaan kebutuhan, bukan pula karena pembatas negeri yang
menjadikannya sebuah Bangsa.
Dari
tempo belakangan ini, selain penulis-penulis lain seperti Karl Kautsky, Karl
Radek, dan juga Otto Bauer lah yang telah mempelajari soal “Kebangsaan” itu
tadi. Bangsa adalah suatu kesatuan perangai yang terjadi dari proses persatuan
hal ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu sendiri. Nasionalisme adalah suatu iktikad suatu kesadaran rakyat, bahwa rakyat
itu adalah satu golongan satu bangsa. Bagaimana juga bunyi dari
keterangan-keterangan yang telah diajarkan oleh ahli-ahli ilmu pengetahuan yang
disebutkan diatas tadi, maka tetaplah bahwa rasa Nasionalistis itu menimbulkan
suatu rasa kepercayaan akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali
untuk mempertahankan di dalam sebuah
perjuangan menempuh keadaan-keadaan yang mau mengalahkan kita.
Rasa
percaya diri inilah akan memberikan keteguhan hati pada kaum Budi Utomo dalam
usahanya menjadi Jawa besar. Rasa percaya diri inilah yang menimbulkan
ketetapan hati pada kaum Revolusioner-Nasionalis dalam perjuangannya menjadi
Hindia besar atau Indonesia merdeka.
Apakah
itu rasa Nasionalisme ? yang pada kepercayaan akan diri sendiri begitu gampang
menjadi kesekumpulan bangsa dan begitu gampang mendapat tingkatannya yang kedua,
ialah kesekumpulan ras, walau faham sebuah ras itu setinggi-tingginya langit berbeda
dengan faham bangsa. Oleh sebab itu ras adalah sebuah faham biologis, sedangkan
Nasionalis itu adalah faham sosiologis (ilmu pergaulan hidup). Apakah
Nasionalisme itu dalam politik kolonial bisa menyatukan diri dengan Marxisme
yang International-Interrasialisme itu ?
Dengan
ketetapan hati kita menjawab : Bisa !!!
Sebab
walaupun Nasionalisme itu dalam hakikatnya mengecualikan segala pihak yang ikut
mempunyai “Keinginan hidup menjadi satu” dengan rakyat itu tadi. Walau
Nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tak merasa “satu
golongan - satu bangsa” dengan rakyat, maka tak boleh lupa bahwa
manusia-manusia menjalankan pergerakan Islamisme dan pergerakan Marxisme di
Indonesia dengan manusia yang menjalankan Nasionalisme itu semuanya mempunyai
“keinginan hidup menjadi satu”. Bahwa mereka yang saling berdampingan dengan
kaum Nasionalis itu merasa menjadi “Satu golongan-satu bangsa”. Bahwa dari
setiap pergerakan kita ini, baik Nasionalis, Islamis, dan Marxis beratus-ratus
tahun lamanya berkesamaan nasib dengan persatuan ichwal persamaan nasib yang
belum merasakan kemerdekaan. Kita tidak boleh lalai dengan mengistimewahkan
salah satunya, karena persatuanlah yang menimbulkan rasa “satu segolongan”.
Betul rasa golongan ini masih membuka
kesempatan untuk perselisihan satu sama lain. Sampai saat inipun belum pernah
ada persahabatan yang kokoh diantara pihak-pihak pergerakan di Indonesia yang
berbeda-beda. Akan tetapi bukan pula maksud jikalau kita sekarang berselisih,
tidak sukarlah mendatangkan permasalahan perselisihan itu sekarang.
Maksud
tulisan ini adalah untuk membuktikan, bahwa persahabatan bisa tercapai.
Hendaklah kaum
Nasionalis yang mengecualikan dan mengucilkan segala pergerakan yang tak
terbatas pada Nasionalisme, dan mengambil tauladan akan sabda Karamchand Gandhi
“Buatlah
rasa cinta tanah air itu kedalam cinta segala manusia, seperti seorang patriot
yang membela sesama manusianya dengan cara kemanusiannya tanpa mengecualikan
siapa saja”. Inilah rahasia sang Gandhi mempunyai
cukup kekuatan untuk mempersatukan pihak Islam, dengan pihak Hindu, pihak
Parsi, pihak Jain, pihak Sigh yang jumlahnya lebih dari tiga ratus juta. Lebih
dari enam kali lipat jumlah bumi putera Indonesia, hampir seperlima jumlah
manusia yang ada dimuka bumi.
Tidak ada pengahalang Nasionalis ini dalam gerakannya bekerja
sama dengan kaum Islamis, dan Marxis. Lihatlah kekalnya penghubung antara
Nasionalis Gandhi dengan PAN-Islamis Maulana Muhammad Ali, dengan PAN-Islamis
syarikat Ali yang waktu gerakannya Non-Coorporation India sedang membasis
hampir tiada pemisahnya satu sama dengan yang lainnya. Lihatlah pergerakannya
Partai Nasionalis Koumintang di Tiongkok. Dengan ridho hati menerima
paham-paham Marxis yang tidak setuju dengan kemiliteran, tak setuju dengan
bentuk Imprealisme (penjajahan), dan tak pernah setuju pada sistem permodalan
(Investasi).
Bukan kita mengaharap Nasionalis itu berubah haluan
menjadi berpaham Islamis atau Marxis, bukan juga bermaksud kita menyuruh Marxis
dan Islamis berbalik menjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita lah menjadi
kerukunan, dan persatuan antara ketiga golongan itu
(Nasionalis-Islamis-Marxis). Asal memiliki rasa kemauan untuk mempersatukan dan
kepercayaan ketulusan hati satu sama lain, tersadar akan pepatah “Kerukunan
akan menjadikan sentosa” (itulah sebaik-baiknya jembatan menuju
persatuan). Cukup kuatnya untuk melangkahi segala perbedaan dan kesenjangan
antara dari segala pihak-pihak dalam pergerakan ini.
Kita ulangi kembali : Tidak ada halangannya Nasionalis
itu dalam pergerakannya untuk bekerja sama dengan Islamis dan Marxis.
Nasionalis yang sejatinya berdiri dari rasa cinta akan tanah air yang
berlandaskan pada pengetahuan atas susunan ekonomi dunia dan sejarahnya, bukan
semata-mata timbul atas karena suatu keadaan semata. Nasionalis bukan Chauvinis
(Nasional Karena sesama suku/Sempit), Nasionalis haruslah menolak segala faham
pengecualian yang berarti sempit seperti Budi Utomo yang Nasional ke-Jawaan
saja. Nasionalis yang sejati adalah Nasionalismenya itu bukan semata-mata
meniru atau mengcopy dari Nasionalisme Barat. Akan tetapi timbul dari rasa
cinta akan manusia dan memanusiakan-manusia.
Nasionalis yang sanggup menerima rasa Nasionalismenya itu sebagai wahyu
dan melaksanakan rasa itu sebagai pengabdian yang akan menghindarkan bangsa dari
segala paham yang berpaham sempit dan terkecil. Baginya rasa cinta kebangsaan
itu adalah bermakna lebar dan luas sekali, dengan memberi tempat dan kesempatan
pada lain-lain sesuatu, sebagai bukti lebar dan sangat luasnya udara yang
memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu dihidupinya untuk kehidupan.
Wahai bangsaku, apa penyebab rasa kecintaan suatu bangsa
dari banyak Nasionalis Indonesia lalu menjadi kebencian ? jikalau dihadapkan
kepada orang-orang Indonesia yang berkeyakinan paham Islamisme ? apakah
penyebab dari rasa kecintaan itu lalu berbalik menjadi permusuhan, bila
dihadapkan pada orang-orang Indonesia yang bergerak berkayinan paham Marxis ?
Tiadakah tempat didalam
sanubari dihatinya untuk menjadi Nasionalis sejati seperti Gopala Khrisna
Gokhate, dan Mahatma Gandhi, atau Chita Ranjam Das ??
Janganlah hendaknya kaum
kita sampai hati memeluk Jargon-Nasionalismenya, seperti Jargon-Nasionalismenya
Arya Sumaj di India sebagai pemisah dan pemecah persatuan Hindu-Muslim. Pada
akhirnya Nasionalismenya binasah oleh karena rasa Nasionalisnya hanya sebagai
apa yang ada difikirannya saja bukan berfikir keluasan. Andaikan saja
Nasionalismenya berlandaskan dari azas-azas yang suci. Sama seperti
Nasionalisme-Ketimuran yang sejatinya hanya dipeluk oleh Nasionalis Timur saja,
dan Nasionalis Eropa yang sejati hanya dipeluk oleh orang-orang Nasionalis
Eropa saja. Nasionalis yang masih bersifat saling serang-menyerang, Nasionalis
yang hanya mengejar kepentingan pribadi, sama seperti Nasionalis pedagang yang
hanya mengejar untung dan rugi. Nasionalisme yang seperti itu maka akan
cepatlah terbinasahkan.
Adakah keberatan kaum Nasionalis yang sejati untuk
bekerja sama dengan kaum Islamisme, oleh karena kaum Islamisme itu melebihi
kebangsaan dan melebihi batas-batas negeri yang berfaedah Super-Nasional dan
Super-Teritorial (Khilafah) ?
Adakah
Internationalis-Islamisme menjadi penghalang untuk merubah gerakannya menjadi
Nasionalisme untuk Kebangsaan ?
Banyak Nasionalis-Nasionalis diantara kita yang sama,
lupa bahwa pergerakan Nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini, diseluruh
Asia, ada kesamaan asal ? Sebagaimana yang telah diutarakan diawal tulisan ini
keduanya berasal dari Nafsu ingin melawan “BARAT”
atau lebih tegasnya melawan penjajahan KAPITALISME dan IMPREALISME BARAT ? Sehingga sebenarnya bukan lawan, melainkan
menjadi Persekawanan. Betapa luhurnya sikap Nasionalisme Prof. T. L. Vanoani,
seorang yang bukan Islam menulis “Jikalau Islam Menderita Sakit, Maka
Ruh Kemerdekaan Timur Akan Menjadi Sakit Juga, Sebab Semakin Negara-Negara
Muslim Kehilangan Kemerdekaannya, Maka Semakin Semena-Mena pula Imprealisme
Eropa-Barat Menginjak-Injak Harga Diri Asia.
Tetapi
Saya Percaya Pada Asia-Sediakala Bahwa Ruhnya Akan Menang, Islam Adalah
International, Dan Kalau Islam Merdeka, Maka Nasionalisme
Kita Itu Diperkuat oleh Segenap Kekuatan Ihktikad International”.
Bukan itu saja, banyak Nasionalis-Nasionalis kita yang lupa, bahwa orang Islam dimanapun
keberadaannya diseluruh Darul Islam, menurut Agamanya wajib bekerja untuk
keselamatan orang-orang di Negara yang ditempatinya. Nasionalis itu juga lupa,
bahwa orang Islam yang bersungguh-sungguh menjalankan ke-Islamannya, baik orang
Arab, maupun orang India, baik orang Mesir maupun orang manapun juga, jikalau
berdiam di Indonesia wajib pula bekerja untuk keselamatan Indonesia itu. Dimana
orang-orang Islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya negeri tempat
kelahirannya, didalam negeri yang baru itulah masih menjadi satu bagian dari
pada rakyat Islam daripada persatuan Islam. Dimana-mana orang Islam bertempat,
disitulah dia harus mencintai dan berjuang untuk keperluan negeri itu dan
rakyatnya.
Inilah Nasionalisme Islam !!!
Jika sempit dalam
berpandangan dan sempit dalam pikiran Nasionalis yang memusuhi Islamisme ini,
maka Sempit pula pandangan, dan sempit pikiran ia, karena ia memusuhi Azas,
walaupun International dan Interrasial mewajibkan pada segenap pemeluknya yang
ada di Indonesia, Bangsa apapun mereka, wajib mencintai tanah air dan berjuang
bersama-sama untuk keperluan Indonesia dan rakyat Indonesia. Adakah keberatan untuk
kaum Nasionalis sejati, untuk bekerja sama dengan kaum Marxis, oleh dikarenakan
Marxisme itu sendiri International juga ?
Nasionalis yang segan berdekatan dan bekerja sama dengan
kaum Marxis, kaum Nasionalis semacam itulah menunjukan ketidak-mampuan atas
perkembangan pengetahuan tentang putaran roda politik dunia dan sejarahnya. Ia
lupa, bahwa asal pergerakan Marxis di Indonesia dan Asia juga merupakan tempat
berasal pergerakan mereka. Mereka juga lupa bahwa pergerakan mereka acap kali
sama dengan dengan arah tujuan pergerakan bangsanya yang Marxis itu tadi. Sama
artinya dengan menolak kawan yang sejalan dan menambah daftar musuh karena lupa
dan tidak mengerti akan artinya sikap dari saudara-saudara di lain Negaranya di
Asia. Seumpamanya Almarhum Dr. Sun Yat Sen., Seorang panglima Nasionalis besar
dengan kesenangannya bekerja sama dengan kaum Marxis walaupun beliau
berkayikanan, bahwa peraturan Marxis pada saat itu belum bisa Legal di Negara
Tiongkok. Oleh karena itu Negeri Tiongkok tidak memberi syarat yang cukup masak
untuk mengadakan peraturan melegalkan Marxis itu. Perluka kita membuktikan
lebih lanjut, bahwa Nasionalisme itu baik sebagai Azas yang timbul dari rasa
ingin hidup menjadi satu-kesatuan. Sebagai bentuk rasa kesadaran rakyat, bahwa
rakyat itu berada dalam satu golongan, satu bangsa. Walaupun satu perangai yang
terjadi dari proses persatuan, hal dasar yang telah dijalani oleh rakyat,
perlukah kita membuktikannya lebih lanjut bahwa Nasionalisme itu saja yang memeluknya memiliki kemauan untuk berkawan
dengan Islamisme dan Marxisme ??? perlukah kita lebih lanjut contoh sikap para
pejuang-pejuang Nasionalis di Negara lain, yang bergandengan tangan bersama
kaum Islamisme dan Marxime ???
Kita rasa tidak !!! sebab rasa kepercayaan pada tulisan
ini, walaupun pendek dan jauh kurang sempurna, sangat sudah cukup jelas untuk
Nasionalis-Nasionalis kita untuk bersatu.
Kita percaya, bahwa semua Nasionalis-Nasionalis muda berdiri disamping kita,
kita juga percaya bahwa, masih banyak Nasionalis-Nasionalis kolot (Tua) yang
mau bersatu. Kebimbangan mereka dengan persatuan ini yang membuat hatinya
kecilnya untuk mengegerakan persatuan. Pada mereka itulah terutama tulisan ini
kita gunakan untuk menggerakan mereka.
Kita tidak merencanakan tulisan ini untuk Nasionalis-Nasionalis
yang tidak ingin bersatu. Nasionalis yang seperti itu kita serahkan pada
pengadilan sejarah, dan Mahkamah Sejarah Indonesia !!!!
Islamisme
ke-islaman sebagai fajar sehabis malam
gelap gulita yang akan menutup abad-abad kegelapan, maka didalam abad
ke-sembilan belas berkilau-kilauanlah dunia didalam ke-Islaman dua pejuangnya
yang namanya tidak akan hilang didalam tulisan buku-buku sejarah Islam seperti
Syekh Muhammad Abduh, Rektor Sekolah Tinggi Al-Azhar, dan Seyid Djamaluddin
El-Afghni, dua orang panglima PAN-Islamisme yang telah membangunka dan
menjunjung tinggi rakyat Islam diseluruh Benua Asia dari kegelapan dan
kemunduran. Walaupun dalam sikapnya berbeda pandangan satu sama lain, Seyid
Djamaluddin El-Afghni lebih radikal daripada Syekh Muhammad Abduh. Mereka
berdualah yang membangunkan kenyataan-kenyataan islam tentang politik, terutama
Seyid-Djamaluddin sebagai orang pertama yang membangunkan rasa perlawanan
dihati sanubari rakyat-rakyat muslim terhadap pada bahaya Imprealisme Barat. Mereka
berdua pula yang pertama mengkhotbahkan suatu barisan rakyat islam yang kokoh,
guna melawan bahaya laten Imprealisme Barat.
Sampai pada wafatnya di tahun 1896, Seyid Djamaluddin
El-Afghni harimau PAN-Islamisme yang gagah berani itu berjuang dengan tiada
hentinya, dalam menanam benih ke-Islaman dimana-mana, menanamkan rasa
perlawanan terhadap penjajahan Barat, menanam keyakinan bahwa untuk melawan itu
kaum Islam harus mengambil tekniknya “Kemajuan bangsa Barat dan mempelajari
rahasia-rahasia kekuasaan Barat”. Benih-benih itupun tertanam seperti ombak
yang semakin lama semakin hebat, seperti gelombang yang makin tinggi dan besar.
Maka diseluruh dunia Muslim tentara-tentara PAN-Islamisme bersama-sama
membangun dan bergerak dari Turkey dan Mesir, sampai ke Marroco, Kongo, Persia,
dan Afghanistan, hingga membanjiri India sampai ke-Indonesia, gelombang
PAN-Islamisme membasis dimana-mana.
Begitulah rakyat Indonesia saat ini, yang tersadar akan
tragis nasibnya sendiri sebagai sama-sama berdiri dibawah bendera hijau, muka
kearah Qiblat, mulut melantunkan ayat suci “La Haula Wala Kawuta Illa Billah
dan Fisabilillahi”. Mula-mula masih perlahan-lahan dan belum bisa
terang-terangan di jalan yang dilalui, maka nanti akan semakin nyata menuju
arah-arah yang cita-citakan, dan semaki banyak pula hubungannya dengan
gerakan-gerakan Islam di Negara-Negara lainnya. Semakin teranglah sepak
terjangnya dibumi Internasional. Semakin mendalamlah pendiriannya atas
hukum-hukum agama. Karena tidak heranlah kita bila seorang profesor Amerika
Ralston Hayden menulis “Pergerakan Sarekat Islam ini Akan
Berpengaruh Besar Atas Situasi Politik Dikemudian hari”, bukan hanya di
Indonesia saja, tetapi juga diseluruh dunia Timur. Ralston Hayden dengan ini menyatakan keyakinan atas sikap
International atas pergerakan Sarekat Islam itu sendiri. Dia juga menunjukan
pula suatu pandangan yang jernih atas kejadian di masa depan yang belum terjadi
pada saat dia menulis. Bukankah tujuannya telah terjadi ?? pergerakan Islam di
Indonesia ikut menjadi cabang Mu’tamar-ul ‘Alamil Islam di Mekkah ? gerakan
Islam Indonesia telah menceburkan diri dalam laut perjuangan Islam Asia !!!
Makin mendalamnya pendirian atas keagamaan, pergerakan
Sarekat Islam inilah yang menyebabkan keseganan kaum Marxis untuk merapatkan
diri dengan pergerakan Islam, semakin lama kemukanya sifat Internasional itulah
oleh kaum Nasionalis “KOLOT” dipandang tersesat. Hampir semua kaum Nasionalis
Muda ataupun kolot, baik Evolutioner atau Revolutioner, memiliki keyakinan yang
sama bahwa agama itu “Tidak Boleh Dibawa-bawa Kedalam Ranah
Politik”. Sebaliknya bagi kaum Islamis “Fanatik” sama halnya dalam
menghina politik Kebangsaan kaum Nasionalis, menghina politik kerezekian Kaum
Marxis. Kaum islamis fanatik memandang politik Kebangsaan itu berarti sempit,
dan mengatakan politik kerezekian itu sebagai kasar. Maka semakin sempurnalah
perselisihan dari ketiganya.
Para Nasionalis dan Para Marxis tadi menuduh pada gerakan
Islam itu sebagai penyebab rusaknya keadaan negara-negara Islam karena Politik
Islam, dan semakin membuat rendah derajat semuanya dibawah kendali politik
pemerintahan Negara-Negara Barat yang Beradi Kuasa. Karena mereka gagal paham
!! bukan Islamnya, melainkan pemeluknyalah yang salah memahami hukum perjuangan
Islam. Sebab bila dipandang dari pendirian Nasional, dan pendirian Sosialistis,
maka tinggilah derajat dunia Islam pada mulanya dan tidak ada bandingannya.
Rusaknya kebesaran Nasional, rusaknya Sosialisme Islam, bukanlah disebabkan
oleh agama Islam itu sendiri, melainkan rusaknya Islam dikarenakan telah
rusaknya moral dan budi pekerti orang-orang yang menjalankannya. Sesudah Amir
Muawiah mengutamakan Azas Kedinastian-Duniawi untuk aturan ke-Khalifaan,
sesudah Khalifa-Khalifa itu menjadi Raja, maka padamlah tabiat Islam yang
sebenarnya. Amir Muawiyah lah yang harus bertanggung jawab atas rusaknya
nilai-nilai Islamisme yang sebenarnya bersifat Sosialisme dengan
sebenar-benarnya. Begitulah Umar Said Tjokroaminoto berkata. Dipandang dari
pendirian Nasional, tidakkah Islam telah melahirkan contoh-contoh kebesaran
yang mencengangkan bagi siapa saja yang mempelajari sejarahnya, dan menjengkali
bagi mereka yang mempelajari sejarah kulturnya. ??
Islam telah rusak. .
karena yang menjalankannya telah rusak moral budi-pekertinya.
Negara-Negara Barat telah banyak merampas Negara Islam, karena pada saat
perampasan itu kaum Islamnya kurang tebal Tauhidnya. Karena itu menurut Wet
Evolusi DSB “Susunan Pergaulan Hidup Bersama Sesudah Bersatu”. Satu keharusan
sejarah negeri-negeri Barat Itu menjalankan perampasan itu tadi. Tebalnya
tauhid itulah yang memberi keteguhan pada bangsa Riff menentang Imprealisme
Bangsa Spanyol dan Perancis yang bermeriam lengkap.
Islam sejati bukanlah yang anti-Nasionalisme, dan buka
Islamis sejati yang anti-Sosialisme. Selama kaum islamis memusuhi paham-paham
Nasionalisme yang luas budi dan Marxisme secara benar, selama itupula Islamis
tidak berdiri diatas jembatan Sirothol Mustaqim. Selama itutidaklah ia bisa
mengangkat Islam dari kenistaan dan kerusakan tadi. Kita tidak sama sekali
mengatakan yang Islam itu setuju pada Matrealisme atau Perbendaan, juga tidak
melupakan yang Islam itu melebihi bangsa, super-Nasional. Kita hanya mengatakan
bahwa, islam sejati mengandung sifat-sifat yang Sosialis dan menerapkan
kewajiban-kewajibannya yang menjadi sebuah kewajiban Nasionalis pula.
Bukankah seperti yang sudah kita jelaskan, Islam sejati
mewajibkan pemeluknya mencintai tanah air dan berjuang untuk negeri yang ia
diami sekarang. Mencintai dan berjuang untuk rakyat, selama rakyat dan negaranya itu termasuk Darul Islam ? dan bukan sayid Djamaluddin saja yang
menjadi penanam benih rasa Nasionalisme dan cinta tanah air. Arab Pasha,
Mustafa Kamil, Muhammad Farid Bey, Ali Pasha, Ahmed Bey Agayef, Muhammad Ali
dan Shaukat Ali semuanya adalah tokoh Islam yang mengajarkan cinta tanah air,
semua propagandanya untuk Nasionalisme untuk Negara mereka sendiri. Hendaknya
tokoh-tokoh Islam tadi menjadi teladan bagi Islamis-Islamis kita yang Fanatik
dan sempit dalam memandang, juga yang tak suka mengetahui akan kewajibannya
merapatkan diri dengan gerakan bangsanya yang Nasionalisme. Hendaklah
Islamis-Islamis tadi mengingat, bahwa pergerakan anti-Kafir itu, bukanlah untuk
ditunjukan kepada golongan-golongan yang berbeda paham dari Islamisme di
Indonesia, tetapi anti-Kafir tersebut teruntukan untuk mereka dari bangsa lain
yang melakukan Imprealisme. Islamisme sejati bukanlah yang demikian menjadi
Islamis kolot yang tak mengerti perkembangan zaman, sehingga terus saling
memusuhi yang berbeda dengan golongannya.
Demikian
pula kita yakin bahwa golongan kaum Islamis ini dapat bersatu dengan kaum
Marxis, walaupun hakikatnya dua pihak ini berbeda azas yang lebar sekali.
Sangat pedihlah hati kita mengingat akan gelap gulitanya kondisi di Indonesia
saat ini, tatkala juga beberapa tahun lalu kita menjadi saksi atas permusuhan
dan pecahnya persaudaraan sebangsa antara kaum Marxis dan kaum Islamis, juga
kita menjadi saksi telah terbelah menjadi dua tentara-tentara pergerakan
Indonesia yang saling membunuh satu sama lainnya ?? dan sejarah kesaksian
inilah yang membuat isi-isi sejarah kita menjadi SURAM !!! pertempuran dua
saudara inilah yang membuang sia-sia kekuatan pergerakan kita, yang suatu
kemustahilan saat akan menjadi semakin lama semakin kuat tadi.
Alangkah begitu kuatnya pergerakan
bangsa kita sekarang andaikan saja perang saudara itu antara Muslim dan Marxis
itu tidak pernah terjadi. Niscaya kita tidak akan merusakan cita-cita kita
bersama itu tadi. Pergerakan bangsa kita semakin maju dan kuat, walaupun
sebesar apapun rintangan yang akan kita hadapi bersama. Kita berkeyakinan tidak
ada halangan yang penting bagi persahabatan Muslim-Marxis itu tadi. Diatas juga
sudah diterangkan, bahwa Islamisme yang sejati adalah mengandung sifat-sifat
yang Sosialis, walaupun kita mengetahui bahwa Sosialisme Islam itu tidak
bersamaan dengan Azas Marxisme. Oleh dikarenakan Sosialis Islamisme itu berazas
SPIRITUALISME dan Sosialismenya
Marxisme itu berazas MATREALISME
(menilai dari perbendaan). Walaupun begitu, maka keperluan kita cukup untuk
membuktikan bahwa Islam sejati itu Sosialisme adanya.
Kaum
Islam juga tidak boleh lupa, bahwa Materalisme tentang sejarah menurut
perbendaan (Matrealisme-Diallektika-History) inilah yang seringkali menjadi
penunjuk jalan bagi mereka tentang kesenjangan ekonomi dan politik dunia yang
sulit ditafsirkan. Mereka juga tidak boleh lupa terhadap metode
Historis-Matrealisme (Ilmu sejarah yang dikaitkan dengan benda yang dihasilkan)
dapat menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi dimuka bumi ini dengan
cara menajamkan kejadian-kejadian yang akan datang (Hipotesa masa depan),
adalah sangat berguna bagi mereka.
Kaum
Islamis juga tidak boleh lupa, bahwa Kapitalisme (Musuh sejati Marxisme), ialah
musuh Islamisme juga. Sebab sepanjang sepemahaman Marxisme, dalam hakikatnya
tidak lain dari praktek “RIBA” menurut
pandangan Islamnya. Dimana dalam teori Kapitalisme ialah memakan hasil
pekerjaan orang lain, dan tidak memberikan imbalan yang setimpal atas jasa
selama ia bekerja untuk menguntungkan Kapitalisme. Teory tersebut dimukakan
oleh Prof. Dr. Karl Heinrich Marx (dikenal: Karl Marx) dan Prof. Dr Friederich
Engels (dikenal : Engels) untuk menerangkan asal-muasalnya praktek KAPITALISME
terjadi. Paham inilah yang menjadi nyawa segala peraturan yang bersifat KAPITALISTIS. Dengan memerangi inilah,
kaum Marxisme memerangi Kapitalisme sampai ke akar-akarnya.
Untuk Islamis sejati, tak semestinya memusuhi
cara paham kaum Marxis yang memberi perlawanan terhadap peraturan praktek RIBA
itu tadi. Karena Islam sejati pun turut memerangi peraturan praktek seperti
itu, tak lupa melarang keras akan perbuatan memakan RIBA dan memungut bunga.
Islamis mengerti bahwa RIBA ini pada hakikatnya pertentangan perlawanan dari
perjuangan kaum Marxis itu sendiri.
“Janganlah
Memakan Riba Berlipat-Ganda dan Perhatikanlan Kewajibanmu Terhadap Allah,
Moga-moga Kamu Beruntung : Al-Quran, surah Al-Imron ayat 128”.
Pandangan Islamis yang luas ialah yang mengerti akan
kebutuhan-kebutuhan perlawanan kita, pastilah setuju dengan persahabatan dengan
kaum Marxis. Oleh sebab itu ia menyadarkan bahwa memakan RIBA dan pemungutan
bunga menurut ajaran agama Islam adalah yang terlarang dan Sebuah perbuatan
yang Haram. Dia menyadarkan bahwa inilah cara Islam memerangi praktek
KAPITALISME sampai pada akar dan benihnya, oleh karena seperti yang sudah
diterangkan dimuka, RIBA ini sama dengan dasar nyawanya praktek-praktek
Kapitalisme itu tadi. Ia juga menyadarkan bahwa sebagai Marxisme Islam pula “yang mempercayai Allah dengan pengakuannya atas Kerajaan Tuhan, adalah suatu protes atas kejahatannya
Kapitalisme”.
Islamis yang Fanatik dan memerangi kelompok Marxis adalah
Islamis yang tidak kenal dengan larangan-larangan dalam ajaran agamanya.
Islamis yang demikian tak mengetahui sebagai Marxisme Islamisme yang sejati
melarang penumpukan uang secara praktek Kapitalis, melarang
penimbunan-penimbunan harta benda untuk kepentingan perut pribadi atau
keluarganya sendiri ialah yang tak ingat akan ajaran kandungan ayat Al-Quran.
“Tetapi
Barang Siapa Yang Menumpuk-Numpuk Emas dan Perak dan Membelanjakannya Tidak
Menurut Ajaran Allah, Maka Dia lah yang Akan Mendapatkan Celaka (Azabnya)”.
Ia mengetahui, bahwa
sebagai Marxisme yang dimusuhi agama Islam dengan jalan yang memerangi praktek
Kapitalisme dengan terang-terangan.
Masih banyak lagi kewajiban-kewajiban dan
ketentuan-ketentuan ajaran Islam yang bersamaan dengan tujuan-tujuan dari
gerakan Marxisme itu tadi. Sebab bukankah hakikatnya zakat dalam agama Islam
itu suatu kewajiban si-Kaya yang membagikan rezekinya kepada si-Miskin ???
pembagian kerezekian juga dikehendaki oleh Marxisme, tentu saja dengan cara
Marxisme itu sendiri ?? bukankah ada kecocokan tafsir-tafsir “Kemerdekaan,
Persamaan dan Persaudaraan” dengan Marxisme yang dimusuhi oleh banyak kaum
islamis itu tadi ??
Bukankah Islam sejati
ialah yang membawa “Perikemanusiaan atas
Kemerdekaan persamaan Nasib dan Persaudaraan” ??
Bukankah Nabi didalam
ajaran Islam sendiri telah mengajarkan persamaan itu dengan sabda : “Hai Aku Ini Hanyalah Manusia Sama Seperti
Kamu, Sedari Aku Terlahir, Bahwa Tuhanmu Ialah Tuhan Yang Satu” yang
terkutip didalam surah Al-Hujarat Ayat 13 yang berbunyi “HAI MANUSIA, SUNGGUHLAH KAMI
TELAH MENJADIKANMU DARI SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN , DAN KAMI
JADIKAN DARI PADAMU BERSUKU-SUKU, DAN CABANG-CABANG KELUARGA SUPAYA KAMU SALING
KENAL SATU SAMA LAIN ???” bukankah persaudaraan ini tidak tinggal
sebagai persaudaraan sebatas teori saja. Dan ataukah bagi mereka yang bukan
Islam diakui menjadi sebaliknya ??
Hendaknya kaum Islam yang tidak mau merapatkan diri
dengan kaum Marxis , harus ingat bahwa dalam pergerakannya mereka mempunyai
cita-cita dan tujuan yang sama berbunyi “KEMERDEKAAN, PERSAMAAN, DAN PERSAUDARAAN”
Sangat disayangkan
bila pergerakan Islam di Indonesia kita ini saling bermusuhan dengan pergerakan
Marxis. Belum pernah ada di Indonesia ini pergerakan bersama-sama untuk saling
membela rakyat. Di Indonesia sendiri pun belum pernah ada kerjasama antar
pergerakan Islam dan pergerakan Marxis yang saling bergandengan dalam satu
pergerakan rakyat yang begitu menggetarkan sampai ketulang sum-sum rakyat
sebagai pergerakan yang menggerakan rakyat, menyadarkan rakyat yang tertidur
dari tidur panjang selama penjajahan Kapitalisme Eropa di tanah Indonesia ini,
bersatu menjadi satu pergerakan bagaikan terjangan banjir bah yang siap
melantakkan kolonial-kolonialisme bangsa Eropa tadi !!!
Berbahagialah kaum Islamis yang telah tersadar untuk mau
bersatu, dan bahagialah mereka yang berjuang untuk menjalankan
perintah-perintah agamanya untuk membela rakyat yang tertindas dan terjajah !!!
Bagi kaum Islamis yang
belum tersadar dan masih Fanatik yang tidak menginginkan persatuan, maka
merekalah yang akan bertanggung jawab terhadap sikapnya dihadapan Tuhannya !!!
Marxisme !!!
Mendengar perkataan ini, bagaikan suatu tampakan bayang-bayang
penglihatan tergambar jelas berbondong-bondongnya kaum yang Mudlarat dari
segala bangsa dan Negera, dengan muka
pucat, badan kurus, pakaian terkoyak-koyak, nampak jelas diangan-angan mereka
akan munculnya suatu pembela kaum mudlarat dan seorang pahlawan bagi kaum
mudlarat tadi. Seorang intelektualis dengan kemantapan hatinya dan kesadarannya
akan mengingat mereka para pahlawan-pahlawan seperti didalam cerita dongeng
kuno Negeri Germany yang sangat sakti dengan tiada tandingannya. Menjadi sebuah
manusia yang hebat dengan kesungguhan hatinya menjadi pemimpin (Maha guru)
pergerakan kaum buruh seperti Prof. Dr. Karl Heinrich Marx (Karl Marx).
Seperti perjuangannya saat muda sampai wafatnya beliau,
beliau tiada henti-hentinya membela dan memberi pencerahan kepada si-Miskin. Bagaimana
mereka sampai bisa termiskinkan hingga menjadi sebuah kesengsaraan bagi mereka,
dan juga bagaimana itu bisa mendapatkan Hak mereka (kemenangan kaum buruh). Tanpa
lelah demi mencapai ia terus berusaha dan berjuang untuk pembelaan kaum
mudlarat yang termiskinkan tadi. Begitulah perjuangannya di tahun 1883 sampai mengehembuskan
nafas terakhirnya, seolah-olah sampai sekarang pun kita seperti masih
mendengarkan suara teriakannya bagaikan suara gemuruh seperti didalam karya
tulisannya pada tahun 1847 saat itu.
“Kaum
Buruh Seluruh Dunia Bersatulah menjadi Satu !!” sesungguhnya sejarah
dunia belumlah mendengarkan pendapat dari seorang manusia, yang begitu cepatnya
masuk dalam keyakinan dalam pergaulan hidup, seperti pendapat seorang dari tokoh
seorang pahlawan kaum Buruh ini. Dari puluhan menjadi ratusan, dari ratusan
menjadi ribuan, dari ribuan sampai jutaan pengikutnya yang selalu bertambah. Sebab
walaupun teori-teorinya sangat tidak mungkin dan berat dilaksanakan bagi kaum
Intelektualis dan para ahli sains, tetapi sangat mudah untuk dipahami oleh
kaum-kaum tertindas dan terjajah seperti kaum melarat yang fikirannya selalu
bergundah dan pasrah.
Berlainan
arah dengan kelompok sosialis-sosialis yang lain, yang selalu mengira bahwa
dalam mencapai cita-cita mereka harus selalu bersahabatan dengan buruh dan
majikannya, seperti ungkapan Ferdinand Lessale “Yang Berteriak Untuk Sebuah
Perdamaian, Maka Karl Marx Didalam Tulisannya Tidak Satu Kali Mempersoalkan
Kasih dan Cinta, Membeberkan Pertentangan Kelas Bawah dan Mengajarkannya Untuk
Terlepas Dari Kemalangannya Nasib Kaum Buruh, Dengan Perlawanannya Terhadap
Kaum “Burjuasi” menjadi Sebuah Perlawan Yang Tidak Boleh Tidak yang Harus Terus
Menuruti Peraturan Yang Dibuat Oleh Kapitalis”.
Walaupun
para pembaca bukunya sudah sedikit-sedikit mengetahui dan tersadar dengan apa
yang diajarkan oleh Karl Marx, maka cukup bergunalah ilmunya itu kita
pergunakan untuk “PENYADARAN” masyarakat
seperti perjuangannya untuk mengingat jasa-jasanya.
Ia
memberi tafsir pemikiran yang berdasarkan (Matrealisme dan Diallektika), dia
juga menjelaskan “Bahwa Harga-Harga
Barang Itu Ditentukan Oleh Banyaknya Tenaga Kerja Dalam Tiap Produksi Barang-Barang
Itu, Sehingga Hasil Produksi tadi Dinilai dari Tiap Kalori (Tenaga) Yang
Dikeluarkan Oleh Para Pekerja Itu Tadi, Dan Tiap Kalori (Tenaga) Yang
Dikeluarkan Patut Dibayar Dengan Harga Setimpal, Karena dari Jasanya Mereka
Dapat Meraup Keuntungan Dari Hasil Produksi”.
Dia
juga menjelaskan, bahwa “Keuntungan yang
didapat dari hasil produksi para buruh-buruh yang dikerjakan, sangat tidak
sebanding nilai keuntungan dengan upah (Gaji) yang didapat oleh buruh yang
telah membuat usahanya menjadi untung”.
Dalam pelajaran sejarah yang didasarkan oleh perbendaan, menafsirkan “Bukan Moral akal manusialah yang menentukan
keadaan, tetapi keadaan sebaliknyalah yang dalam pergaulan dalam bersosial di
kehidupannya yang menentukan moral akal manusianya”. Dalam teorinya pula mengajarkan “oleh karena keuntungan dalam memberi
upah kecil semakin membuat para Kapital
(Pemodal) makin lama mendapat untung yang sebesar-besarnya, dan Kapitalis-kapitalis
kecil akan bersatu (Monopoli) untuk menghasilkan modal yang besar
(Sentralisasi-Kapitalisme), yang terus
menjadi pesaing bagi pengusaha-pengusaha kecil (Usaha Kegiatan Masyarakat) dan
akan mematikan tiap usaha-usaha kecil ini karena kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan
Kapitalis yang semakin besar dan terus menggurita ditiap Teritorial untuk
mengembengkan Perusahaannya.
Dalam teorinya juga menjelaskan mengenai peraturan dalam
permodalan (Investasi) ini, akan semakin membuat kaum kelas bawah termatikan
dan terus menimbulkan rasa dendam yang sangat besar, karena dengan permodalan
ini mata pencarian mereka akan mati, dan lahan-lahan tanah mereka akan terus
tergusur karena pemekaran usaha para pemodal-pemodal besar ini mendirikan
cabang perusahaannya. Meskipun musuh-musuhnya para kelompok Anarkhis, sama-sama
menganut ajaran teorinya Marx yang sudah dijabarkan sedikit di atas pada tahun
1825. Dengan cara Historis-Matrealisme menjabarkan, sejarah-sejarah itu untuk
menceritakan kejadian-kejadian yang sedang terjadi, sedangkan “Ilmu Ekonomi”
untuk menjabarkan penyebab atas kejadian kesenjangan-kesenjangan yang terjadi
didalam masyarakat. Dalam teori-teori
ini tidak memiliki arti yang sempit, tetapi teori ini bersifat untuk umum dan
memiliki pengertian yang sangat dalam di tiap bagian-bagian analisa
sosial-ekonomi masyarakat.
Dengan jalan perjuangan yang jauh dari kata kesempurnaan,
disini kita mencoba membuktikan bahwa, paham Nasionalis, Islamisme, dan
Marxisme didalam negeri yang sedang terjajah bisa saling melengkapi satu sama
lainnya. Dengan jalan yang jauh kurang kesempurnaann ini kita masih dapat
meniru contoh-contoh yang teladan dari para pemimpin revolusi dunia sebelumnya.
Tetapi kita yakin, dengan
terang-benderang menunjukan kemauan kita untuk bersatu. Kita juga yakin, bagi
siapa yang ingin membawa kita semua menuju persatuan, maka akan siap menjadi
pahlawan yang akan membawa kita ke-arah kebesaran menuju kemerdekaan bersama. Kita
meyakini pula, bahwa rencana kita dalam persatuan ini bukan karena atas kemauan
satu pihak golongan saja, tetapi semua golongan patut berjasa dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Untuk mencapai persatuan itu, kita semua bisa berdiri
bersama menjadi seorang oragnisatoris Nasionalis Mahatma Gandhi yang mampu
menyatukan semua golongan. Indonesia pun akan turut bangga mempunyai
tokoh-tokoh seperti Umar Said Tjokroaminoto, Tjipto Mangunkusumo, dan Semaun,
dan Indonesia pun sebentar lagi memiliki Putera-Puteri yang siap mencatatkan
dalam sejarah persatuan Indonesia.
Kita bisa menerima, maka kita juga harus mampu memberi. Inilah
rahasia persatuan. Persatuan tidak bisa terjadi, bila masing-masing pihak tidak
dapat banyak memberi.
Kalau kita semua telah
tersadar bahwa kekuatan hidup itu terletak pada mereka yang mampu menerima
perbedaan, dan dalam hal memberi, kalau kita sadar bahwa perceraian itu adalah
awal perbudakkan bangsa. Jika kita tersadar permusuhan itu dapat menyebabkan
perpecahan suatu bangsa. Maka dari itu ruh rakyat yang mempunyai kekuatan untuk
selalu menjunjung tinggi sinar mentari yang siap menerangi negeri gelap
gulita menuju kearah terangnya sebuah bangsa. Jika keberhasilan kita dalam
menerangi sesama, itu karena atas jasa bersatunya Rakyat Indonesia dalam mencapai sinar sang
fajar yang sudah dekat !!!
Sabtu, 01 Oktober 2016
ANALISA AKAR PERMASALAHAN TERJADINYA PERTUMPAHAN DARAH DI BUMI SUMATERA BARAT (Perang Rakyat Silungkang)
1. Latar Belakang
Peristiwa
heroik ini telah berlalu 89 tahun yang silam. Suatu masa panjang yang tidak memungkinkan kita bisa mengingatnya dengan sepenuh kejelasan. Hampir semua pelakunya telah berpulang ke hadirat Illahi dan begitu pula
saksi-saksi mata utamanya. Yang kini tersisa hanyalah orang-orang tua yang pada
saat peristiwa itu meletus masih sangat belia dan tidak terlibat langsung serta
melihatnya secara menyeluruh. Catatan-catatan tertulis yang bisa dijadikan
bukti otentik tentang persiapan jalannya, akibat dari peperangan itu boleh
dikatakan tidak ada sama sekali.
Satu-satunya yang lengkap mengenai
peristiwa ini adalah Keputusan Pemerintah Republik Indonesia yang menetapkan
dan mengangkat sebagian dari pejuang-pejuang itu sebagai pahlawan Pejuang
Perintis Kemerdekaan. Didirikan pula sebuah monumen yang diberi nama Tugu
Perintis Kemerdekaan yang diresmikan tahun 1947 oleh Wakil Presiden pada waktu
itu Drs. Moh. Hatta sebagai tanda bahwa di wilayah Silungkang dan sekitarnya
pernah terjadi perjuangan heroik. Perjuangan
heroik ini diakui oleh negara sebagai salah satu mata rantai perjuangan rakyat
Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Karenanya cerita tentang PRS 1927 kita
miliki sekarang ini hanyalah berupa sisa-sisa cerita dari mulut ke mulut yang
disampaikan oleh para pelaku dan saksi-saksi mata kepada anak cucunya. Cerita-cerita ini selama ini sudah dianggap sebagai sumber paling competen
mengenai PRS 1927 ini. Tak pernah dicoba menelaah cerita-cerita itu,
membandingkan kebenarannya. Hingga bisa ditarik sebuah kesimpulan yang benar
dan tepat serta seragam tentang :
Siapa yang menggerakkan perang ini. . . ?
Apa sebab-sebab terjadi peperangan
ini . . ?
Apa tujuan yang akan dicapai dengan
perang ini . . ?
1.1 Terlupakan, Melupakan, atau
Benar-Benar Lupa
1.1.1
Terlupa
Wajar kalau
terlupa, apalagi peristiwa ini telah lama berlalu. Telah banyak
peristiwa-peristiwa yang dilewati. Begitu pula nasib yang menimpa Perang Rakyat
Silungkang 1927. Telah terlupa
bagaimana tegar para pejuang pada malam gelap itu berangsur bergerak menuju
medan perang dengan semangat menggebu dan menggenggap tekad, berjuang di jalan
Illahi demi esok yang lebih cerah. Terlupa pada
motivasi serta tujuan besar yang ingin dicapai oleh para pejuang itu. Tujuan
yang telah sanggup menggerakkan seluruh rakyat Silungkang dan sekitarnya rela
berkorban harta benda bahkan nyawa. Orang-orang
terlupa pada Asisten Residen Kees dan seorang Indonesia yang lebih Belanda dari
Belanda, yaitu Demang Rusad yang keduanya waktu itu bertugas di Sawahlunto.
Tuan Demang inilah dengan cemeti di tangan dan makian keji menyambut para
pejuang yang tertangkap ketika dimasukkan ke penjara Sawahlunto. Setiap lecutan
cemeti ke tubuh ribuan pejuang-pejuang itu disertai makian yang jika
diterjemahkan ke bahasa Indonesia akan berarti “Mampuslah kau semua komunis”. . .
Terlupa
orang bahwa apa yang diucapkan oleh Demang Rusad itu adalah sebuah kebohongan
besar. Tiap orang pasti tahu bahwa setiap kebohongan seperti yang dilontarkan
oleh Demang ini, apabila diulangi berulang-ulang, lama kelamaan akan diterima
oleh pendengarnya dan masyarakat sebagai suatu kebenaran. Demang Rusad pun tahu
akan hal ini karena dia sangat rajin melemparkan issue itu. Selain pembohong besar, Demang Rusad pandai pula mengambil keuntungan-keuntungan dari kesempitan
orang lain, terutama untuk menjaga citranya selamat sampai hari tuanya. Dengan melontarkan issue komunis kepada para pejuang PRS 1927 dia langsung
memetik keuntungan untuk masa yang panjang sampai akhir hayatnya.
Keuntungan-keuntungan itu ialah :
- Pada tahun 1927 itu ia dapat menunjukkan sikap yang loyal dan sekaligus sebagai pembongkar latar belakang terjadinya PRS kepada majikannya, Belanda.
- Dia menghilangkan kenyataan yang berada di masyarakat yaitu ketimpangan sosial-ekonomi-hukum antara si penjajah dan yang terjajah.
- Ketika Indonesia telah Merdeka dia dengan mudah mengelakan tuduhan sebagai penindas pejuang-pejuang pra kemerdekaan dan mengemukakan alasan bahwa yang ditindasnya di Sumatera Barat itu dahulu bukanlah para pejuang, tetapi kaum komunis yang di Sumatera Barat tidak pernah dapat tempat di hati masyarakat yang taat beragama ini, lebih-lebih masa sekarang.
Dengan
tenang dia bisa menikmati singgasana Residen Kedua di Padang pasca kemerdekaan.
Berbeda dengan rakyat yang ditindasnya dulu, para pejuang dan turunannya harus
berjuang jatuh bangun demi mempertahankan citra diri. Karena perbuatan Demang Rusad inilah rakyat Silungkang merasa malu
sekarang, karena di belakang perang Rakyat Silungkang diberi embel-embel
sebagai yang diorganisasi bersama-sama dengan PKI. Issue itu harus dibantah dengan menyodorkan bukti-bukti yang layak oleh
seluruh warga Silungkang.
1.1.2
Melupakan
Bagi rakyat
yang terjajah tindak tanduknya harus selalu dijaga agar tidak menyalahi
peraturan-peraturan yang dibuat oleh si penjajah. Kalau berani melanggarkan
berarti menerima satu perlakuan yang kejam dari si penjajah dan di Indonesia
penjajah itu adalah Pemerintah Kolonial Belanda. Cara apapun ditempuh oleh penjajah, intimidasi, teror dan paksaan-paksaan
agar si terjajah tunduk dan tidak bisa melawan. Rakyat Indonesia ratusan tahun
lamanya ditindas seperti ini termasuk juga rakyat Silungkang. Hal ini
menyebabkan rasa takut yang berlebih-lebihan hingga menimbulkan suatu anggapan
bahwa berurusan dengan pejabat hukum sudah merupakan aib dan tabu. Lebih-lebih
apabila mendapat hukuman badan langsung saja dicap sebagai penjahat.
Tak peduli
apapun perbuatan yang dilakukannya, baik karena berbuat untuk diri sendiri
untuk orang banyak atau untuk satu perjuangan kemerdekaan. Cap ini diturunkan
pula pada anak cucunya dan selalu saja dibumbui dengan cerita-cerita negatif
tentang orang itu. Bagi masyarakat seperti Silungkang hal itu sangat mengerikan
dan menjadikan malu berkepanjangan. Ada sebuah
cerita lucu bagaimana masih banyaknya orang Indonesia yang setelah masa
penyerahan kedaulatan dan merdekapun yang tidak mengerti artinya merdeka itu
dan tentu lebih-lebih lagi pra tahun 1927. Pada suatu rapat raksasa yang biasa diadakan tiap-tiap 17 Agustus di depan
Istana Merdeka massa telah berkumpul. Selain yang dikerahkan tentu banyak pula
yang datang atas kemauannya sendiri, seperti biasanya puncak acaranya pidato
Bung Karno. Di antaranya terselip seorang tua yang berasal dari pinggiran kota
Jakarta.
Betapa
hebatnya pidato Bung Karno tak sedikitpun orang tua itu tertarik dan
mengacuhkannya. Sehingga menarik perhatian seorang pemuda yang berdiri di
dekatnya. Karena tertarik akhirnya pemuda mencoba menanyain sebab-sebab tidak
tertarik sama sekali pada pidato Bung Karno itu.
Bertanya pemuda itu : “Bapak, apakah
Bapak tidak tertarik pada pidato Bung Karno ini, Pak !”
Jawab orang itu : “Dari tadi
saya memperhatikan pidato itu, tapi saya heran.”
“Apa yang Bapak herankan ?”
tanya pemuda itu.
“Bung Karno dari tadi pidato
tentang kemerdekaan melulu, coba anak tanyakan pada beliau itu, kapan kita ini
merdekanya.”
Bukan dimaksud lelucon ini
untuk menyebabkan tertawa tapi untuk menunjukkan apa yang tersirat dari lelucon
ini bahwa setelah berlalu sekian tahun kemerdekaan itu masih banyak rakyat
Indonesia yang tidak mengerti yang dimaksud dengan merdeka itu sebenarnya.
Sudah pasti pada tahun 1927 itu di Silungkang lebih banyak lagi yang tidak
mengerti. Apa gunanya berjuang untuk merdeka jika perjuangan hanya
menimbulkan/menyebabkan kesengsaraan. Tanpa kemerdekaan toh penghidupan telah
berjalan sesuai dengan garisnya, garis yang telah ditentukan Tuhan.
Jadi dari uraian di atas bisa
dilihat mengapa rakyat Silungkang itu berusaha melupakan peristiwa tragis dari
kekalahan perang 1927, ialah karena;
1. Takut
Ketika
peristiwa 1927 mengalami kegagalan total. Bencana yang tadinya tidak pernah
diperhitungkan menjadi kenyataan yang sangat pahit. Penangkapan, penganiayaan,
penistaan mencapai puncaknya hingga untuk mengingatnya saja orang sudah tidak
mampu. Traumanya membekas sangat dalam. Hingga tidak pernah kita mendengar di
sekolah di Silungkang, baik Silungkang belum merdeka dan sesudah merdeka.
Melupakan itulah satu-satunya diusahakan.
2. Malu
Anggapan
masyarakat bahwa orang yang pernah terhukum badan sebagai penjahat menyebabkan
rasa malu terutama bagi para pejabat pemerintahan pada masa 1927. Tak ada
alasan apapun untuk memanfaatkan mereka itu, sekalipun jelas-jelas apa yang
mereka lakukan adalah satu perjuangan di jalan Illahi dan yang diperjuangkan
adalah hari esok yang lebih baik. Mereka (pejabat-pejabat itu) mencoba
melupakan akibat yang jelek dari perang yang gagal itu. Pejabat-pejabat takut mereka-mereka itu mengulangi lagi perbuatan-perbuatan
mereka yang menurut pandangan pejabat-pejabat itu memalukan dan kalau dipakai
istilah sekarang sebagai penganggu stabilitas kampung halaman. Pejabat-pejabat
itu tak berani mengusir mereka secara kasar tetapi diusahakan secara halus
dengan antara lain membebaskan dari rodi/uang serayo asal mereka mau pergi
merantau. Bagi bekas
para pejuang yang telah kembali dari pembuangan, uang serayo/rodi merupakan
tambahan penghinaan bagi mereka, sebab hal itulah salah satu yang diperjuangkan
lenyapnya sehingga terpaksa menjalani hukuman. Bagi satu masyarakat seperti Silungkang yang waktu itu masih sangat terikat
pada kaumnya pergi keluar wilayahnya sendiri bukanlah hal yang enak.
Lebih-lebih pada permulaan tahun 1930 itu momoh malaise sedang mengancam
perekonomian seluruh dunia dan tentunya Indonesia yang pada waktu itu masih
disebut Hindia Belanda tak ketinggalan. Hingga selain bagi yang terlempar dari
kampung halaman berjuang memperbaiki kehidupan ekonominya merupakan hal yang
sangat berat, bagi anak isterinya lebih berat lagi. Banyak yang akhirnya terpaksa pulang kampung dengan beban mental yang lebih
berat karena kenyataan bahwa mereka-mereka itu tak dapat meraih apa yang
diharapkannya.
3. Tidak Mengerti
Inilah
akibat yang paling fatal dari segala macam usaha Rakyat Silungkang dalam
usahanya untuk tidak teringat pada Perang Rakyat Silungkang 1927. Ketidak mengertian bahwa dengan mencetuskan Perang Rakyat Silungkang 1927,
rakyat telah menuliskan sejarah dan masuk dalam deretan para pejuang-pejuang
yang mencoba merampas kembali kemerdekaannya dari penjajah Belanda yang telah
bercokol ratusan tahun lamanya. Tidak
mengerti bahwa pejuang-pejuang itu hanya berumur pendek dan sejarah itu tak
bisa berakhir sekalipun rakyat yang melahirkan pejuang-pejuang itu telah punah
seluruhnya. Setiap kali ada orang-orang yang akan mengkaji kembali dan
memberikan atau menambahkan versi baru pada sejarah itu. Tiap kali ditambahkannya kebenaran-kebenaran yang pada waktu lalu belum
terungkap. Karena
ketidak mengertian itu maka bukti-bukti otentik tentang perjuangan besar rakyat
Silungkang telah hilang begitu saja. Sehingga segala issue negatif yang timbul
sesudah perang itu tidak bisa disangkal dengan persiapan bukti otentik. Selalu
timbul keraguan tentang kebenaran dari perjuangan yang telah meminta nyawa,
harta, benda dan air mata. Kesalahan ini tidak hanya dibuat oleh Rakyat
Silungkang saja tetapi juga oleh suku-suku di Indonesia
lainnya.
1.1.3
Lupa
Dimuka kita
telah menandai tiga persoalan yang oleh RS lupa dibahas dan disoroti secara
layak selama ini. Belum pernah ditarik kesimpulan yang seragam tentang ketiga
persoalan ini. Juga belum
pernah sumber tentang PRS yang ada di Silungkang dan yang telah dianggap
sebagai kebenaran dibandingkan dengan sumber-sumber otentik yang memang telah
terbaku kebenarannya. Kita catat kembali ketiga persoalan itu.
a. Siapa yang menggerakan perang ini ?
b. Apa sebab terjadi perang ini ?
c. Apa tujuan yang akan dicapai oleh perang ini ?
1.2 Siapa Dalang Otak Peperangan
Ini ???
Untuk bisa
menjawab pertanyaan di atas kita harus kembali ke tahun 1908 yang oleh bangsa
Indonesia dicatat sebagai permulaan bangkitnya kesadaran Bangsa Indonesia
tentang martabatnya sebagai manusia dan bangsa. Peristiwa ditandai dengan
didirikannya organisasi Budi Oetomo tanggal 20 Mei 1908 oleh R. Soetomo, dan kawan-kawan
di Jakarta. Tujuan dari
organisasi ini tidak tegas-tegas digariskan tetapi terasa sekali dititik
beratkan pada peningkatan pendidikan terutama di Jawa dan Madura. Boedi Oetomo berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka
budi pekertinya akan bertambah baik pula dan dengan demikian kesadarannya
sebagai manusia dan bangsa akan bertambah tinggi pula.
Kehadiran
Boedi Oetomo tahun 1908 itu sebenarnya telah didahului oleh sebuah organisasi
lainnya yang terutama bergerak di bidang perdagangan, yaitu Sarekat Dagang
Islam tahun 1905 di Solo oleh Bapak H. Samanhudi. Pada tahun 1911 organisasi
Dagang Islam ini dilebur menjadi Sarekat Islam yang dipimpin oleh H.O.S
Tjokroaminoto dan cendikiawan Islam. Berdirinya
Sarekat Islam ini adalah satu isyarat bagi Muslim Indonesia bahwa saatnya telah
tiba untuk tampil kepermukaannya sebagai satu kekuatan sosial, ekonomi dan
politik untuk melawan sistem jajah dan terjajah. Ditinjau dari anggaran dasarnya Sarekat Islam ini bukanlah organisasi yang mempunyai tujuan politik
dan ketata-negaraan tapi dalam sepak terjangnya di masyarakat jelas jangkauan
politik dan ketata negaraannya ada.
Dalam
periode pertamnya SI ini mencanangkan tindakan-tindakan gagah berani dari
sistem jajah-terjajah. Hal ini menyebabkan para anggotanya selalu siap
bertempur habis-habisan demi membela nusa, bangsa serta agama dari segala
penghinaan dan segala kecurangan. Dengan
manuver demikian itu serta ditambah lagi dengan sifat terbukanya organisasi SI
ini dengan mau menerima anggota dari seluruh lapisan masyarakat jadilah
organisasi ini sebagai organisasi massa yang pada Kongres Nasional 1916 di
Bandung telah punya 80 (delapan puluh) cabang yang tersebar di seluruh
Nusantara dengan anggota aktif + 400.000,- (empat ratus ribu orang). Karena dalam waktu yang singkat SI telah menjadi satu
organisasi yang besar dan tersebar luas di Indonesia maka kendala yang dihadapi
Serikat Islam menjadi besar pula. Kendala-kendala itu dapat kita bagi dua
menurut dari mana asal datangnya.
1.2.1
Kendala yang Datang dari Luar Organisasi
Kendala-kendala
yang datang dari luar organisasi itu sebenarnya sangat banyak, tapi di sini
hanya akan diungkapkan yang jelas saja dimana setiap orang bisa mengetahuinya,
dan merasakannya. Yaitu yang datang dari Pemerintahan Jajahan Belanda yang pada
waktu itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Indenburg ini mensinyalir di dalam Sarekat Islam Terdapat unsur-unsur revolusioner. Sebelum ia mengambil putusan politik untuk Sarekat Islam dia menerima nasehat pada para residen lebih dahulu.
Hasilnya ialah :
- Sarekat Islam tidak boleh berupa organisasi yang punya pengurus besar.
- Sarekat Islam hanya boleh berdiri secara lokal.
- Untuk tiap-tiap cabang diharuskan mempunyai badan hukum sendiri yang terlepas satu dengan yang lainnya.
Sebagai akibat dari peraturan itu
ialah :
- Hubungan hukum antara Pengurus Besar dan cabangnya serta antar cabang boleh dibilang tidak ada sama sekali. Tiap-tiap cabang punya kedaulatan sendiri-sendiri. Walaupun secara organisasi hubungan itu ada tapi dengan peralatan serta pengalaman mengelola organisasi yang dipunyai Indonesia saat itu sangat minimum maka kontrol oleh Pengurus Besar terhadap cabang-cabang itu sangat kurang dan tidak layak. Karenanya banyak tindakan-tindakan pimpinan-pimpinan lokal tidak dipertanggung jawabkan ke Pengurus Besar. Bahkan banyak instruksi-instruksi yang tidak terlaksana karena kendala-kendala setempat.
- Pengaruh pimpinan-pimpinan lokal itu terhadap organisasi sangat dominan. Instruksi dari pusat sering diabaikan, sedangkan perintah pimpinan lokal walaupun bertentangan dengan instruksi PB dijalankan secara sungguh-sungguh.
- Sebagai akibat dari kedua hal di atas maka terhadap penerimaan anggota pun kurang terseleksi. Lebih-lebih di mana kondisi organisasi pada waktu itu memungkinkan seseorang menjadi anggota beberapa organisasi sekaligus. Hingga banyak oknum yang punya maksud-maksud tertentu diterima menjadi anggota SI salah satu contohnya ialah apa yang terjadi di cabang SI Semarang ketika dipimpin oleh Semaun dan Darsono. Sebenarnya kedua oknum tersebut adalah Kader H.O.S Tjokroaminoto, tetapi setelah di Semarang keduanya masuk Indische Social Democratische Vereniging (I.S.D.V) suatu organisasi yang didirikan oleh orang-orang Belanda di Indonesia dan berhaluan Marxis. Di kemudian hari kedua-oknum ini menjadi musuh SI dan menyebabkan perpecahan di SI
- Peraturan yang dikeluarkan oleh Penjajah mengandung bibit-bibit perpecahan yang dikemudian menjadi kenyataan, sesuai dengan harapan si pembuat undang-undang. Karenanya perjuangan Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya melemah pula.
1.2.2
Kendala Dari Dalam Organisasi
Sesudah
Kongres SI 1916 dalam tubuh organisasi ini terjadi kristalisasi. Mereka telah
menentukan sikap dan cara-cara yang pasti dalam menempuh perjuangan untuk
mencapai cita-citanya. Dan G. Kachi mengelompokkan mereka menjadi tiga.
- Golongan Fanatik Islam
Kelompok ini
mencoba menerapkan kaidah-kaidah Islam sejauh yang
dimungkinkan dalam perjuangan untuk mencapai
cita-citanya.
- Golongan Moderat
Kelompok ini
tidak berkeberatan bekerja sama dengan Pemerintahan jajahan sebagai taktik
untuk mencapai cita-cita perjuangannya.
- Golongan Keras
Sikap
frontal terhadap penjajah. Tapi disamping itu pemimpinnya banyak menyerap
teori-teori marxis sebagai teori perjuangan untuk mencapai cita-citanya (sama rasa-sama rata).
Pada periode permulaan
walaupun ada perbedaan pendapat antara kelompok-kelompok itu, belumlah
mengakibatkan perpecahan. Ini terbukti pada saat Islam dan Indonesia mendapatkan perlakukan tidak adil mereka serentak bangkit dengan sikap sama
menghadapinya. Ini juga berkat tali kerohanian Islam yang masih kuat. Tetapi sesudah periode 1917 – 1920 group keras yang dipimpin oleh Semaun cs
semakin tenggelam dalam ajaran Marxis. Semaun cs ini selain menjadi Pengurus SI
Semarang menjadi juga pimpinan PKI. Perpecahan naik ke permukaan dan terlihat
sebagai perbedaan ideologi. Akhirnya
terjadi dua pool yang berbeda ideologi. Pool yang satu dipimpin oleh H. Agus
Salim cs dan yang satu dipimpin oleh Semaun cs. Yang dipimpin oleh H. Agus
Salim berorientasi pada Islam Nasional dan yang dipimpin oleh Semaun berfaham
Marxis.
Dengan cara
apapun kedua pool itu tak bisa disatukan sebagai akibatnya timbul gagasan
organisasi SI Untuk menegakkan disiplin. Dianut prinsip setiap anggota SI tidak
dibolehkan merangkap keanggotannya dengan organisasi lain. Dalam kongres SI 6
April 1920 di Yogyakarta gagasan itu dituangkan menjadi peraturan. Betapapun
gigihnya golongan Semaun cs untuk menolak gagasan itu tak berhasil sama sekali
dan peraturan itu telah jadi kenyataan. Semaun adalah Kader Sarekat Islam
yang digembleng langsung oleh H.O.S Tjokroaminoto. Pada tahun 1916 dia dari
Surabaya dipindahkan ke Semarang untuk memperkuat cabang ini. Tugasnya di
Semarang dilaksanakannya dengan baik. Hingga dalam waktu yang singkat dia dapat
melipat gandakan anggotanya.Kecakapan di bidang organisasi terlihat oleh ISDV
yang pada waktu itu dipercaturan pergerakan Nasional belum mendapat tempat dan
sedang giat berusaha menginfiltrasi SI untuk mendapatkan massa. ISDV berhasil merekrut Semaun, bahkan tidak hanya sebagai anggota tetapi
sebagai Pengurus. Sebenarnya ISDV (singkatan dari Indische Social Democratische
Vereniging) adalah embrio dari Partai Komunis Indonesia. Ini ternyata dalam Kongresnya yang ke VII tanggal 23 Mei 1920 namanya
diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan Semaun menjadi ketuanya. Pada Kongres
istimewa tanggal 24 Desember 1920 keputusan Kongres ke VII dipertegas kembali
dengan merubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia.
Diputuskan
pula untuk memasuki Komintern dan berapresiasi dengan Komintern Asia. Sudah
tentu dengan keputusan itu partai ini menjadi partai yang kiblatnya tidak
nasionalis lagi tetapi “kiblatnya” ke Moskow sebagai Pusat Komunis sedunia.. Sudah tentu semua sepak terjangnya serta strategi perjuangannya disesuaikan
dan tunduk pada perintah Moskow. Ketika SI
dalam Kongresnya tahun 1921 mengeluarkan larangan bagi anggotanya untuk
mempunyai keanggotaan rangkap dengan organisasi lain, kedudukan Semaun di masyarakat
sangat mapan dan punya karir yang kuat baik di dalam ataupun di luar SI di
dalam SI dia adalah Komisaris Cabang SI Semarang dan di luar SI dia adalah
Ketua Partai Komunis Indonesia Pusat. Dalam kondisi yang demikian itulah Semaun
cs dikeluarkan dari SI Tetapi
Semaun tidak tinggal diam. Segera dia mengumpulkan cabang-cabang SI Yang
bersimpati kepadanya hingga pada tahun 1923 dia telah dapat mendirikan SI Merah
untuk menandingi SI asli yang disebut juga dengan SI putih. Di mana ada cabang
SI putih di situ didirikannya pula SI Merah. Sehingga keadaan pada tahun-tahun
itu keadaannya berimbang. Ketika
perkembangannya bertambah pesat, maka pada tahun 1924 SI Merah ini diubah
namanya menjadi Serikat Rakyat. Di samping itu didirikan pula cabang PKI di
mana ada cabang Serikat Rakyat. Maksud dari mendirikan cabang-cabang itu
merupakan alat kontrol bagi segala kegiatan Serikat Rakyat serta juga merupakan
persiapan untuk konsolidasi organisasi di masa mendatang.
Akhirnya
ketika PKI sudah merasa mantap maka pada Kongresnya di Kota Gede Yogyakarta
bulan Desember 1924 Serikat Rakyat dilebur masuk PKI. Kami memberi garis tebal pada peleburan Serikat Rakyat
di dalam tahun 1924 bulan Desember ini karena mulai tanggal itu seluruh Serikat
Rakyat mulai dari pusat dengan pengurus besarnya serta cabang – anak cabang –
rantingnya sudah tidak punya legalitas lagi dan tidak ada lagi. Ini penting
sekali terutama nanti ketika kita membicarakan legalitas dari S.R. Silungkang Sumatera
Barat dikenal juga dengan nama Minangkabau. Walaupun Minangkabau ini mulanya
adalah sebuah kerajaan, namun tatanan masyarakat diatur secara demokrasi dan
komunikasi dua arah merupakan tradisi. Semua persoalan yang menyangkut apapun
selalu saja diputuskan secara musyawarah oleh semua pihak yang terkait dengan
persoalan itu. Keputusan yang diambil mengikat semua pihak baik yang setuju
ataupun tidak setuju dengan keputusan
itu.
Unsur agama
Islam masuk dalam tatanan masyarakat Minangkabau/Sumatera Barat secara dominan
seusai Perang Padri, dan dengan itu pula Kerajaan Minangkabau kehilangan
legalitasnya.13) Jadi disini kita melihat bahwa secara regional
kesadaran sebagai manusia/bangsa di Minangkabau sudah ada bahkan berakar ke
segala lapisan masyarakat. Tidaklah
mengherankan jika gema kebangkitan berbangsa ke seluruh Nusantara oleh Budi
Utomo tahun 1905 dicanangkan di Jakarta disambut dengan gegap gempita di
Sumatera Barat. Bahkan di daerah pedalaman seperti di Silungkang dan sekitarnya
mendapat pengikut yang gigih, berani dan tak kenal menyerah.
Silungkang
adalah sebuah desa yang alamnya tidak ramah dan tidak menjanjikan penghidupan
santai dari pertanian. Walaupun desa ini dibelah dua oleh sebuah sungai tetapi
sungai itu tak bisa dimanfaatkan secara maksimal, selain karena dihulunya bukitnya
sudah gundul yang sering menyebabkan banjir, juga di kedua sisi sungai tidak
cukup tersedia dataran. Dataran yang
sedikit di tepi sungai itu tidak memadai jangankan untuk pertanian, untuk
pemukiman saja tidak cukup hingga banyak warga yang mendirikan rumahnya di
perbukitan. Hal yang demikian itu menyebabkan warga memilih penghidupan dari
perdagangan dan pertenunan.
Dengan
memilih penghidupan yang demikian maka wataknya pun mengikuti pola
penghidupannya. Ramah, sidik-midik, hemat, tekad, percaya diri menjadi watak
umum warga Silungkang sekalipun hanya pedagang makanan. Tidak sidik dan midik
pedagang tak akan mampu menilai dan melihat barang apa yang laku pada masa itu. Hemat harus dipakai agar modal tidak habis bahkan bertambah. Tekun, percaya
diri harus dipunyai oleh siapa pun yang ingin berhasil. Karena itu
warga Silungkang untuk mengambil suatu putusan atau pilihan, dilalui proses
pemikiran yang mendalam dihitung untung ruginya dari segala segi dan pilihan
atau putusan yang ditetapkan itu, apapun akibatnya akan dihadapinya tanpa
penyesalan. Harus diakui
bahwa dalam mengulas watak warga Silungkang ini banyak kekurangannya tapi yang
ingin ditonjolkan di sini dalam mengenang PRS 1927 warga Silungkang telah
menunjukkan sifat tegarnya tidak mudah terpengaruh dan tetapi pada pilihannya
walaupun tahu bahwa itu akan beresiko besar. Begitu juga ketika warga Silungkang memilih Serikat Islam sebagai wadah
perjuangan untuk turut berjuang bersama seluruh bangsa Indonesia, dalam satu
perjuangan besar, mencapai Indonesia merdeka.
Pilihan ini
bukan karena ingin ikutan-ikutan atau karena terpesona oleh tindak-tanduk
organisasi SI itu. Telah dilalui pemikiran yang mendalam dan pemantauan cermat
terhadap organisasi itu. Dipantau asas serta tujuan serta cara-cara
memperjuangkan tujuan itu. Bahkan para pendirinya menyempatkan diri untuk
melakukan lobbying ke Jawa untuk keperluan itu. Kemudian ditariklah kesimpulan di mana SI dianggap cocok dengan apresiasi
warga Silungkang dalam menempuh perjuangan menuju kemerdekaan. Pada tahun 1915
didirikanlah SI di Silungkang oleh Sulaiman Labay cs. Sebelum itu Sarekat Dagang Islam telah ada
juga di Silungkang. Secara organisasi SDI pada tahun 1911 di Jawa dilebur
menjadi SI, tapi ini tak langsung dikerjakan oleh warga di Silungkang. Empat
tahun kemudian baru terlaksana. Lagi ini suatu bukti berdirinya SI di
Silungkang bukan tanpa pemikiran dan pemantauan. Empat tahun cukup lama. Kehadiran SI di Silungkang ini tidak langsung mendapat simpati dari
warganya. SI harus membuktikan dirinya sebagai sebuah organisasi yang
betul-betul berjuang demi kepentingan orang banyak, tanpa pembuktian jangan
harap mendapat simpati.
Kesempatan
ini diperoleh Sulaiman Labay cs pada tahun 1918. ketika itu terjadi kekurangan
beras di Silungkang. Sulaiman Labay cs menyita dua gerbong beras milik Belanda
dan langsung membagi-bagikannya kepada seluruh warga. Pembagian itu merata tanpa
pilih-pilih. Semua yang datang ke tempat pembagian mendapat bagiannya. Sejak
peristiwa itu SI mendapat tempat di hati masyarakat Silungkang dan kharisma
Sulaiman Labay sebagai pimpinannya menembus batas desanya dan dianggap sebagai
pimpinan yang pantas jadi panutan. Dengan kondisi dan situasi yang demikian
Sulaiman Labay mulai menggembleng kader-kader muda SI. Pendidikan kader ini tidak hanya mengenai politik dan segala aspek yang
terkait untuk mencapai Indonesia merdeka, tapi juga mengenai agama. Dengan gemblengan ini diubah cara memandang kehadiran Belanda di persada
Tanah Air ini. Kalau tadinya Belanda harus dianggap sebagai yang dipertuan dan
harus dipatuhi segala perintahnya dan dipenuhi segala keinginannya, kini harus
dianggap sebagai musuh dan penghisap darah rakyat yang harus segera dienyahkan
dari tanah air dengan segala cara yagn diridhoi Tuhan sesegera mungkin.
Dipompakan
keberanian dan ditingkatkan percaya diri. Banyak kader-kader yang kurang
militant dan mendapat pengaruh dari luar, tapi tak sedikit pula kader-kader
yang menjadi sangat militant. Lebih-lebih kader yang hanya menerima
pengemblengan dari Sulaiman Labay dengan secara langsung. Kader-kader ini tidak menganggap Sulaiman Labay sebagai pimpinan SI saja,
tapi juga sebagai bapak – kawan – dan orang tua yang layak menerima
penghormatan dan tumpuan segala harapan di masa datang. Kader ini dalam segala
gerak perjuangan selalu berada paling depan, dan selalu saja menjadi penumpas
keraguan-raguan bila datang dalam hati anggota-anggota SI lainnya. Jika pada mulanya rasa ketidak-sukaan pada Belanda hanya ada dihati
perorangan saja maka kini rasa kebencian Belanda mengkristal sebagai kebencian
seluruh lapisan masyarakat terhadap penjajah Belanda dengan segala sistem
pemerintahannya. Kemerdekaan
menjadi semacam ilusi yang harus diperoleh dengan jalan apapun juga selekasnya. Salah satu sebab Sulaiman Labay mau bergabung dengan SI ialah karena sifat
organisasi yang otonom. Hingga dia memiliki lebih banyak kebebasan bergerak.
Banyak ide-idenya tersalur dalam organisasi ini.
Salah satu
contoh yang paling komplit ialah : penyitaan dua gerbong beras milik Belanda di
stasiun Silungkang. Dia tidak harus minta izin lebih dahulu kepada induk
organisasi, baik yang di Padang maupun di Jawa. Bahkan tidak harus mempertanggungjawabkannya kepada induk organisasinya, barangkali
melaporkannya saja tidak. Ketika ia ditangkap Belanda karena perbuatan itu ia
pun tidak menunjuk siapapun yang bertanggung jawab kecuali dirinya sendiri.
Sifat-sifat otonom dari organisasi oleh Pengurus SI dipertahankan terus
walaupun terjadi perpecahan dalam SI. Walaupun SI
Silungkang bergabung dengan SI Merah, dimana garis organisasi diatur dari
pusat, Silungkang tidak melakukannya. Ini terbukti ketika diputuskan bahwa SI
Merah diubah namanya menjadi Sarekat Rakyat di mana ditentukan pula bahwa di
setiap cabang SR harus didirikan pula cabang PKI maka di wilayah Silungkang dan
sekitarnya hal itu tidak dilakukan. Bahkan ketika Sarekat Rakyat ini dilebur
masuk PKI, Silungkang tetap memakai nama Sarekat Rakyat untuk organisasi.
Di Jawa hal
itu tak ada lagi, yang ada hanya PKI dengan organisasi-organisasi yang tidak
bersifat keagamaan. Di sini tampak bahwa organisasi SR di Silungkang hanya
luarnya saja yang bergabung dengan SR lain, tetapi secara organisasi tidak
melakukan instruksi pusatnya bahwa seolah-olah lepas sama sekali. Dalam memorinya Bung Hatta menulis, bahwa Semaun pernah bercerita kepada
beliau bahwa cita-cita untuk memberontak terhadap Belanda diputuskan konferensi
PKI Desember 1925 di Prambanan. Rencana akan dilaksanakan pada tahun 1926 dan
itu disetujui oleh semua pengikut Kongres, kecuali Tan Malaka (kehadiran Tan
Malaka pada Kongres itu oleh Bung Hatta diragukan karena waktu itu ia berada di
Filipina). Pertemuan
Hatta – Semaun ini terjadi di Den Haag negeri Belanda. Untuk
mendapatkan izin dari Moskow maka diutuslah Alimin/Musso dan berangkat dari
Indonesia bulan Maret 1926. Dengan adanya keputusan itu maka suhu politik
di Indonesia memanas. Kegiatan
luar biasa terjadi di seluruh Indonesia termasuk juga di Silungkang di mana SR
nya secara yuridis tidak berfungsi lagi setelah di Kongres tahun 1924 dilebur
masuk PKI, Sedangkan seperti kita lihat hal itu tak pernah dilakukan SR
Silungkang. Dilakukan
diskusi antar pimpinan SR di Silungkang dan wilayah sekitar untuk mencari
rumusan yang tepat bagaimana cara perlawanan yang diadakan.
Disini
nampak bahwa intruksi pemberontakan yang diterima SR Silungkang dan sekitarnya
tidaklah lengkap. Ketidak jelasan instrukSi ini menyangkut beberapa sebab. Di
antaranya ialah : ketidak jelasan status SR Silungkang dan sekitarnya. Dan yang
lain ialah : Konsep yang disusun oleh pimpinan PKI pusat untuk berontak tidak
lengkap, tidak dilandasi suatu analisa pragmatis mengenai situasi dan kondisi
sosial-ekonomi-budaya masyarakat kala itu. Konsep itu disusun dengan
tergesa-gesa serta penuh agitasi. Karena situasi yang demikian Belanda dan
polisi rahasianya tidak tinggal diam. Bocornya rahasia pemberontakan ini
bukanlah satu hal yang tidak logis, maka bersamaan dengan itu dimulai pulalah
penangkapan-penangkapan oleh Belanda terhadap tokoh-tokoh pimpinannya. Hasil diskusi SR Silungkang dan wilayah sekitarnya ialah mengadakan rapat
gabungan. Rapat yang diselenggarakan di Padang Sibusuk itu dihadiri 20-30
orang. SR Silungkang mengutus tiga orang ialah (1) Sdr. Muchtar (Kutai), (2)
Sdr. Thoib Onga dan (3) Sdr. H. Jalaludin. Rapat dipimpin oleh Sdr. Muchtar (Kutai) dan berjalan seru, karena sebagian
utusan yang hadir beranggapan bahwa rapat ini tidak mempunyai wewenang untuk
mendirikan badan organisasi di dalam organisasi. Tapi rapat dengan suara
terbanyak memutuskan mendirikan Barisan Berani Mati atau nama lain ialah
Serikat Hitam. Lagi-lagi SR Silungkang mengambil inisiatif sendiri dengan
tidak menghiraukan hirarki partai atau organisasi.
Ketika
keputusan rapat di Padang Sibusuk sekitar April 1926 dimintakan pengesahan pada
instansi organisasi yang lebih tinggi itu ditolak. Sekali lagi SR Silungkang
bertindak sendiir, yaitu dengan tidak membubarkan Sarikat Hitam tapi membinanya
secara intensif. Sulaiman
Labay sebagai pimpinan SR Silungkang seharusnya menyelesaikan persoalan ini
hingga tuntas, karena ia tak bisa terlepas dari tanggung jawab. Lebih-lebih
lagi bahwa Muchtar (Kutai) cs hadir dalam rapat April 1926 di Padang Sibusuk
adalah sebagai wakil resmi dari SR Silungkang dari jadi pimpinan rapat. Penangkapan-penangkapan yang dilakukan oleh Belanda di berbagai tempat di
Indonesia akhirnya sampai juga di Silungkang, yaitu pada bulan Mei 1926. Pada
bulan itu Sulaiman Labay cs ditangkap. Sarekat Rakyat kehilangan
pimpinan-pimpinan seniornya, dan kader-kader muda didorong ke atas dan tampil
kepermukaan. Mereka adalah kader-kader gemblengan lebih fanatik, lebih
bersemangat dan lebih muda dengan pengalaman yang masih muda pula.
Demikian
juga yang terjadi di SR Silungkang. Kader-kader Sulaiman Labay cs tampil dan
Thaib Onga yang dikenal sebagai pelopor pembentuk Sarekat Hitam, kini jadi
Ketua Sarekat Rakyat Silungkang.21) Dengan sendirinya kehadiran
Sarekat Hitam tak dipersoalkan lagi, malah berubah menjadi kekuatan inti di
wilayah Silungkang dan sekitarnya. Seperti
telah disinggung di atas bagi kader SR di Silungkang Sulaiman Labay bukan hanya
pimpinan SR tetapi juga sebagai panutan, bapak dan saudara. Penangkapan
terhadap beliau di mata mereka merupakan puncak ketidak adilan dan puncak
tantangan bagi mereka dari penjajah Belanda. Hingga dalam perencanaan perang membebaskan tawanan politik dan Sulaiman
Labay cs dari penjara Sawahlunto dimasukkan ke dalam perencanaan. Tekad untuk
memerangi Belanda makin terkristal dan persiapan ke arah itu makin disegerakan. Dari berbagai buku rujukan yang digunakan untuk menyusun karangan ini tidak
ada satupun yang menceritakan dari mana asalnya biaya digunakan untuk
mengadakan logistik yang sangat sederhana maka dana yang dimiliki SR Silungkang
dan sekitarnya jelas tidak pernah menerima bantuan dari luar wilayah apalagi
luar negeri. Jadi dana
itu dikumpul dari masyarakat sekitarnya saja dan disumbangkan dengan keikhlasan
yang tulus dan tidak minta dihargai atau mengharapkan balasannya. Semua diamalkan
demi menunjang perang sahid semata-mata. Semua turut
menyumbang sesuai dengan kemampuannya dan ini semua diterima dan dipergunakan
dengan sebaiknya. Ini juga sebagai bukti bahwa Perang Rakyat Silungkang bukan
hanya diingin oleh segelintir pimpinan-pimpinan SR Silungkang dan sekitarnya,
tapi memang hasrat dari seluruh masyarakatnya dan orang-orang yang tidak
menyetujui perang itu hanya beberapa orang saja. Seluruh masyarakat ingin
mendapatkan hari esok yang lebih layak dan berkeadilan.
Memang semua
perjuangan lebih-lebih bila itu menyangkut kepentingan rakyat banyak, tanpa
dukungan masyarakat jangan harap berhasil, tapi sebaliknya setiap perjuangan
dari semula sudah menyimpan kemungkinan gagal walau pun didukung segenap
lapisan masyarakat. Saat itu
tekad seluruh lapisan masyarakat di Silungkang sudah bulat untuk memerangi
Belanda walau apapun yang menjadi taruhannya dan begitu juga tekad pada
pimpinan SR. Yang menjadi
soal kini ialah mendapatkan informasi yang bisa dipercaya tentang hari D, sehingga
perang yang akan dikobarkan, di Silungkang itu bisa dilakukan serentak dengan
perang di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Untuk kepentingan itu diutuslah kurir-kurir ke Jawa, Padang dan Padang
Panjang, sedang di wilayah Silungkang sendiri konsolidasi dilakukan terus
menerus. Ketegasan tentang perang itu baru didiapat pada tanggal 21 Desember
1926 ketika H. Jalaludin kembali dari Padang dan informasi itu disampaikan di
muka rapat yang dihadiri + 30 orang utusan SR Silungkang dan wilayah
sekitarnya. Rapat itu
bertempat di Ngalau Basurek Taratak Boncah yang memang sudah beberapa waktu
dijadikan markas Perang Rakyat Silungkang. Informasi yang disampaikan antara
lain :
- Pemberontakan di Jawa gagal total dan seluruh organisasi PKI/SR dibubarkan oleh Pemerintah Belanda.
- Mengingat situasi yang sedemikian itu maka Konferensi darurat di Koto Laweh berkeputusan tidak melakukan pemberontakan dan tidak menyetujui pemberontakan- pemberontakan SR cabang manapun juga di wilayah Minangkabau/Sumatera Barat. Ketentuan ini tentu juga berlaku bagi SR Silungkang dan wilayah sekitarnya.
Situasi itu menghadapkan SR
Silungkang dan sekitarnya kepada dua alternatif, yaitu :
- Melanjutkan rencana perang.
- Tidak melanjutkan rencana perang.
Jika
alternatif pertama yang diambil berarti SR Silungkang harus berdiri sendiri
menghadapi perang ini, baik secara moral maupun material. Apapun alasan yang
dipakai oleh SR Silungkang dan sekitarnya untuk memerangi Belanda, SR wilayah
Minangkabau lainnya tidak ikut terlibat. Sedang jika
alternatif kedua yang diambil itu tidak sesuai dengan watak yang dimiliki orang
Silungkang, seperti yang diuraikan di atas. Watak yang mandiri, tekun, serta
percaya diri. Ketika
menghadapi situasi yang demikian inilah watak asli dari rakyat Silungkang
berperan mengambil keputusan. Putusan yang diambil, perang yang persiapannya
sudah dianggap masak dilanjutkan dan sekaligus ditentukannya harinya, yaitu
tanggal 1 Januari 1927 dan komando perang diserahkan kepada Sdr. Thaib Onga.
Putusan ini diambil secara aklamasi. Suatu putusan yang gagah berani walaupun
tahu bahwa putusan itu mengandung resiko yang besar.
Tidak
dilanjutkan cerita ini dengan jalannya peperangan, karena itu bukan sasarannya.
Tapi yang ingin diungkapkan dan dibuktikan di sini ialah siapa yang sebenarnya
menggerakkan Perang Rakyat Silungkang 1927 ini. Apakah memang benar bahwa PKI ada turut andil dalam perang ini, baik moral,
material atau ideal ? Tapi sebelum memberi jawaban yang tegas baiklah kita
simpulkan uraian panjang lebar diatas.
2.1 Sumbangsih Secara Moral
Putusan
Konferensi darurat SR di Koto Laweh dengan tegas mengatakan bahwa SR Sumatera
Barat tidak menyetujui perang melawan Belanda pada waktu itu dikobarkan di
Minangkabau/Sumatera Barat pada umumnya dan tentu juga di Silungkang dan sekitarnya
khususnya. Jika SR
Silungkang dan sekitarnya akan melanjutkan juga perang melawan Beladan, maka SR
Pusat dari wilayah di luar Silungkang dan sekitarnya menyatakan diri tidak
terikat. Baik secara
organisasi atau secara perorangan pemberontakan yang akan dilakukan oleh SR
Silungkang dan sekitarnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab SR Silungkang dan
sekitarnya. Jadi jelas
di sini bahwa Silungkang dan wilayah sekitarnya melakukan perang tahun 1927
murni atas kemauan sendiri tanpa ada campur tangan dari luar. Semua adalah
tanggung jawab rakyat dan para pimpinannya.
2.2 Sumbangsih Secara Material (Logitic)
Sejak semula
perang Rakyat Silungkang 1927 segala biayanya diusahakan secara swadaya. Tidak
ada bantuan diterima dari dalam negeri ataupun luar negeri. Baik dari induk
organisasi di Sumatera Barat. Semua dana yang diterima berasal dari dalam
wilayah Silungkang dan sekitarnya. Semua
sumbangan masyarakat Silungkang dan sekitarnya. Jadi ketika keputusan Koto
Laweh disodorkan di Rapat SR Silungkang 21 Desember 1926 soal materi dan dana
lainnya tidak mengubah rencana apa pun di bidang ini. Sekali lagi kita
membuktikan sifat kemandirian dari Perang Rakyat Silungkang 1927 ini.
2.3 Secara Ideal
Ide untuk
memberontak terhadap Belanda di Indonesia baru dimulai oleh PKI/SR pada tahun
1925, yaitu di Konferensi Prambanan dan kemudian ditularkan ke seluruh
cabang-cabang PKI/SR di seluruh Indonesia. Tapi rakyat Minangkabau termasuk
rakyat Silungkang dan sekitarnya telah lama memiliknya. Ketika Belanda pertama kalinya menginjakkan kakinya di pantai Sumtera
Barat/Minangkabau rakyat mulai pula memeranginya dan semangat ini secara
berlanjut diwariskan dan pada tahun 1927 Rakyat Silungkang dan sekitarnya
sebagai pewaris mencetuskan perang melawan Belanda. Kini barulah dijawab pertanyaan :
2.3.1
Siapa yang Menggerakkan Perang Ini ???
Dengan
uraian yang panjang lebar terbukti baik secara moral, material dan ideal Perang
Rakyat Silungkang 1927 secara murni digerakkan oleh Rakyat Silungkang dan
sekitarnya, tanpa bantuan dari pihak manapun. Jadi tidak ada hak atau apapun
pihak manapun yang juga bisa mengklaim bahwa mereka turut berperan dalam perang
itu. Tidak juga PKI, seperti yang tertulis di buku halaman 54 yang diterbitkan
Kementerian Penerangan, juga tidak Demang Rusad. Jadi tidaklah pula Rakyat Silungkang harus malu dan takut untuk mengenang
peristiwa itu, karena Perang Rakyat Silungkang 1927 “tidak ada kaitannya” sama
sekali dengan PKI. Berbanggalah
Rakyat Silungkang hendaknya. Negarapun mengakui kepahlawanan pejuang-pejuang
tahun 1927 ini.
2.3.2
Apa penyebab Terjadi Peperangan Ini ??
Sumatera
Barat sebelum masuk menjadi jajahan Belanda adalah sebuah kerajaan demokratis
dan berdaulat penuh. Silungkang sebagai salah satu nagari dalam wilayahnya,
termasuk dalam tatanan kerajaan itu dan menyandang gelar Gajah Tongga Koto
Piliang dan gelar itu tidak diberikan kepada perseorangan, tetapi desa itu dan
seluruh penduduknya dan ini memberikan rasa kebanggaan yang besar bagi seluruh
penduduknya. Ketika
penjajah menginjakkan kakinya di pasir pantai Kerajaan Minangkabau, perlawanan
terhadap Belanda ini pun dimulai pula. Perlawanan ini berlangsung terus menerus
dan dari generasi yang satu diwariskan kepada generasi berikutnya dan juga
kepada rakyat Silungkang dan sekitarnya. Penjajahan
Belanda dengan segala daya mengikis habis segala perlawanan rakyat Minangkabau
ini dan celakalah siterjajah karena setiap kekalahan memukul juga mental mereka
dan semakin lama mereka semakin kerdil dan penakut. Tapi disetiap ujung paling
akhir dari ketakutan berdirilah di situ keberanian dan kerelaan ditindas pada
ujung terakhirnya ialah perlawanan. Begitu juga
terjadi di Silungkang, ketika penderitaan dan penghinaan terasa tak
tertanggungkan lagi dan didorong oleh para cendekiawan dan alim ulama,
meletuslah perlawanan itu. Meletus bagai gunung berapi dan siapapun tak sanggup
lagi menghalanginya. Pada tanggal
1 Januari 1927 berangkatlah putra-putra terbaik Silungkang dan sekitarnya ke
medan perang mengusir penjajah Belanda. Jadi dalam Perang Rakyat Silungkang
1927 ini yang bicara ialah kesadaran sebagai manusia dan bangsa serta hak untuk
menentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa yang pernah besar, berjaya dan
merdeka.
2.3.3
Apa Tujuan yang Hendak Dicapai Dari Peperangan Ini ??
Akan disitir dialog “dua orang” anak
Indonesia dari Minangkabau.25) Kedua anak Indonesia posisi dan
kepentingannya berbeda. Yang satu sebagai pejuang melawan penjajah Belanda.
Yang lain berdiri dengan pakaian dan tanda-tanda kebesarannya seorang kaki
tangan Belanda yang setia. Yang kedua
ini penuh kelicikan, kejam dan sanggup mengorbankan bangsanya demi kenikmatan
pribadinya. Manusia yang sempat menikmati hasil kemerdekaan walaupun di tahun
1927 penindas pejuang kemerdekaan. Ia menyandang gelar terhormat : Datuk
Perpatih Baringek. Jabatan terakhir Pembantu Gubernur Sumatera di Medan mulai
14 Maret 1946. Orang itu ialah Rusad yang pada tahun 1928 itu
baru berpangkat Mantri Polisi dan bertugas di Sawahlunto. Dihadapannya dalam pakaian terpidana dengan hukuman 28 tahun bersama dengan
kawan-kawannya. Pejuang yang diakui oleh seluruh rakyat Indonesia dan oleh
Pemerintah Republik Indonesia sebagai pejuang Perintis Kemerdekaan. Dialah
Pejuang Tua Sulaiman Labay yang sampai akhir hidupnya di penjara Ambarawa
tanggal 14 Agustus 1945, tak pernah mau mengkompromikan cita-cita kepada
penjajah manapun juga, baik Belanda maupun Jepang. Tempat peristiwa dialog :
pelataran Kantor Penjara Sawahlunto, tanggal tak jelas, bulan Maret 1928, jam
17.00.
Mantri Polisi Rusad berujar lebih
dulu tentunya dalam bahasa daerah Minangkabau, yang kalau diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia akan berarti sebagai berikut :
“Kamu semua telah merasakan tanganku. Tentu kamu
menaruh dendam kepadaku. Tapi jangan harap kamu semua dapat membalas dendam
itu. Sekalipun kini ada Sukarno mengikuti jejak kalian yang hendak merdeka dan
hendak menjadi raja. Besok pagi kalian semuanya berangkat untuk jadi raja dan
rakyat di hotel prodeo di tanah Jawa.”
Ketika kepada para pejuang diberikan
kesempatan untuk menyambut ejekan ini, majulah Sulaiman Labay si Pejuang Tua.
Diucapkannya terima kasih atas ejekan itu dan baru dinyatakannya apa yang ada
di dasar hatinya yang paling dalam :
“Tidak ada dendam kami terhadap pegawai dan amtenar
bahkan terhadap Belanda pribadi, kami hanya dendam terhadap penjajah Belanda.” Jadi, kalau kita mau menjawab “Apa tujuan yang hendak dicapai dengan perang
ini?”, kiranya cukup kompeten jawaban yang diberikan Pejuang Tua itu, yaitu
mengusir penjajah dan merdeka bagi Minangkabau khususnya Indonesia umumnya. Sebagai penutup kami kutipkan di sini sajak Chairil Anwar dengan judul
“Kerawang Bekasi”, tidak seluruh, tapi cukup sebagian saja yang sangat mengena
dalam mengenang peristiwa 1 Januari 1927.
Kami yang
kini terbaring antara Kerawang Bekasi
Tidak bisa teriak merdeka dan angkat
senjata lagi
Tapi
siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
terbayang kami maju dan berdegap
hati
Kami sudah
beri kami punyai jiwa
Kerja belum
selesai, belum bisa memberi
arti 4-5 ribu jiwa
Kami hanya
tulang-tulang berserakan
Tapi adalah
kepunyaanmu
Kaulah lagi
yang tentukan nilai-nilai tulang berserakan
Kami tidak
lagi bisa berkata
Kaulah
sekarang yang berkata
Kami bicara
padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada
rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah
kami
Teruskan
teruskanlah perjuangan kami
Kenang-kenangkanlah
kami
Yang tinggal
tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami
yang terbaring antara Kerawang – Bekasi
***
Jadi tidaklah perlu Rakyat
Silungkang dan sekitarnya malu mengenang peristiwa keruh 1 Januari 1927. Yang
memang murni digerakkan oleh rakyatnya. Tanpa dipengaruhi oleh siapapun atau
aliran yang kini paling tidak disukai di Indonesia yang punya Asas Pancasila. Walaupun secara lokal Perang Rakyat Silungkang 1 Januari 1927 gagal tetapi
di tingkat nasional tidaklah demikian. Dia adalah salah satu mata rantai
perjuangan Indonesia serta seluruh rakyatnya dalam mencapai kemerdekaannya.
DAFTAR BUKU
BACAAN
- Sejarah Nasional Indonesia jilid V, Edisi IV tahun 1984; Karangan Marwati Juned Pusponegoro dan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, cetakan Balai Pustaka.
- Brosur terbitan Jawatan Penerangan Sumatera Tengah.
- Saham H.O.S Tjokroaminoto Dalam Kebangunan Islam dan Nasionalisme; Karangan Drs. Masjhur Amin; Penerbit Nur Cahaya, cetakan ke II tahun 1983.
- Rangkaian Peristiwa Pemberontakan Komunis di Indonesia 1926 – 1948 – 1965. Terbitan Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK) cetakan II tahun 1988.
- Pemberontakan Rakyat Silungkang Sumatera Barat 1926 – 1927; Penerbit Mutiara tahun 1985. Karangan A.M Nasution.
- Pergerakan Rakyat Silungkang Dalam Pergerakan Kemerdekaan Republik Indonesia; disusun oleh H. Kamaruzaman Cs. 1984 (belum diterbitkan).
Langganan:
Postingan (Atom)